Dana Jaminan Hari Tua (JHT) menjadi tumpuan harapan untuk menyambung hidup bagi mereka yang tak lagi bekerja, baik karena di-PHK maupun pensiun. Namun proses pencairan dana yang iurannya dipotong dari gaji setiap bulan itu ternyata lama.
Jam baru menunjukkan puÂkul 6 pagi, puluhan orang sudah berkerumun di depan gedung Cawang Kencana di Jalan Mayjen Sutoyo, Cawang, Jakarta Timur. Tujuan mereka adalah stan yang dibuka BPJS Ketenagakerjaan di sebelah kiri lobby. Stan itu hanya berupa dua meja panjang yang disatukan dan dilapis kain putih.
Menanti stan dibuka, belasan orang sudah membentuk barisan antrean di tangga lobby. Galih Ramadhan, salah seorang yang sudah datang sejak matahari terÂbit untuk mencairkan dana JHT di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cawang ini.
Sejam berlalu, beberapa orang datang untuk menyiapkan stan. Mereka membawa kursi-kursi plastik untuk pengantre. Empat kursi disiapkan di depan meja. Empat lagi ditaruh di belakang meja untuk petugas stan.
Sekitar pukul 8 pagi petugas stan datang. Stan pun dibuka. Satu per satu orang di barisan maju untuk mengambil nomor antrean. Sedangkan Galih tinggal menungÂgu nomor antreannya dipanggil. Ia sudah mengambil nomor antrean di tempat ini pada minggu lalu. Ia dapat nomor 105.
Petugas memanggil satu per satu nomor antrean minggu sebelumnya. Mereka yang noÂmor antreannya dipanggil maju ke meja dan memperlihatkan dokumen untuk pencairan daÂna JHT. Dokumen yang mesti dipersiapkan yakni KTP, Kartu Keluarga, Kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan, surat keteranÂgan berhenti dari tempat kerja (paklaring) dan buku tabungan.
Jika dianggap dokumen perÂsyaratan sudah lengkap, petugas akan memberikan formulir perÂmohonan pencairan dana JHT. Formulir ini harus diisi. Bersama dokumen persyaratan, formulir diserahkan di loket di lantai 6.
Keluar dari lift langsung terÂlihat orang-orang memenuhi setiap sudut di lantai ini. Mulai dari koridor hingga tangga daruÂrat. Loket untuk pengajuan pencairan dana JHT menempati Suite 601. Tempat ini terhubung dengan counter Bank BNI.
Ruang loket tampak penuh. Dua baris kursi tunggu yang disediakan terisi. Yang tak keÂbagian tempat duduk, menunggu nomor antreannya dipanggil sambil berdiri.
Galih tak mempersoalkan menunggu giliran sambil berdiri. "Kalau terlewat, takutnya lama lagi nunggunya. Soalnya antÂrean untuk bisa mengklaim dana JHT makin panjang. Kalau mau masukin berkas itu paling cepat satu minggu atau lebih, setelah amb il nomor antrean," tuturnya.
Loket pengajuan permohonan pencairan dana JHT hanya dijaga empat petugas. Tak sebanding dengan jumlah pemohon. Tak ada standar waktu untuk melayani setiap pemohon. Paling cepat pemohon ditangani dalam waktu 10 menit. Jika waktu ini dijadikan petokan, dalam sejam setiap petuÂgas maksimal hanya bisa melayani 6 orang pemohon saja.
Datang sejak pagi, Galih baru diÂpanggil ke loket pada pukul 1 siang. Dengan map di tangan dia maju ke loket 2. Formulir dan dokumen persyaratan diserahkan kepada petugas. Dokumen yang diserahÂkan diperiksa lagi di loket ini.
Setelah dianggap lengkap, petugas meminta Galih untuk datang lagi ke sini pada 30 September untuk mengambil dana JHT. Ia ditangani petugas loket sekitar 10 menit. "Saya ingin mengambil dana tunai karena takut rekening tabungan saya sudah tidak aktif," kata Galih.
Ia berharap pelayanan penÂcairan dana JHT bisa dipercepat untuk mengurangi panjangnya antrean. Ia mencontohkan untuk pemeriksaan berkas di stan di lobby saja sampai setengah jam.
"Lama verifikasinya. Banyak yang bermasalah karena baru di-PHK atau mengundurkan diri belum sampai satu bulan. Itu baru diketahui dari kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan yang belum dinonaktifkan," ujar Galih.
Kartu peserta baru dinonaktifÂkan sebulan setelah berhenti bekÂerja. "Sosialisasi kurang. Banyak orang yang belum tahu. Kasihan ada yang sudah datang dari pagi, tapi ditolak," kata Galih yang bersyukur kartu peserta sudah nonaktif sebelum dia mengambil nomor antrean pekan lalu.
Direktur Pelayanan dan Pengaduan BPJS KetenagakerjaanAchmad Riadi tak mengangkat teleponnya ketika dihubungi Rakyat Merdeka. SMS untuk mengonfirÂmasi persoalan ini pun tak dibalas.
Sementara Direktur Umum dan SDMBPJS Ketenagakerjaan Amri Yusuf mengatakan, dana JHT bisa diambil kapan saja.
"Banyak peserta yang dapat info keliru. Mereka pikir klaim JHT untuk yang di-PHK hanya berlaku 1 bulan. Padahal mereka bisa klaim kapan saja kalau waktuÂnya sudah agak sepi," jelasnya.
Untuk diketahui, pemerÂintah telah melakukan revisi aturan pencairan JHT. Mulai 1 September 2015, dana JHT bisa diambil penuh alias seluruhnya. Dalam aturan sebelumnya, dana baru bisa dicairkan 100 persen pada usia 56 tahun, atau ketika mengalami cacat total tetap, atau ketika sudah meninggal dunia.
Dalam peraturan baru ini, waktu tunggu untuk mengajukan permohonan pencairan dana JHT hanya sebulan sejak berhenti kerja.
Bolak-balik ke Kantor BPJSTK, Berkas Ditolak
Membludaknya antrean orang yang ingin mencairkan dana JHT terjadi di semua kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan. Peserta harus bersabar antre sejak pagi untuk bisa memproses pencairan. Seperti di kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan di Gedung Cawang Kencana, Jakarta Timur.
Bahkan, para peserta menÂcoba daftar sejak jauh-jauh hari. Tak sedikit yang ditolak karena kurang persyaratan. Seperti yang dialami Budi. "Sebelumnya saya sudah datang pekan lalu, tapi ditolak terus. Sekarang baru diproses," katanya saat ditemui Kamis lalu.
Ia mengaku sudah beruÂlang kali datang ke kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cawang untuk mengurus penÂcairan dana JHT. "Ini sudah ketiga kali. Datang pertama dicoret. Yang kedua datang dicoret lagi. Kalau begini kan ganggu jam kerja," keluh Budi.
Budi ingin mencairkan seÂmua dana JHT dari tempat kerja sebelumnya. Di tempat kerjanya yang baru di Cibitung, Bekasi, karyawan baru akan dibuatkan kartu peserta baru pula. Tidak meneruskan yang lama.
Perusahaan tempatnya bekerja yang baru tidak memberi tahu syarat-syarat yang harus ia bawa untuk mencairkan dana JHT. "Syaratnya enggak dikasih tahu sama perusahaan. Padahal di persyaratan ada surat pengantar dari kantor," katanya.
Sementara itu, seorang pensiunan bank swasta, Tuti juga mengaku ingin mencairkan semua dana JHT miliknya di kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan ini.
Pada bulan lalu, ketika baru pensiun, ia baru mencairkan 10 persen dana JHT. "Waktu pertama, Agustus awal, efektif pensiun baru bisa keluar 10 persen. Ternyata pada awal September bisa dicairkan seÂmua. Sekarang mau cairkan sisanya," ujar Tuti.
Kris, suami Tuti mengungkapkan, dana JHT milik istrinya bakal digunakan biaya kuliah anak-anak mereka. "Sebenarnya saya masih kerja, tapi istri yang udah pensiun. Dananya kan itung-itung bisa membantu," ungkapnya.
Tak seberuntung Budi, Tuti harus menunggu antrean samÂpai 2 Oktober mendatang. "Hari ini sudah ke tiga tempat. Tadi sempat ke Rawamangun, pas datang dapat penyerahan kembali formulir 14 November. Dari situ, lari ke Salemba. Di sana ternyata juga sudah habis antreannya. Di sini baru dapat pada 2 Oktober," kata Kris.
Pengalaman serupa dialami seorang pegawai swasta berÂnama Asep. Pria yang sudah mengundurkan dari perusaÂhaan ini justru harus berkelilÂing sejumlah kantor BPJS Ketenagakerjaan. Padahal masih jam 8 pagi, nggak bisa katanya. Sudah penuh (antreÂannya),†ujar Asep.
Awalnya, Asep berniat mengurus uang JHT di kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan. Di tempat ini, Asep sempat menerima formulir. Namun antrean yang panjang membuat Asep tak bisa mengurus BPJS di tempat itu. "Disuruh datang tanggal 9 Oktober," katanya.
Tak mau menyerah dengan hasil mengecewakan itu, Asep lalu mencoba peruntungan di kantor BPJS Ketenagakerjaan di kawasan Sudirman. Lagi-lagi, Asep harus menelan pil pahit karena disuruh datang kembali dua pekan ke depan.
Nasib cukup beruntung diperoleh Asep ketika mengunÂjungi kantor BPJS di Cawang dua pekan lalu. "Disuruh daÂtang lagi Senin," katanya.
Direktur Umum dan SDMBPJS Ketenagakerjaan Amri Yusuf menjelaskan, pemÂbatasan antrean ini dilakukan karena kemampuan bank untuk membayar hanya sampai denÂgan jam 4 sore. "Sebenarnya tidak perlu harus antre. Kalau mau dibayar via transfer bisa lebih cepat. Mereka tinggal taruh berkas," jelasnya. ***