Berita

ilustrasi/net

On The Spot

Asma Akut Susah Bernapas, Balita Diungsikan ke Hotel

Kabut Asap di Sumatera Belum Mereda
JUMAT, 18 SEPTEMBER 2015 | 10:44 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Wilayah Sumatera dan Kalimantan selalu diselimuti kabut asap setiap musim kemarau. Kabut asap juga menyeberang ke negara tetangga: Singapura dan Malaysia. Berlangsung setiap tahun selama hampir satu dasawarsa, polusi udara ini mulai berdampak kepada kesehatan masyarakat.
 
"Setiap musim asap tiba, kami akan mulai khawatir memikirkan kondisi Nabila," kata Aprizal (36). Nabila adalah putri kedua pasangan Aprizal dan Desy. Ia masih balita.

Saat hamil, karena tuntutan ker­ja sebagai pegawai di perusahaan swasta, Desy tetap harus berak­tivitas di luar ruangan. Termasuk ketika mengandung Nabila.

Siapa nyana, asap yang terus dihirup Desy bertahun-tahun se­lama membawa dampak kepada bayi yang dilahirkan. "Nabila didiagnosis terkena asma akut. Jadi bila udara bersih sudah sedikit, asap di mana-mana, kon­disinya drop. Dadanya sesak, su­sah bernapas hingga mimisan," ungkap Aprizal.

Tak tahan melihat putri kecilnya kesakitan, Aprizal pun berinisiatif mengungsikan Nabila setiap musim asap tiba. Karena Aprizal dan Desy harus tetap bekerja di Pekanbaru, Nabila biasanya men­gungsi bersama bibi atau neneknya ke Kepri atau ke Jakarta.

"Kita terpaksa ikhlas berpisah. Tahun-tahun pertama Nabila pasti menangis kalau dibawa. Tapi kita terus beri pengertian, kalau ini lebih baik bagi kesehatannya," kata Desy dengan wajah sendu.

Di Batam, Kepulauan Riau, Nabila tinggal ke hotel. Ternyata bukan hanya pasangan Aprizal dan Desy yang memilih mengungsikan anaknya setiap musim kabut asap. Ada perusahaan yang sampai memborong kamar hotel untuk mengevakuasi keluarga karyawannya.

Dua minggu di Batam, kabut asap sampai juga ke wilayah provinsi yang berada di seberang lautan ini. Nabila kembali di­ungsikan. Kali ini ke Bandung didampingi bibinya.

"Sekolahnya terpaksa libur, sampai kondisi udara benar-benar sehat untuk Nabila. Guru-gurunya sudah paham. Alhamdulillah, memang sekolah juga diliburkan," kata Desy lagi.

Ia pun berharap pemerintah bersungguh-sungguh dalam me­nangani kabut asap. "Jika terus begini, masak setiap tahun kami harus mengungsikan anak kami. Saya yakin, korban yang seperti kami ini banyak sekali. Kalau solusinya hanya meminta warga jangan keluar rumah, asap saja sudah masuk sampai ke kamar," keluh Desy.

"Mau tidak mau, kami harus mengungsikan Nabila. Karena bila bertanya pada pemerintah, kami tak akan mendapatkan solusi selain dikasih obat asma dan masker," kata Desy menambahkan.

Selain keluar kota, lokasi pengungsian yang lagi ngetren di kalangan masyarakat Riau adalah hotel. Beberapa hotel di Pekanbaru bahkan mengaku, jika banyak dari tamu-tamu mereka adalah kelu­arga para korban asap.

"Di hotel kita ada lebih dari 10 keluarga yang mengungsi karena kabut asap," ujar Henni Rasmonowati, Sales & Marketing Manager Grand Elite Hotel.

Ia mengaku biasanya tamu hotel bisa menginap berhari-hari saat kabut asap semakin tebal. Malahan, kata Henni, ada salah satu perusahaan besar di Riau memborong 50 kamar untuk mengevakuasi karyawan dan keluarganya. "Namun bukan hotel kita yang terpilih," kata Henni sambil menolak menyebut nama perusahaannya.

Hotel dipilih menjadi lokasi pengungsikan lantaran kamarnya tertutup. Di kamar ada AC yang menghembuskan udara segara. Selain itu di hotel ada fasilitas ruang oxygen, sauna dan steam untuk memanjakan para tamu.

"Untuk ruangan oxygen, ham­pir semua hotel berbintang ada. Jadi saat kekurangan udara bersih seperti saat ini, sangat bermanfaat sekali," katanya.

Pengelola hotel menerapkan harga khusus bagi warga yang mengungsi menghindari kabut asap. Harga kamar dibanderol nett Rp 500.000 per malam un­tuk tipe superior.

"Promo kamar ini berlangsung selama kabut asap," ujar Henni.

Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Riau, Ondi Sukmara mengaku beberapa waktu lalu Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Provinsi Riau me­minta pengelola hotel memberi­kan diskon sebesar 30 persen.

"Kita telah menerima langsung surat edaran permintaan (harga promo) itu dari Disparekraf dan berkoordinasi dengan seluruh pen­gelola hotel di Riau," kata Ondi.

Lantaran ada diskon itu, lanjut Ondi, warga pun tertarik mengungsi ke hotel pada musim kabut asap. "Promo ini juga berlaku bagi masyarakat yang terganggu jadwal penerbangan," imbuhnya.

Meri (42), salah seorang warga Pekanbaru mengatakan saat musim kabut asap ini lebih baik mengungsi ke tempat yang tidak terjadi polusi udara. Salah satunya ke hotel. Namun bagi warga tak berada, mereka tak bisa mengungsi ke hotel. Hanya bisa bertahan di dalam rumah dan tak kemana-mana.

"Kita berharap berharap ke­pada pemerintah agar secepatnya bertindak mengatasi cuaca yang tidak normal ini karena sangat berbahaya bagi kesehatan, teru­tama anak-anak, ibu hamil serta kaum manula dan penderita se­sak pernapasan," harapnya.

Meski minim titik api atau hotspot di Riau, namun kabut asap yang menyelimuti provinsi ini semakin pekat. Pekan ini, pa­pan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Pekanbaru menunjukkan status Berbahaya.

Berdasarkan pantauan BMKG Pekanbaru, data hotspot menun­jukkan di pulau Sumatera masih terdapat ratusan 383 titik api. Titik ini tersebar di Provinsi Jambi 56 titik, Lampung tiga titik, Sumsel 300 titik, Babel 10 titik, sementara Provinsi Riau menyumbang 14 titik.

"Titik api masih didominasi Sumatera Selatan. Asap tebal yang makin pekat menyelimuti Riau pastinya kiriman dari sana," terang Kepala Seksi Informasi BMKG, Slamet Riyadi.

Dikatakannya, 14 titik tersebut tersebar di tiga Kabupaten di Riau. Diantaranya di Kabupaten Kuansing lima titik, Kabupaten Pelalawan delapan titik, dan Indragiri Hulu hanya satu titik api. Kabut asap yang menye­limuti Pekanbaru menyebabkan jarak pandang terbatas.

Akibat jarak pandang yang terbatas, penerbangan di Bandara SSK IIsempat dibatalkan. Bandara ini sempat ditutup.

Korban kabut asap di Riau terus meningkat. Sesuai data yang diterima Dinas Kesehatan hingga 13 September, korban akibat asap sudah mencapai 25.037 jiwa. Penderita terbesar adalah ISPA(20.532), Phenomia (438), asma (872), iritasi mata (1.317) dan iritasi kulit (1.878).

"Pekanbaru yang paling terbanyak," kata Jhon Kenedi, Kepala Penanggulangan Krisis Dinas Kesehatan Riau. Warga yang sakit akibat kabut asal di Pekanbaru mencapai 4.083 jiwa.

Keseringan Hirup Asap, Otak Bisa Bodoh & Kanker

Menghirup kabut asap terus menerus bisa menyebab­kan penurunan fungsi otak. Generasi penerus bisa teran­cam bodoh. Sayangnya banyak orang yang belum tahu dampak kabut asap bagi kesehatan. Mereka beraktifitas di luar rumah tanpa dilengkapi pelindung seperi masker.

"Padahal kabut asap ini mengandung zat-zat berbahaya bagi yang menghirupnya," ujar Dr Paul L Irawansaat acara pembagian masker gratis oleh RS Eka Hospital di simpang SKA, Pekanbaru, Riau.

Ia menjelaskan kabut asap mengandung berbagai ba­han polutan seperti particulat matter (PM), karbon monok­sida (CO), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), dan ozone (O3).

Zat-zat ini memiliki ber­dampak buruk pada keseha­tan bagi setiap orang yang menghirup asap tersebut. Paul mengatakan jika asap tebal menyebabkan suplai oksigen berkurang ke otak, hal ini dapat menyebabkan kinerja otak bayi dan anak-anak berada di bawah batas normal.

"Inilah yang disebut dengan retardasi mental, yakni kondisi dimana rendahnya kecerdasan saat anak dibawah umur 18 tahun," imbuhnya.

Paul menambahkan, yang paling rentan pada risiko re­tardasi mental ini adalah janin di dalam kandungan dan bayi. Terutama untuk usia kehami­lan 3 bulan merupakan masa pembentukan otak.

Sehingga semakin sedikit ok­sigen yang dialirkan oleh ibu ke bayi, akan semakin menghambat perkembangan otak calon bayinya. Begitu pun halnya dengan bayi yang menghisap asap terus-menerus, masa pertumbuhan otaknya juga akan terganggu.

"Hal ini akan terlihat jelas setelah bayi tumbuh besar dan memiliki daya tangkap yang rendah," ungkap Paul.

Penurunan fungsi otak ini­lah, kata Paul, yang menjadi hal menakutkan bagi generasi masa depan. Karena memang efeknya tidak langsung, namun berlangsung dalam rentang waktu hingga 5 tahun yang akan datang.

"Kalau sudah terjadi kerusa­kan otak, kita tidak bisa berbuat banyak, dikasih obat tidak akan mempan lagi, karena otaknya sudah terbentuk seperti itu. Nah ini yang ditakutkan dan tidak disadari oleh masyarakat kita," terangnya.

Hal senada disampaikanHumas Eka Hospital, Nurchaina. Ia menilai selama ini masyarakat banyak berpikir jika asap hanya menyebabkan ISPAsaja. Padahal yang paling mengerikan justru adalah retar­dasi mental yang dapat terjadi pada setiap calon bayi dan bayi yang terpapar asap tebal yang hampir setiap tahun terjadi.

"Retardasi mental akan memberikan pengaruh signifi­kan terhadap masa depan generasi penerus di Riau karena menyebabkan turunnya kualitas SDM," tegasnya.

Kemudian bagi anak-anak, dewasa maupun lansia, zat-zat berbahaya yang terkandung di dalam asap juga akan me­nyebabkan timbulnya kanker.

Kanker terjadi karena mutasi gen sel tubuh membelah lebih dari jumlah yang seharusnya. Sel tubuh yang membelah tanpa terkontrol inilah yang akan menyebabkan kanker.

"Salah satunya zat particulat matter (PM), yang merupakan zat berbahaya penyebab kanker. Terutama asap yang dihasilkan dari pembakaran bahan organik," ucapnya.

Banyak Siswa Pingsan Saat Belajar di Kelas
Kabut Asap di Kalimantan

Imbas kabut asap akibat pem­bakaran hutan dan lahan su­dah sangat mengkhawatirkan. Bukan hanya di Pekanbaru, Riau, daerah lain seperti Pontianak, Kalimantan Barat, juga kondisinya berbahaya.

Akibat buruknya kualitas udara, banyak siswa yang sedang menjalani kegiatan bela­jar di sekolah, harus pingsan. Terbaru, tujuh siswi SMKN 5 Pontianak jatuh pingsan karena sesak napas. Tak ayal suasana belajar di kelas kocar kacir, dan ketujuhnya dilarikan ke RS Anton Soejarwo.

"Ini sudah hari ke lima siswa pingsan. Kasus siswi pingsan sudah terjadi sejak hari Jumat pekan lalu," ungkap Erin, Waka Kesiswaan SMKN 5 ditemui di Dokkes Polda Kalbar.

Sejak pagi masuk sekolah banyak siswa-siswi yang kehil­angan konsentrasi seperti kele­lahan, mata merah dan pedas, napas terganggu. Stamina para pelajar memang merosot

Dia mengakui kalau kabut asap sudah menyerang anak-anak dan sangat berbahaya. "Kabut asap ini begitu mengganggu. Target materi pembela­jaran yang seharusnya bisa tun­tas di bulan ini, mesti tertunda. Terlebih lagi jika kenyataannya meliburkan sekolah bagi siswa SMA/SMK," ujarnya.

Kian pekatnya kabut asap yang menyelimuti Kota Pontianak, membuat Pemerintah Kota mengambil kebijakan meliburkan segala aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah hingga Sabtu (19/9) mendatang. Kebijakan ini diawali pada TK/PAUD, SD dan SMP sejak dua minggu lalu, dan hari ini tingkat SMA/SMK diliburkan juga.

Wali Kota Sutarmidji, menyatakan, kabut asap di wilayahnya sudah masuk kategori sangat berbahaya sehingga siswa-siswa SLTA dipulangkan lebih awal. "Sehingga sekolah kita liburkan hingga hari Sabtu. Senin (21/9), mulai masuk kembali seperti biasa," ujarnya saat ditemui di kedia­man resminya. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Jadi "Pengacara", Anies Ajak Publik Berjejaring di LinkedIn

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:09

Prabowo Tak Perlu Ganti Kapolri

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:05

Zaken Kabinet Prabowo Bakal Rekrut Profesional dari Parpol?

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:52

KPK Amankan Uang Lebih dari Rp10 Miliar dalam OTT di Kalsel

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:32

4 Boks Dokumen Disita Kejagung dari 5 Ruangan KLHK

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:23

Adi Prayitno: Sistem Pilkada Serentak Perlu Dievaluasi

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:00

Pemuda Katolik Sambut Baik Pengangkatan Uskup Bogor jadi Kardinal

Senin, 07 Oktober 2024 | 18:49

Andra Soni Janjikan Rp300 Juta per Desa Jika Jadi Gubernur Banten

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:45

Polda Metro Jaya Dalami Asal Puluhan Ribu Pil Ekstasi di PIK

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:21

Peringati Setahun Perang Gaza, Hizbullah Serang Kota Haifa Israel

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:18

Selengkapnya