Berita

ilustrasi/net

On The Spot

Sebelum Tutup, Pembayaran Gaji Karyawan Dicicil 3 Kali

Banyak Pabrik di KBN Cakung Gulung Tikar
SENIN, 07 SEPTEMBER 2015 | 09:35 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Siswanto memarkirkan sepeda motor di depan gerbang pabrik PT Pandu Dewanata yang terletak di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Jakarta Utara. Ia lalu melangkah ke pos di samping gerbang. Di dalam pos, Nurdin Abdi, petugas sekuriti tengah menyaksikan tayangan televisi.
 
Pos jaga utama ini lebih mirip pos kamling. Dindingnya ter­buat dari tripleks yang diulas dengan cat putih. Televisi kecil model tabung ditaruh di rak yang dipasang di dinding pos. Nurdin menonton tayang dari bangku kayu. Di pojok pos ada rak kecil untuk menyimpan perlengkapan. Di atasnya untuk tempat menaruh toples berisi gula dan kopi.

Nurdin tidak menggunakan seragam saat berjaga di pos. Ia mengenakan kaos kaos oblong loreng hijau-hitam, dan celana bahan hitam. Sementara Siswanto mengenakan jaket yang menutupi kaos dan celana panjang trekking. Jelas, pakaian yang dikenakan bukan seragam kerja.

"Saya ke sini cuma untuk mampir kok," ujar Siswanto. Pria itu mengungkapkan, sejak sebulan terakhir para karyawan tak lagi bekerja di pabrik yang memproduksi busana wanita ini. Sehabis lebaran, perusahaan mengajukan permohonan pailit ke pengadilan niaga.

Kata Siswanto, karyawan se­dang menunggu putusan pengadilan mengenai permohonan pailit yang diajukan perusahaan. "Jadi secara resmi belum di PHK. Yang masa kontraknya masih ada dan yang sudah diang­kat, statusnya masih karyawan. Sampai pengadilan memutuskan sebaliknya," katanya.

PT Pandu merekrut lebih dari seribu karyawan. Namun hanya sekitar 200-an yang sudah bersta­tus karyawan tetap. Selebihnya kerja dengan status kontrak. "Tapi saya tidak tahu, yang kontraknya habis berapa, dan yang belum berapa. Kalau saya habis tanggal 15 bulan ini, dan sepertinya tidak akan diperpan­jang," ungkap Siswanto. Jika tak diperpanjang, berarti Siswanto di-PHK.

Suasana di pabrik PT Pandu terlihat sepi. Tak terlihat keru­munan karyawan. Juga tak ter­dengar deru mesin memproduksi busana.

Nurdin mengatakan, tempat­nya bekerja bangkrut karena menguatnya dollar. Bahan baku untuk memproduksi busana be­rasal dari impor. "Hampir semua perusahaan di sini juga gitu kan, bahan bakunya impor, makanya ada beberapa yang bangkrut juga," sebutnya.

Dia mengungkapkan, pen­guatan dolar sudah mulai ber­dampak kepada perusahaan pa­da Mei-Juni 2015. Pembayaran gaji karyawan mulai tersendat. Gaji karyawan dibayarkan di­cicil 3 kali.

"Total pendapatan saya tiap bulannya itu Rp 4 juta. Dibayar cicil. Selama 12 tahun saya kerja di sini, baru kali itu gaji bermasalah," lanjutnya.

Sejak pembayaran gaji tersen­dat, karyawan mulai resah. Namun mereka tetap bertahan lan­taran menganggap perusahaan tengah mengalami kesulitan keuangan akibat perekonomian melambat. Tiba-tiba sehabis Lebaran, manajemen memberi­tahukan bahwa perusahaan ini bangkrut. Para karyawan, termasuk Nurdin pun kaget.

"Melalui serikat pekerja, kami menanyakan bagaimana selanjutnya. Manajemen meminta kami menunggu hasil sidang, baru dibicarakan masalah lanjut atau tidaknya, pesangon dan lain-lain," kata Nurdin.

Karyawan terakhir menerima gaji pada Juli lalu. Mulai Agustus, karyawan sudah tak digaji karena produksi sudah dihen­tikan. Nurdin hanya segelintir karyawan yang tetap diminta bertugas untuk menjaga aset pe­rusahaan. Ia terakhir menerima gaji untuk bulan Juli.

Selama belum menerima gaji lagi, Nurdin hidup dari tabungan. "Tabungan orang seperti saya kan nggak banyak mas," keluhnya.

Meski tetap bertugas, Nurdin tak mendapat pasokan logistik. Para karyawan diminta menyum­bang. Uang hasil sumbangan di­pakai untuk membeli kebutuhan petugas yang menjaga pabrik yang tutup ini. "Sumbangannya seikhlasnya. Boleh Rp 5 ribu, Rp 10 ribu," kata dia.

Uang sumbangan dihimpun di kas serikat pekerja ini juga di­pakai untuk konsumsi karyawan yang berkumpul untuk memba­has nasib mereka. Meski sudah tak bekerja, beberapa karyawan tetap datang ke pabrik. Salah satunya Siswanto.

Jadi sambil kumpul, kami makan-makan. Sebab kami su­dah menikmati kekeluargaan di tempat ini," tandasnya.

Nurdin berharap urusan pesan­gon segera diselesaikan manaje­men. Pasalnya karyawan butuh biaya untuk melanjutkan hidup maupun mencari pekerjaan lain. "Lebih bagus lagi sih kalau (pabrik) bisa kembali normal. Tapi kalau tidak ya apa boleh buat," kata Nurdin yang pasrah bakal terkena PHK.

Sebelumnya dikabarkan se­banyak 5.300 buruh yang bek­erja di KBN Cakung Cilincing di-PHK. Data itu dipaparkan Federasi Buruh Lintas Pabrik di KBN. Rinciannya, 1.000 orang diberhentikan dari PT. Pandu Dewanata, dan 500 dari PT Megasari.

Kemudian 1.700 buruh yang berasal dari PT Merindo, dan 1.000 buruh dari PT Doko. Sementara sisa 1.100 buruh lainnya, berasal dari PT Myung Sung (1.000 orang), PT Saijin (50 orang), PT Souncang (50 orang). Sebagian besar perusahaan terse­but sudah gulung tikar.

Semua perusahaan itu tidak bisa menutup ongkos produksi, karena memburuknya kondisi ekonomi Indonesia. Memburuknya ekonomi di Indonesia disinyalir terjadi karena menguatnya nilai tukar dolar ASterhadap rupiah, serta devaluasi mata uang yang dilakukan oleh Tiongkok.

PT Kawasan Berikat Nusantara Cakung (Persero) tak menutup-tutupi adanya pabrik di kawasan industri ini yang gulung tikar akibat perekonomian dalam negeri melambat.

Pabrik-pabrik yang berop­erasi di KBN Cakung Cilincing sebagian besar memproduksi garmen untuk diekspor. "Banyak buyer dari negara-negara Eropa dan Amerika yang mengurangi pemesanan, namun besar persentasenya belum kami hitung datanya," ungkap Corporate Secretary PT. KBN Persero, Toha Muzaqi.

Menakertrans Akui Terjadi PHK Massal Akibat Ekonomi Lesu

Pemerintah mengakui ter­jadi PHK massal akibat ekonomi yang melambat. Menteri Tenaga Kerja (Menaker), Hanif Dhakiri mencatat ada ribuan karyawan yang kena PHK.

Dalam dokumen yang diberi­kan Hanif, setidaknya sudah ada 26.506 karyawan yang terkena PHK di Indonesia hingga 25 Agustus 2015.

"PHK yang paling besar di provinsi Jawa Barat sebanyak 12 ribu orang. Selanjutnya adalah Banten denganPHK sebanyak 5.424 orang, Jawa Timur dengan 3.219 orang, Kalimantan Timur 3.128 orang, dan DKI Jakarta 1.430 orang," kata Hanif.

Hanif mengaku, PHK massal terjadi di industri padat karya seperti garmen dan tekstil. Selain itu ada di industri logam dan sepatu.

"Penyebab utamanya memang perlambatan ekonomi. Walau ada juga yang terjadi karena ala­san kontrak tidak diperpanjang oleh perusahaan tersebut," un­gkapnya.

Hanif mengimbau perusahaan mencadangkan laba minimal 1 persen per tahun untuk menga­tasi masalah PHK. Dana tersebut dinilai bisa meredam konflik industrial jika PHK terjadi.

Jika ada dana cadangan, kasus PHK pun tidak menjadi masalah pelik seperti yang terjadi saat ini. Sebab, PHK yang terjadi di tanah air selama ini kerap menjadi per­soalan dalam konteks hubungan industrial.

Menurutnya, PHK yang menimbulkan konflik hubungan in­dustrial itu terjadi karena ada hak karyawan yang belum dipenuhi. Jadi jika ada dana cadangan yang bisa dipakai, maka proses tersebut akan lebih aman.

Sejauh ini, dana cadangan 1 persen dari laba ini masih sebatas gagasan. Belum akan dituangkan menjadi kebijakan pemerintah.

"Tapi menurut saya sangat realistis jika perusahaan menga­dopsinya. Adanya dana cadangan ini akan bisa menekan persoalan, karena faktor PHK baik untuk situasi sekarang dan tahun yang akan datang," tuturnya.

Selain itu, perusahaan pun tidak perlu khawatir, jelasnya, karena Kemenaker akan men­dorong pemerintah untuk mem­berikan insentif. Hal ini terkait kebijakan ekonomi secara kese­luruhan untuk mendorong dunia usaha agar bisa berkembang di tengah situasi pelambatan ekonomi seperti saat ini.

Dia meyakini dunia usaha akan terus bertahan tetapi memang dalam situasi seperti ini perkembangannya berjalan lam­bat. "Insentif itu akan kami dorong ke kementerian perekonomian agar diberikan kepada dunia usaha. Karena kemente­rian perekonomian yang ber­wenang memberikan insentif itu," jelasnya.

Hidup Makin Susah, Buruh Sulit Menolak Digaji di Bawah UMR

Penutupan pabrik-pabrik di kawasan dibarengi PHK massal terhadap ribuan buruh. Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) di KBN menyebutkan ada 5.300 buruh yang di-PHK sepanjang Januari-Agustus 2015.

Ketua Umum FBLP Jumisih mengatakan, dari puluhan perusahaan yang menempati kawasan seluas 176 hektar itu, kini hanya didominasi dua perusahaan asal Korea Selatan. Dua perusahaan negeri gingseng yang memiliki modal besar itu, yakni PT Hansai Indonesia Utama yang memiliki 5 buah lokasi pabrik, dan PT Tainan yang memiliki 4 buah pabrik. Total jumlah buruh di kedua perusahaan itu sebanyak 8 ribu buruh.

"Alhasil dengan kondisi ekonomi yang lesu dan pen­gusaha banyak yang gulung tikar, banyak dari teman-teman buruh yang tidak bisa menolak ketidakadilan yang mereka alami, seperti digaji di bawah UMP, tidak mendapat cuti haid dan hamil bagi buruh perem­puan, serta pelecehan seksual," tambah Jumisih.

Apalagi, lanjut Jumisih, di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung saat ini banyak perusahaan yang mengguna­kan sistem kontrak borongan, dan lebih mengutamakan bu­ruh harian lepas. Tujuannya adalah untuk menekan ongkos produksi seminimal mungkin.

"Cara ini membuat kondisi ekonomi buruh makin mem­prihatinkan. Sebab dengan cara ini, tenaga buruh dapat dilepas kapan pun bergantung besarnya pesanan produksi," jelas dia.

Jumisih pun meminta pe­merintah mengambil gerakan cepat, untuk mengatasi per­lambatan ekonomi ini. Jika tidak, dampaknya akan sangat dirasakan dalam masyarakat.

Saat ini di KBN terdapat 80 ribu buruh. "Buruh perem­puan 99 persen, dan laki-laki 1 persen. Jika banyak dari mereka menganggur, tidak bisa dibayangkan bagaimana dampaknya," tukas dia.

KBN Cakung merupakan salah satu kawasan industri garmen terbesar di Indonesia, dengan produk kemeja, jaket, dan celana bahan maupun jeans yang banyak di ekspor ke mancanegara. Beberapa merk terkenal, seperti GAP, Navy, Expres, Limited, Visla, Kova, dan Adidas di produksi di KBN. "Jika nasib mereka tidak jelas, mungkin ekspor juga terancam," pungkas Jumisih.

Kredit Dipermudah, Suku Bunga dan Pajak Diturunkan
Cegah PHK, Pengusaha Minta Isentif

Lesunya perekonomian dunia termasuk yang dialami Indonesia berdampak turunnya kinerja industri dalam negeri. Saat ini sudah ada sekitar 30.000 karyawan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kondisi ini membuat pengusaha mengharapkan bantuan dari pemerintah, agar gelom­bang PHK bisa berhenti dan ki­nerja perusahaan bisa meningkat kembali.

"Laporan sudah ada lebih 30.000 orang kena PHK. Harus kita stop lah dengan menjamin perusahaan-perusahaan ini bisa diselamatkan. Paling banyak kena PHK adalah industri yang pakai bahan baku impor. Otomotif, tekstil masih banyak impor bahan baku," kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo Bambang Sulisto

Dengan kondisi seperti ini kata Bambang, para pengusaha berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan stimulus untuk menggenjot kinerja industri dalam negeri.

"Kami mengharapkan dunia usaha dibantu pemerintah, mulai dari kelonggaran dalam akses kredit, barang kali keringanan suku bunga, bahkan bila mungkin penurunan tarif pajak," ucapnya.

Selain itu, walau tak bisa di­kurangi tarif pajak, pengusaha meminta pemerintah tidak ter­lalu galak terkait pajak. "Kalau tidak mungkin, ya kalau bisa nggak terlalu galak-galak lah pajaknya," katanya.

Suryo juga berharap, pemerintah makin mempermudah investor asing untuk investasi di Indonesia. Semakin banyak investor masuk, maka penciptaan lapangan kerja semakin banyak dan menggerakkan ekonomi.

"Jangan sampai iklim investasi itu kita mengurungkan niatnya investor untuk masuk. Seperti Foxconn. Mereka itu investasinya 1 miliar USdolar, kalau mereka investasi ke negara lain, itu kerugian buat kita, itu kekalahan kita," tutupnya. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Jadi "Pengacara", Anies Ajak Publik Berjejaring di LinkedIn

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:09

Prabowo Tak Perlu Ganti Kapolri

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:05

Zaken Kabinet Prabowo Bakal Rekrut Profesional dari Parpol?

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:52

KPK Amankan Uang Lebih dari Rp10 Miliar dalam OTT di Kalsel

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:32

4 Boks Dokumen Disita Kejagung dari 5 Ruangan KLHK

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:23

Adi Prayitno: Sistem Pilkada Serentak Perlu Dievaluasi

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:00

Pemuda Katolik Sambut Baik Pengangkatan Uskup Bogor jadi Kardinal

Senin, 07 Oktober 2024 | 18:49

Andra Soni Janjikan Rp300 Juta per Desa Jika Jadi Gubernur Banten

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:45

Polda Metro Jaya Dalami Asal Puluhan Ribu Pil Ekstasi di PIK

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:21

Peringati Setahun Perang Gaza, Hizbullah Serang Kota Haifa Israel

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:18

Selengkapnya