Berita

ilustrasi/net

On The Spot

Cabai Murah Diborong Pedagang Buat Dijual Lagi

Bulog Gelar Operasi Pasar di Kramat Jati
MINGGU, 16 AGUSTUS 2015 | 10:35 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Sebuah mobil bak terbuka warna merah, masuk ke area Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur. Kendaraan itu kemudian diarahkan ke samping gedung utama, tempat pengelola pasar berkantor.

Setelah kendaraan terparkir, dua pria berseragam oranye turun. Mereka langsung menuju ke belakang, untuk membuka terpal hitam yang menutupi bak. Ketika plastik tersebut tersing­kap, terlihatlah tumpukan cabai yang terbungkus dengan puluhan karung model jaring.

Tak berapa lama, datang dua mobil bak terbuka lainnya. Kedua mobil tersebut kemudian diparkirkan di sebelah mobil pertama. Sama seperti yang pertama, bagian bak kedua mobil tersebut juga ditutupi terpal. Ketika dibuka, terdapat tumpukan cabai seperti di mobil pertama.

Setelah ketiga mobil tersebut berjejer dengan rapi, dua pria berseragam oranye mengambil dua spanduk, dan tali rafia di jok depan. Mereka kemudian mengikatkan spanduk tersebut, di bagian atas dan belakang mobil. Pada spanduk tersebut, terdapat tulisan "Operasi Pasar Cabai" dengan huruf kapital berwarna merah. Pada sudut kanan dan kiri spanduk, terda­pat logo Kementerian Pertanian (Kementan) dan Perum Bulog selaku penyelenggara kegiatan.

Terdapat empat kendaraan yang dikerahkan Bulog dan Kementan, untuk mengangkut cabai operasi pasar. Satu mo­bil lain, datang sepuluh menit kemudian. Berbeda dengan tiga lainnya, kendaraan keempat mobil boks. Ketika dibuka, set­engah bagian boksnya dipenuhi tumpukan cabai, yang dibungkus karung model jaring.

"Total ada 4 ton cabai yang kami jual dalam operasi pasar kali ini. Cabai ini berasal dari panen para petani di Blora dan Magelang, Jawa Tengah," ujar Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan, Sputnik Sujono sebe­lum menggelar operasi pasar kemarin pagi.

Dia mengatakan, cabai yang dijual kali ini terdiri dari cabai rawit merah dan hijau. Cabai hijau dijual dengan harga Rp 20 ribu, sementara yang merah Rp 40 ribu per kilogram (kg). Harga cabai rawit merah di Pasar Induk di luar operasi adalah sekitar Rp 57 ribu-Rp 60 ribu per kg.

"Harga jual cabai operasi tersebut adalah hasil pembahasan dengan petani, dan perhitungan kami. Kami ambil harga yang masih menguntungkan petani, tetapi juga tidak terlalu member­atkan konsumen," terangnya.

Sujono menyatakan, musim kemarau sering kali dijadikan alasan untuk menaikkan harga. Berdasarkan pantauannya, harga cabai rawit merah dan hijau masih kondusif di Jawa Barat dan Jawa Timur.

"Ada sedikit anomali untuk cabai rawit merah yang harg­anya terus naik sejak 5 sampai 6 Agustus," kata dia.

Seperti diketahui, musim ke­marau panjang yang melanda sejumlah daerah dalam beberapa bulan terakhir, membuat harga cabai melonjak. Rata-rata cabai rawit dibanderol Rp 55 ribu per kilogram (kg). Di sejumlah tem­pat, harganya mencapai Rp 70 ribu per kg. Sementara itu, harga cabai merah keriting bertengger di harga Rp 44 ribu, dari semula Rp 32 ribu.

Harga ini telah mengalami penurunan. Sebelumnya har­ga cabai rawit merah di Pasar Kebayoran Lama menembus Rp 90 ribu per kg. Harga cabai merah keriting sempat menem­bus Rp 65 ribu per kg. Mahalnya harga cabai disebabkan, karena minimnya pasokan di beberapa tempat. Jika sebelumnya pasokan yang diterima mencapai dua truk per hari. Beberapa waktu belakangan jumlahnya berkurang hingga satu truknya.

Operasi pasar pun dimulai. Setiap kendaraan dijaga dua petugas. Kantong plastik pem­bungkus berukuran 1 kg sudah disiapkan. Transaksi dilakukan secara tunai. Warga tinggal mengambil jumlah cabai yang diinginkan, menimbangnya di alat timbang yang tersedia kemudian membayarnya. Tidak ada batasan, berapa yang bisa dibeli.

Kebanyakan pembeli meru­pakan pedagang di pasar ini. Hanya 5 orang yang membeli cabai untuk keperluan rumah tangga. Pedagang memborong cabai hingga puluhan kilogram. Seperti yang dilakukan Asiyah.

"Saya beli rawit hijau 10 kg, dan rawit merah 10 kg. Jadi total 20 kg," ujarnya.

Dia mengungkapkan, jumlah yang dibeli saat itu masih jauh dari angka penjualannya per hari. Biasanya sehari dia bisa menjual cabai 30-40 kg. "Masalahnya ka­lau lagi ada operasi pasar seperti ini, biasanya harga cepat turun. Jadi kalau beli kebanyakan bisa rugi," ungkap dia.

Asiyah mengatakan, semua cabai yang baru saja dibeli akan dijual kembali dengan harga Rp 30 ribu -Rp 50 ribu per kg, kepada konsumen. Sementara jika ada pedagang di tempat itu yang ingin membeli karena tidak dapat jatah, di­rinya akan menjualnya dengan harga asli.

Kementan Curigai Harga Cabai Tinggi Permainan Pengepul
Panen Tiap Minggu, Stok Cukup Hingga Bulan Depan

Persediaan cabai rawit dianggap cukup meski tengah dilanda musim kering. Namun harga komoditas ini ternyata tinggi. Pemerintah mencurigai ada pihak yang memainkan harga cabai jenis ini.

"Barangnya sebenarnya di lapangan ada, petani masih panen. Cabai rawit ini kan sebenarnya cuma 10 persen dari cabai yang dipakai orang, tapi harganya dibanding yang lain lebih mahal," kata Direktur Tanaman Budidaya dan Obat Kementerian Pertanian, Yanuardi saat operasi pasar cabai murah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, kemarin.

Dia menyatakan, pedagang berdalih harga cabai dari petani sudah tinggi karena mengalami kekeringan. Berdasarkan pan­tauan Kementan, harga di pasar induk saja Rp 60 ribu kilogram, apalagi di pasar-pasar tradis­ional.

"Harga mahal karena ada isu kekeringan, padahal produksi tinggi. Sebenarnya harga cabai rawit ini tergantung pengepul, sama pengepul harganya dinai­kin," jelas dia.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Sputnik Sujono me­nambahkan, untuk mengatasi masalah ini, pihaknya sudah be­lajar membaca musim. Dari hasil pembacaan tersebut, pihaknya mencoba memberikan upaya al­ternatif. Upaya itu salah satunya dengan memfasilitasi pompa air di daerah yang dilanda kekeringan.

"Beberapa daerah berkem­bang sedang kita laksanakan program penanaman cabai den­gan fasilitas yang kita berikan berupa pompa air. Alhamdulillah dengan pompa dangkal saja 15-20 meter bisa dapatkan air untuk lakukan pertanaman," ungkapnya.

Sputnik juga mengungkap­kan, Kementan telah memantau perkembangan penanaman cabai rawit merah di beberapa daerah. Dari hasil pantauan tersebut bisa diketahui di Jawa Barat dan Jawa Timur sudah mulai panen.

"Cabai rawit itu panen setiap minggu. Jadi pasokan buat lima minggu ke depan akan aman," katanya.

Kemarin, Kementan bersama Bulog menggelar operasi pasar cabai di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur. Operasi pasar ini dilakukan pemerintah untuk menekan kenaikan harga cabai di pasaran.

Operasi pasar dihadiri Direktur Utama Bulog, Djarot Kusumayakti. Pada operasi itu, disediakan empat ton cabai berjenis cabai rawit, cabai merah, dan cabai hijau yang dibawa dengan empat unit mobil bak terbuka.

Komoditas pokok tersebut dijual dengan harga Rp 20 ribu sampai Rp 40 ribu per kg. Harga dijual pada kisaran tersebut, menurut Djarot Kusumayakti untuk mengikuti perkembangan pasar. Pemerintah melalui operasi pasar ingin menekan harga cabai.

Jual ke Sesama Pedagang, Tak Narik Untung

Operasi pasar di Pasar Induk Kramat Jati digelar sejak jam 6 pagi. Tak semua pedagang di pasar induk Kramat Jati kebagian membeli cabai murah yang disalurkan Bulog.

Hanya dalam tempo 3 jam, cabai rawit dan keriting seberat 4 ton ludes. Pedagang yang da­tang kesiangan tak kebagian.

Tahu akan digelar operasi pasar di sini, Asiyah, salah satu pedagang bergegas mendatangi mobil yang memuat cabai. Ia bisa memborong 10 kilogram cabai rawit hijau dan 10 kg cabai rawit merah.

Di operasi pasar, cabai rawit hijau dilepas dengan harga san­gat murah: Rp 20 ribu per kg. Sedangkan rawit merah Rp 40 ribu per kg. Harga cabai rawit merah di Pasar Induk di luar operasi adalah sekitar Rp 57 ribu-Rp 60 ribu per kg.

Cabai yang diperoleh Asiyah dari operasi pasar ini akan di­jual lagi kepada pembeli umum maupun pedagang lainnya di Kramat Jati. Untuk pembeli umum, cabai akan dijual kem­bali dengan harga Rp 30 ribu -Rp 50 ribu per kg.

Sementara untuk sesama pedagang, Asiyah akan men­jualnya dengan harga modal. Ia tak mau menjual dengan selisih harga untuk mendapatkan untung. Apa alasannya? Pedagang perempuan ini tak mau dianggap tak setia kawan.

"Biarlah bagi-bagi. Dari pada pas harga anjlok, saya nggak dibantuin gara-gara rakus," kata dia.

Menurut dia, para pedagang di Pasar Induk memang memi­liki kesepakatan tak tertulis, untuk bekerjasama mengenda­likan harga pasaran. Maka dari itu, sangat penting untuk saling berbagi. "Biar kalau lagi sulit, ada yang bantu," jelas dia.

Asiyah menyebut, di pasar ini ada beberapa bandar besar. Mereka biasanya menguasai beberapa lapak sekaligus, yang terkonsentrasi di satu area. Misalnya saja kios milik anak dan saudara almarhum Haji Darmo, yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Walau duitnya kenceng, tapi mereka tetap berbagi. Misalnya ada kiriman cabai dari Jawa Timur. Mereka nggak ambil semua, walau bisa. Mereka ambil paling banyak, kemudian sisanya di kasih ke yang lain," paparnya.

Tempat berjualan anak dan kerabat almarhum Haji Darmo, terletak di sudut kanan. Tempat tersebut terdiri atas beberapa lapak yang menyatu. Posisinya cukup strategis: tepat di sebe­lah kiri jalan yang menjadi akses keluar pasar.

"Wajar lah dapat yang po­sisinya bagus. Namanya juga duitnya banyak," imbuhnya.

Asiyah menilai, praktik tersebut bukanlah monopoli. Pasalnya para pedagang sekitar yang mau membeli kepada mereka, hanya dikenakan harga modal, dan tidak diwajibkan untuk mengambil ke mereka. "Jadi tidak ada paksaan, apalagi monopoli," tandasnya.
 
Bulog Rajin Operasi Pasar Stabilkan Harga

Perum Bulog kembali turun tangan ketika ada harga kebu­tuhan pokok masyarakat naik signifikan. Beberapa waktu lalu Bulog melakukan operasi pasar bawang merah, beras, daging sapi. Kali ini giliran operasi pasar (OP) cabai rawit, karena harga cabai naik tinggi sekitar Rp 70.000/kg.

Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti mengatakan, seringnya Bulog intervensi ke pasar bukan bermaksud untuk merugikan para pedagang, melainkan untuk menstabilkan harga menjadi normal, sehingga baik pedagang ataupun masyarakat sama-sama diuntungkan.

"Kita semua sama-sama lihat harga cabai rawit naik signifikan, ini tentunya memprihatinkan kita semua," kata Djarot ditemui di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, kemarin.

Djarot mengatakan, masuknya Bulog ke pasar juga tidak asal menggelar OP. OP hanya pada komoditas yang mengalami ke­naikan harga yang signifikan dan membebani masyarakat.

"Bukan kita ingin menginter­vensi secara membabi buta, tapi kami coba buat pasar ada alternatif bagi masyarakat, dengan harapan harga itu nor­mal bukan jatuh sehingga mer­ugikan pedagang. Kita ingin harga dalam tataran normal, di mana petani berbahagia, konsumen dan pedagang ber­bahagia," ungkapnya.

Bekas Direktur di Bank BRIini mencontohkan, seperti ca­bai rawit yang saat ini tembus dikisaran harga Rp 70.000/kg. Penyebab naiknya harga hanya karena isu kekeringan, padahal pasokan dari petani normal bahkan panen sedang tinggi-tingginya. "Ini kami bawa cabai rawit ke pasar. Harganya hanya Rp 20 ribu -Rp 40 ribu /kg. Mudah-mudahan secara psikologis membuat pasar ten­ang dan harganya masuk dalam tataran wajar," kata dia.

Dia menambahkan, menambahkan, operasi pasar cabai rawit ini dilakukan di 3 pasar, selain di Kramat Jati, ada juga di Pasar Tanah Tinggi, Tangerang, dan pasar Kebayoran Lama. "Kalau di Kramat Jati hanya seremonial saja," tuturnya.

Seperti diketahui, musim kemarau panjang yang melanda sejumlah daerah dalam beberapa bulan terakhir, ikut berdampak pada lonjakan harga cabai rawit. Rata-rata ca­bai rawit dibanderol Rp 55 ribu per kilogram (kg). Di sejumlah tempat, harganya mencapai Rp 70 ribu per kg. Sementara itu, harga cabai merah keriting bertengger di harga Rp 44 ribu, dari semula Rp 32 ribu.

Harga tersebut diketahui telah mengalami penurunan. Sebelumnya harga cabai rawit merah di Pasar Kebayoran Lama menembus Rp 90 ribu per kg. Harga cabai merah keriting sempat menembus Rp 65 ribu per kg. Mahalnya harga cabai disebabkan, karena minimnya pasokan di beberapa tempat. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Jadi "Pengacara", Anies Ajak Publik Berjejaring di LinkedIn

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:09

Prabowo Tak Perlu Ganti Kapolri

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:05

Zaken Kabinet Prabowo Bakal Rekrut Profesional dari Parpol?

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:52

KPK Amankan Uang Lebih dari Rp10 Miliar dalam OTT di Kalsel

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:32

4 Boks Dokumen Disita Kejagung dari 5 Ruangan KLHK

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:23

Adi Prayitno: Sistem Pilkada Serentak Perlu Dievaluasi

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:00

Pemuda Katolik Sambut Baik Pengangkatan Uskup Bogor jadi Kardinal

Senin, 07 Oktober 2024 | 18:49

Andra Soni Janjikan Rp300 Juta per Desa Jika Jadi Gubernur Banten

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:45

Polda Metro Jaya Dalami Asal Puluhan Ribu Pil Ekstasi di PIK

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:21

Peringati Setahun Perang Gaza, Hizbullah Serang Kota Haifa Israel

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:18

Selengkapnya