Berita

Publika

Harapan Itu Bernama Biopori

MINGGU, 09 AGUSTUS 2015 | 18:44 WIB

BOGOR yang dikenal sebagai kota hujan menjadi destinasi berlibur yang cocok bagi warga perkotaan. Saat warga kota mulai bosan dengan pengapnya udara kota yang diakibatkan oleh tingginya jumlah kendaraan dan gedung-gedung besar, maka berlibur ke Bogor menjadi pilihan yang tepat.

Puncak salah satunya. Hampir setiap akhir pekan pasti jalur menuju Puncak selalu dipenuhi oleh kendaraan dari Jakarta. Hal ini wajar terjadi karena Puncak memiliki pemandangan alam yang indah. Banyak pohon-pohon besar yang tinggi menjulang di sana.

Namun, sayang seribu sayang. Banyaknya pohon yang tinggi menjulang tak mampu menggaransi Bogor untuk terhindar dari kekeringan dan kekurangan pasokan air bersih. Hari ini Bogor diserang bencana kekeringan dan krisis air bersih.


Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan bencana ini akan berjalan hingga November 2015. Sementara itu, Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Pakuan, Untung Kurniadi memprediksi bahwa Bogor akan mengalami kekurang pasokan air bersih yang berkepanjangan pada tahun 2017.

Untung mampu memprediksi hal ini dengan melihat kapasitas air yang ada di Bendungan Katulampa Kota Bogor. Kapasitas air di Katulampa sekitar 2.050 liter per detik, sementara kebutuhan normalnya adalah 2.700 liter per detik. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bogor akan membangun Bendungan Katulampa, sehingga bendungan tersebut memiliki kapasitas yang memadai. Rencana anggarannya mencapai angka 24 Milyar. Sungguh angka yang fantastis, jika mengingat keterbatasan anggaran APBN/APBD.

Kondisi ini akan semakin sulit, jika kita melihat kecepatan laju pertumbuhan penduduk di Kota Bogor. Setiap tahun, Bogor mengalami peningkatan 2,74 persen jumlah penduduknya. Jika demikian, maka kebutuhan air bersih akan semakin meningkat. Belum lagi persoalan kuatnya arus moderninasi di Indonesia. Dampak modernisasi adalah laju pembangunan gedung industri yang tak mampu dikendalikan. Sehingga lahan tanah sebagai resapan air akan semakin menipis. Tentunya, hal ini yang patut kita fikirkan bersama.

Biopori sebagai Gerakan Sadar Lingkungan

Peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) Kamir R Brata menemukan sebuah teknologi alami untuk mengatasi problema di atas. Teknologi alami itu disebut Lubang Resapan Biopori (LRB). Hanya berbekal alat khusus sederhana, kita cukup membuat lubang yang diameternya sekitar 20 centimeter dengan kedalaman 2 meter. Kemudian lubang tersebut kita isi dengan sampah organik.
Beberapa hari kemudian, sampah organik akan berubah dengan sendirinya menjadi mikroba. Pori-pori tanah akan melebar dan menjadi gembur berkat adanya mikroba tersebut.

Tanah dengan pori-pori yang besar akan mampu menampung air saat hujan melebihi kapasitas biasanya. Sehingga saat hujan lebat datang, musibah banjir akan terhindar. Sedangkan saat kemarau tiba, kita tak akan kekurangan air. Karena kita punya "celengan" air yang disimpan saat musim hujan sebelumnya. Dengan demikian kita akan terhindar dari musibah banjir dan kekeringan.

Ibarat kata pepatah, punnguk merindukan rembulan. Saat bencana kekeringan datang, solusi LRB pun hadir. LRB seolah-olah menjadi "win win solution". Tapi sayangnya,  belum banyak orang yang tau apa itu LRB. Sehingga harapan tersebut menjadi harapan semu. Berangkat dari sinilah, Hazairih Sitepu (CEO Radar Bogor)  dan Gatut Susanta (Mantan Anggota DPRD Kota Bogor) menggagas "Gerakan 5 Juta Biopori". Tujuannya adalah menyadarkan masyarakat Bogor  agar peduli terhadap lingkungan, khususnya agar peduli untuk mencegah bencana kekeringan dan banjir dengan membuat LRB di tiap-tiap rumah.

Bisa kita bayangkan, jika tiap rumah warga Bogor memiliki 5 LRB, maka akan ada jutaan  LRB di Bogor. Dengan adanya LRB dalam skala besar ini, tentu Bogor akan benar-benar terhindar dari kekeringan. Kini, Hal yang harus dilakukan adalah  membangkitakan masyarakat untuk sadar betapa pentingnya LRB. Harapan selanjutnya jika LRB sudah menyebar di Bogor, maka daerah-daerah lain harus mencontohnya.[***]

Mega Silvana Nainggolan
Penulis adalah Ketua Kuliah Kerja Nyata (KKN) Galaxy di Sukajadi Tamansari Bogor sekaligus Mahasiswi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya