Lahan seluas 1.800 meter persegi Jalan Rasamala III di RT 03/13, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan itu berubah menjadi perkampungan kecil. Suasananya asri dengan pohon dan tanaman hias yang terawat. Di lahan ini berdiri delapan rumah. Setiap rumah dicat berbeda-beda: ada merah muda, krem, biru, dan putih.
Bentuknya pun berbeda-beda. Ada yang tampak seperti biasa. Lainnya masih mirip ruang kelas yang direnovasi menjadi tempat tinggal. Teras rumahnya semuanya dilapisi semen. Hanya satu yang sudah berubin, yakni rumah di pojok kanan.
Di depan rumah membentang tali-tali untuk menjemur pakaian. Namun siang itu tak ada pakaian yang digantung untuk dikering sehabis dicuci. Dua sepeda moÂtor parkir di teras rumah yang berada di sebelah kanan.
Anak-anak yang telah puÂlang dari sekolah tampak berÂmain-main di lahan ini. Mereka masih mengenakan seragam SD. Beberapa ibu tampak menggenÂdong bayi. Lainnya bersantai di depan rumah mereka.
Perkampungan ini berdiri di bekas lahan SD Negeri Menteng Dalam 05 dan 06, Tebet, Jakarta Selatan. Kedua sekolah telah dipindahkan lantaran kawasan ini kerap kebanjiran. Lahan kosong yang berstatus milik Pemprov DKI ini kemudian ditempati sejumlah orang.
Setelah bertahun-tahun dibiarkan dan menjadi perkampungan, kini si pemilik lahan akan meÂmanfaatkannya. Rencananya, Pemprov DKI akan mengubah lahan ini menjadi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).
Para penghuni lahan ini akan direlokasi ke Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Komarudin di Cakung, Jakarta Timur. Penghuni lahan ini ternyata pensiunan pegawai Pemprov DKI. Mereka sudah diberi tahu mengenai rencana penggusuran tempat tinggal mereka.
Abdul Jumadi, salah satu penghuni lahan mengatakan keputusan untuk menggunakan lahan ini sebagai RPTRA disamÂpaikan dalam pertemuan dengan Pemerintah Kota Jakarta Selatan. "Rapatnya Juni kemarin. Itu lah pertama kali kami tahu akan digusur," ungkapnya.
Meski sempat kaget dengan rencana ini, delapan kepala keluarga (KK) yang menghuni lahan ini terima jika rumahnya digusur. Sebab, mereka menemÂpati lahan bukan miliknya.
Pada dekade 1990-an, mereka diperbolehkan menempati lahan milik Pemprov DKI ini atas seizin Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan. Saat itu, Iwan sudah mewanti-wantu mereka harus bersedia pindah jika lahan ini akan dimanfaatkan.
"Kami sejak awal sudah mengerti amanah dari almarhum (Iwan). Kami paham, jika keberadaan kami disini dalam rangka menjaga aset negara. Semua warga di sini sudah tahu sejak lama, akan tiba waktunya untuk digusur. Jadi tidak benar kalau dikatakan kami mau menguasai tanah ini," kata Jumadi yang menjabat Kepala SD Negeri Manggarai 01 Jakarta Selatan ini.
Meski tak menolak digusur, menurut Jumadi, para penghuni mempersoalkan rencana pemÂbongkaran yang dipercepat. Saat rapat pertama diputuskan, pembongkaran akan dilakukan Oktober 2015. Namun dalam pertemuan berikutnya dimajukan jadi September. Pertemuan teraÂkhir pekan lalu malah pembongÂkaran akan dilakukan Agustus ini. Rapat ini dihadiri pihak Kelurahan Menteng Dalam setempat.
"Sebelumnya keberadaan kami tidak pernah dipermasalahÂkan. Lalu di akhir Juli diberitaÂhukan akan digusur Agustus. Ini terlalu tiba-tiba," kata Jumadi yang pernah mengajar di SD Negeri 05 Menteng Dalam ini.
Dekat waktunya pembongÂkaran ini membuat penghuni kerepotan mempersiapkan pinÂdahan. "Katanya sih nanti bakal ada mobil sampah yang ditugasÂkan membantu kami pindahan. Tapi tetap saja waktunya terlalu mepet," kata dia.
Menurut Jumadi, saat ini para penghuni lahan belum memutusÂkan apakah bersedia direlokasi ke Rusunawa Komarudin atau tidak. Alasannya, mereka keberaÂtan jika menempati rusun dengan cara menyewa. Sebab, ekonomi mereka lemah. "Beda halnya jika kami diberikan Rusunami (Rumah Susun Sederhana Milikâ€"red)," imbuhnya.
Keberatan itu akan disamÂpaikan dalam rapat pekan ini. Mereka juga berharap ada solusÂinya. "Sikap kami jelas, kami bersedia digusur. Hanya jangka waktunya jangan terlalu dekat. Lalu soal relokasi ke rusunawa mungkin layak dipertimbangÂkan," tegas dia.
Pemprov DKI mulai menginÂventarisir lahan-lahan miliknya. Rencananya lahan-lahan yang lama "nganggur" itu akan diubah menjadi ruang terbuka hijau maupun RPTRA.
Sayangnya, lahan-lahan banÂyak diduduki orang. Penghuni lahan akan diminta angkat kaki. Setelah kosong, lahan akan dibersihkan dari bangunan temÂpat tinggal untuk diubah menjadi ruang publik.
Rencananya, Pemprov DKI akan membangun 54 RPTRA di lahan nganggur miliknya. Fasilitas yang sama juga dibuat di halaman rusun yang tersebar di seluruh ibu kota, sehingga bisa dimanfaatkan penghuni tempat tinggal vertikal itu.
RPTRA akan dilengkapi saraÂna bermain anak-anak. Bahkan ke depan akan dilengkapi dengan tempat layanan kesehatan, sarana pendidikan anak usia dini dan tempat olahraga bagi orang dewasa.
Untuk mempercepat pembanguÂnan RPTRA, Pemprov DKI akan menggandeng perusahaan swasta melalui program CSR (corporate social responsibility).
Hingga Wafat Pinjaman Belum Lunas, Uang Pensiun DipotongTak Punya Biaya Renovasi, Gadaikan SK PNS
Paini, janda mendiang Kasdu mengungkapkan awal kisah menempati lahan eks SD Negeri Menteng Dalam 05 dan 06. Ia adalah penghuni pertama tempat ini. Bersama sang suami, dia pinÂdah ke tempat tersebut 1990. Saat itu Kasdu merupakan staf di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan.
"Waktu itu kami pindah berÂsama empat keluarga lainnya. Semuanya merupakan staf Suku Dinas Jaksel saat itu," tuturnya.
Dia mengatakan, orang-orang yang pindah ke lahan ini bukan atas suruhan Suku Dinas. Mereka menempati lahan ini atas kemauan sendiri lantaran tak punya tempat tinggal.
"Saat itu Kepala Dinas Pendidikan tidak menujuk orang tertentu. Dia hanya memberi arahan, bahwa mereka yang mau tinggal di tempat ini, harus sadar jika tempat tinggalnya bisa diguÂsur kapan pun," ujar Paini.
Ibu empat anak ini menuturkan, ketika baru pindah, kondisi lahan eks SD ini sangat memprihatinkan. Semua bagian atap runtuh, sementara bagian dalamÂnya berlumpur.
"Ilalang, dedaunan, dan sampah berserakan. Kondisinya saat itu lebih mirip bangunan terlanÂtar di tengah hutan, dari pada bekas sekolahan," paparnya.
Paini dan Kasdu memutuskan melakukan renovasi secara berÂtahap. Dimulai dari mengeruk tanah di depan tempat tinggal kini hingga ke belakang. "Waktu itu sebetulnya kami tidak punya banyak uang," tuturnya.
Wanita yang telah dikaruniai enam orang cucu ini menceritaÂkan, untuk mendapatkan biaya renovasi, suaminya menggadaiÂkan surat keputusan (SK) penÂgangkatannya sebagai PNS.
Dari hasil "menyekolahkan" SK tersebut, bisa dapat dana pinÂjaman Rp 20 juta. "Uang terpakai untuk renovasi kecil-kecilan selama beberapa tahun, dan untuk kebutuhan hidup," kata Paini.
Uang yang tersisa lalu dihabisÂkan untuk melakukan renovasi pada 2010 lalu. Renovasi terseÂbut dilakukan bersama-sama dengan 7 keluarga lainnya yang menghuni lahan ini.
Kenapa perlu menunggu 10 tahun untuk melakukan renoÂvasi? Paini menjelaskan renovasi terakhir adalah mengganti atap. Ini baru bisa dilakukan setelah semua bangunan yang ditempati 8 KK sudah berdiri kokoh.
Hingga suaminya wafat, pinÂjaman untuk renovasi ini belum lunas. Cicilan pinjmana dibayar dengan memotong uang pensiun suaminya.
"Uang hasil 'nyekolahin' SK itu belum bisa kami kembalikan semua, hingga saat ini. Sebab sampai hari ini, belum ada sumÂber penghasilan pengganti, pasca kepergian almarhum. Jadi untuk nyicil pinjaman ya pakai uang pensiun," ungkap dia.
Lantaran itu, Paini berharap Pemprov DKI mencari solusi jika ingin merelokasi mereka ke rusun sewa. Sebab, mereka masih punya beban pinjaman yang harus dicicil per bulannya.
"Kalau jadi dipindahin ke rusunawa, saya sih masih berÂharap bisa dapat uang kerohiman. Lumayan untuk meringankan beban," harapnya.
"Ada Suratnya, Kami Diminta Jaga Tanah Ini" Penghuni Bilang Dapat Mandat
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akan mengusir delapan keluarga pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) yang menduduki lahan eks SD Negeri Menteng Dalam 05 dan 06 di Jalan Rasamala III RT03/13, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan. Lahan itu rencananya akan dibangun ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA).
"Kami akan usir. Jadi kan sekarang DKI lagi mencari aset-aset yang diduduki orang. Nah aset ini yang akan kami ambil alih di semua tempat," kata pria yang akrab disapa Ahok ini di Balai Kota, Jakarta.
Ahok mengatakan, para pensiunan PNS itu tidak akan diberikan uang kerahiman. Namun mereka akan dipinÂdahkan ke rumah susun jika punya Kartu Tanda Penduduk (KTP) Jakarta.
"Kalau ada rumah dan KTP kasih rusun. Kalau enggak ya usir aja karena menduduki tanah negara," ucap bekas Bupati Belitung Timur ini.
Hal senada disampaikan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jakarta, Heru Budi Hartono. Ia menÂgatakan, PNS itu akan diusir karena memakai aset milik DKI. "Kalau PNS pakai aset Pemda terus bangun tanpa izin, ya bongkar dong bangunanÂnya," tandasnya.
Sementara itu, Camat Tebet, Mahludin mengatakan, jaÂjaran Pemkot Jaksel sudah memberi sosialisasi terkait rencana pembangunan RPTRAdi lahan tersebut. "Setelah sosialisasi, mereka akan diÂundang pekan depan di kantor Walikota Jaksel untuk pengunÂdian rusun," kata dia.
Mahludin menegaskan, Pemprov DKI tidak menyediakan uang kerohiman kepada 8 KKtersebut. Namun akan memÂbantu kepindahan ke Rusun Komarudin dengan mengguÂnakan truk Satpol PP.
"Adapun jika mereka tetap menolak ke luar dari lokasi, aparat akan memberi surat peringatan (SP) I dan SP II hingga pembongkaran paksa. Sebagai konsekuensinya," tandasnya.
Suwarto, salah satu pensiuÂnan menjelaskan, mereka yang tinggal di lahan ini adalah beÂkas guru SD Negeri Menteng Dalam 05 dan 06. Kedua sekoÂlah itu dipindahkan lantaran sering kebanjiran.
Tanah bekas SD itu kemudiÂan menjadi kosong. Kemudian para guru pun meninggali tanah itu untuk menjaga dan meraÂwatnya. "Ini adalah amanat dari Dinas Pendidikan dulu waktu zaman Pak Sutiyoso. Ada suratnya, kami di sini adalah untuk merawat dan menjaga tanah ini," tuturnya.
Guru yang tinggal di sini awalnya hanya lima orang. Kemudian mereka membawa keluarganya dan berkembang menÂjadi delapan keluarga. "Bahkan, kini beberapa orang sudah memiliki cucu dan masih tinggal di sini," tuturnya.
Selama ini, kata dia, keÂberadaan mereka di tanah itu tidak pernah dipermasalahan. Makanya dia bingung kenapa baru sekarang dipermasalaÂhan. "Sejak Juni kemarin mulai ada ramai-ramai, padahal suÂdah 25 tahun kami tinggal di sini. Kami semua warga DKI, punya KTP DKI," ujar bapak lima anak ini. ***