Berita

ilustrasi/net

On The Spot

Ruang Kelas Dipermak jadi Tempat Tinggal

"Perkampungan" Pensiunan di Bangunan Eks Sekolah
SENIN, 03 AGUSTUS 2015 | 10:39 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Lahan seluas 1.800 meter persegi Jalan Rasamala III di RT 03/13, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan itu berubah menjadi perkampungan kecil. Suasananya asri dengan pohon dan tanaman hias yang terawat. Di lahan ini berdiri delapan rumah. Setiap rumah dicat berbeda-beda: ada merah muda, krem, biru, dan putih.
 
Bentuknya pun berbeda-beda. Ada yang tampak seperti biasa. Lainnya masih mirip ruang kelas yang direnovasi menjadi tempat tinggal. Teras rumahnya semuanya dilapisi semen. Hanya satu yang sudah berubin, yakni rumah di pojok kanan.

Di depan rumah membentang tali-tali untuk menjemur pakaian. Namun siang itu tak ada pakaian yang digantung untuk dikering sehabis dicuci. Dua sepeda mo­tor parkir di teras rumah yang berada di sebelah kanan.

Anak-anak yang telah pu­lang dari sekolah tampak ber­main-main di lahan ini. Mereka masih mengenakan seragam SD. Beberapa ibu tampak menggen­dong bayi. Lainnya bersantai di depan rumah mereka.

Perkampungan ini berdiri di bekas lahan SD Negeri Menteng Dalam 05 dan 06, Tebet, Jakarta Selatan. Kedua sekolah telah dipindahkan lantaran kawasan ini kerap kebanjiran. Lahan kosong yang berstatus milik Pemprov DKI ini kemudian ditempati sejumlah orang.

Setelah bertahun-tahun dibiarkan dan menjadi perkampungan, kini si pemilik lahan akan me­manfaatkannya. Rencananya, Pemprov DKI akan mengubah lahan ini menjadi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).

Para penghuni lahan ini akan direlokasi ke Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Komarudin di Cakung, Jakarta Timur. Penghuni lahan ini ternyata pensiunan pegawai Pemprov DKI. Mereka sudah diberi tahu mengenai rencana penggusuran tempat tinggal mereka.

Abdul Jumadi, salah satu penghuni lahan mengatakan keputusan untuk menggunakan lahan ini sebagai RPTRA disam­paikan dalam pertemuan dengan Pemerintah Kota Jakarta Selatan. "Rapatnya Juni kemarin. Itu lah pertama kali kami tahu akan digusur," ungkapnya.

Meski sempat kaget dengan rencana ini, delapan kepala keluarga (KK) yang menghuni lahan ini terima jika rumahnya digusur. Sebab, mereka menem­pati lahan bukan miliknya.

Pada dekade 1990-an, mereka diperbolehkan menempati lahan milik Pemprov DKI ini atas seizin Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan. Saat itu, Iwan sudah mewanti-wantu mereka harus bersedia pindah jika lahan ini akan dimanfaatkan.

"Kami sejak awal sudah mengerti amanah dari almarhum (Iwan). Kami paham, jika keberadaan kami disini dalam rangka menjaga aset negara. Semua warga di sini sudah tahu sejak lama, akan tiba waktunya untuk digusur. Jadi tidak benar kalau dikatakan kami mau menguasai tanah ini," kata Jumadi yang menjabat Kepala SD Negeri Manggarai 01 Jakarta Selatan ini.

Meski tak menolak digusur, menurut Jumadi, para penghuni mempersoalkan rencana pem­bongkaran yang dipercepat. Saat rapat pertama diputuskan, pembongkaran akan dilakukan Oktober 2015. Namun dalam pertemuan berikutnya dimajukan jadi September. Pertemuan tera­khir pekan lalu malah pembong­karan akan dilakukan Agustus ini. Rapat ini dihadiri pihak Kelurahan Menteng Dalam setempat.

"Sebelumnya keberadaan kami tidak pernah dipermasalah­kan. Lalu di akhir Juli diberita­hukan akan digusur Agustus. Ini terlalu tiba-tiba," kata Jumadi yang pernah mengajar di SD Negeri 05 Menteng Dalam ini.

Dekat waktunya pembong­karan ini membuat penghuni kerepotan mempersiapkan pin­dahan. "Katanya sih nanti bakal ada mobil sampah yang ditugas­kan membantu kami pindahan. Tapi tetap saja waktunya terlalu mepet," kata dia.

Menurut Jumadi, saat ini para penghuni lahan belum memutus­kan apakah bersedia direlokasi ke Rusunawa Komarudin atau tidak. Alasannya, mereka kebera­tan jika menempati rusun dengan cara menyewa. Sebab, ekonomi mereka lemah. "Beda halnya jika kami diberikan Rusunami (Rumah Susun Sederhana Milikâ€"red)," imbuhnya.

Keberatan itu akan disam­paikan dalam rapat pekan ini. Mereka juga berharap ada solus­inya. "Sikap kami jelas, kami bersedia digusur. Hanya jangka waktunya jangan terlalu dekat. Lalu soal relokasi ke rusunawa mungkin layak dipertimbang­kan," tegas dia.

Pemprov DKI mulai mengin­ventarisir lahan-lahan miliknya. Rencananya lahan-lahan yang lama "nganggur" itu akan diubah menjadi ruang terbuka hijau maupun RPTRA.

Sayangnya, lahan-lahan ban­yak diduduki orang. Penghuni lahan akan diminta angkat kaki. Setelah kosong, lahan akan dibersihkan dari bangunan tem­pat tinggal untuk diubah menjadi ruang publik.

Rencananya, Pemprov DKI akan membangun 54 RPTRA di lahan nganggur miliknya. Fasilitas yang sama juga dibuat di halaman rusun yang tersebar di seluruh ibu kota, sehingga bisa dimanfaatkan penghuni tempat tinggal vertikal itu.

RPTRA akan dilengkapi sara­na bermain anak-anak. Bahkan ke depan akan dilengkapi dengan tempat layanan kesehatan, sarana pendidikan anak usia dini dan tempat olahraga bagi orang dewasa.

Untuk mempercepat pembangu­nan RPTRA, Pemprov DKI akan menggandeng perusahaan swasta melalui program CSR (corporate social responsibility).

Hingga Wafat Pinjaman Belum Lunas, Uang Pensiun Dipotong
Tak Punya Biaya Renovasi, Gadaikan SK PNS
 
Paini, janda mendiang Kasdu mengungkapkan awal kisah menempati lahan eks SD Negeri Menteng Dalam 05 dan 06. Ia adalah penghuni pertama tempat ini. Bersama sang suami, dia pin­dah ke tempat tersebut 1990. Saat itu Kasdu merupakan staf di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan.

"Waktu itu kami pindah ber­sama empat keluarga lainnya. Semuanya merupakan staf Suku Dinas Jaksel saat itu," tuturnya.

Dia mengatakan, orang-orang yang pindah ke lahan ini bukan atas suruhan Suku Dinas. Mereka menempati lahan ini atas kemauan sendiri lantaran tak punya tempat tinggal.

"Saat itu Kepala Dinas Pendidikan tidak menujuk orang tertentu. Dia hanya memberi arahan, bahwa mereka yang mau tinggal di tempat ini, harus sadar jika tempat tinggalnya bisa digu­sur kapan pun," ujar Paini.

Ibu empat anak ini menuturkan, ketika baru pindah, kondisi lahan eks SD ini sangat memprihatinkan. Semua bagian atap runtuh, sementara bagian dalam­nya berlumpur.

"Ilalang, dedaunan, dan sampah berserakan. Kondisinya saat itu lebih mirip bangunan terlan­tar di tengah hutan, dari pada bekas sekolahan," paparnya.

Paini dan Kasdu memutuskan melakukan renovasi secara ber­tahap. Dimulai dari mengeruk tanah di depan tempat tinggal kini hingga ke belakang. "Waktu itu sebetulnya kami tidak punya banyak uang," tuturnya.

Wanita yang telah dikaruniai enam orang cucu ini mencerita­kan, untuk mendapatkan biaya renovasi, suaminya menggadai­kan surat keputusan (SK) pen­gangkatannya sebagai PNS.

Dari hasil "menyekolahkan" SK tersebut, bisa dapat dana pin­jaman Rp 20 juta. "Uang terpakai untuk renovasi kecil-kecilan selama beberapa tahun, dan untuk kebutuhan hidup," kata Paini.

Uang yang tersisa lalu dihabis­kan untuk melakukan renovasi pada 2010 lalu. Renovasi terse­but dilakukan bersama-sama dengan 7 keluarga lainnya yang menghuni lahan ini.

Kenapa perlu menunggu 10 tahun untuk melakukan reno­vasi? Paini menjelaskan renovasi terakhir adalah mengganti atap. Ini baru bisa dilakukan setelah semua bangunan yang ditempati 8 KK sudah berdiri kokoh.

Hingga suaminya wafat, pin­jaman untuk renovasi ini belum lunas. Cicilan pinjmana dibayar dengan memotong uang pensiun suaminya.

"Uang hasil 'nyekolahin' SK itu belum bisa kami kembalikan semua, hingga saat ini. Sebab sampai hari ini, belum ada sum­ber penghasilan pengganti, pasca kepergian almarhum. Jadi untuk nyicil pinjaman ya pakai uang pensiun," ungkap dia.

Lantaran itu, Paini berharap Pemprov DKI mencari solusi jika ingin merelokasi mereka ke rusun sewa. Sebab, mereka masih punya beban pinjaman yang harus dicicil per bulannya.

"Kalau jadi dipindahin ke rusunawa, saya sih masih ber­harap bisa dapat uang kerohiman. Lumayan untuk meringankan beban," harapnya.

"Ada Suratnya, Kami Diminta Jaga Tanah Ini"
Penghuni Bilang Dapat Mandat

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akan mengusir delapan keluarga pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) yang menduduki lahan eks SD Negeri Menteng Dalam 05 dan 06 di Jalan Rasamala III RT03/13, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan. Lahan itu rencananya akan dibangun ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA).

"Kami akan usir. Jadi kan sekarang DKI lagi mencari aset-aset yang diduduki orang. Nah aset ini yang akan kami ambil alih di semua tempat," kata pria yang akrab disapa Ahok ini di Balai Kota, Jakarta.

Ahok mengatakan, para pensiunan PNS itu tidak akan diberikan uang kerahiman. Namun mereka akan dipin­dahkan ke rumah susun jika punya Kartu Tanda Penduduk (KTP) Jakarta.

"Kalau ada rumah dan KTP kasih rusun. Kalau enggak ya usir aja karena menduduki tanah negara," ucap bekas Bupati Belitung Timur ini.

Hal senada disampaikan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jakarta, Heru Budi Hartono. Ia men­gatakan, PNS itu akan diusir karena memakai aset milik DKI. "Kalau PNS pakai aset Pemda terus bangun tanpa izin, ya bongkar dong bangunan­nya," tandasnya.

Sementara itu, Camat Tebet, Mahludin mengatakan, ja­jaran Pemkot Jaksel sudah memberi sosialisasi terkait rencana pembangunan RPTRAdi lahan tersebut. "Setelah sosialisasi, mereka akan di­undang pekan depan di kantor Walikota Jaksel untuk pengun­dian rusun," kata dia.

Mahludin menegaskan, Pemprov DKI tidak menyediakan uang kerohiman kepada 8 KKtersebut. Namun akan mem­bantu kepindahan ke Rusun Komarudin dengan menggu­nakan truk Satpol PP.

"Adapun jika mereka tetap menolak ke luar dari lokasi, aparat akan memberi surat peringatan (SP) I dan SP II hingga pembongkaran paksa. Sebagai konsekuensinya," tandasnya.

Suwarto, salah satu pensiu­nan menjelaskan, mereka yang tinggal di lahan ini adalah be­kas guru SD Negeri Menteng Dalam 05 dan 06. Kedua seko­lah itu dipindahkan lantaran sering kebanjiran.

Tanah bekas SD itu kemudi­an menjadi kosong. Kemudian para guru pun meninggali tanah itu untuk menjaga dan mera­watnya. "Ini adalah amanat dari Dinas Pendidikan dulu waktu zaman Pak Sutiyoso. Ada suratnya, kami di sini adalah untuk merawat dan menjaga tanah ini," tuturnya.

Guru yang tinggal di sini awalnya hanya lima orang. Kemudian mereka membawa keluarganya dan berkembang men­jadi delapan keluarga. "Bahkan, kini beberapa orang sudah memiliki cucu dan masih tinggal di sini," tuturnya.

Selama ini, kata dia, ke­beradaan mereka di tanah itu tidak pernah dipermasalahan. Makanya dia bingung kenapa baru sekarang dipermasala­han. "Sejak Juni kemarin mulai ada ramai-ramai, padahal su­dah 25 tahun kami tinggal di sini. Kami semua warga DKI, punya KTP DKI," ujar bapak lima anak ini. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Jadi "Pengacara", Anies Ajak Publik Berjejaring di LinkedIn

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:09

Prabowo Tak Perlu Ganti Kapolri

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:05

Zaken Kabinet Prabowo Bakal Rekrut Profesional dari Parpol?

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:52

KPK Amankan Uang Lebih dari Rp10 Miliar dalam OTT di Kalsel

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:32

4 Boks Dokumen Disita Kejagung dari 5 Ruangan KLHK

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:23

Adi Prayitno: Sistem Pilkada Serentak Perlu Dievaluasi

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:00

Pemuda Katolik Sambut Baik Pengangkatan Uskup Bogor jadi Kardinal

Senin, 07 Oktober 2024 | 18:49

Andra Soni Janjikan Rp300 Juta per Desa Jika Jadi Gubernur Banten

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:45

Polda Metro Jaya Dalami Asal Puluhan Ribu Pil Ekstasi di PIK

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:21

Peringati Setahun Perang Gaza, Hizbullah Serang Kota Haifa Israel

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:18

Selengkapnya