Neneng menunggui anaknya yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Kecamatan (RSUK) Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Warimin, anak Neneng, sudah dua malam dirawat inap karena mengidap penyakit demam berdarah dengue (DBD).
"Alhamdulillah sudah baikan. Panasnya turun," ujar Neneng sambil mengusap kenÂing Warimin.
Wanita berjilbab itu menceritakan, awalnya tidak tahu kalau anaknya mengidap DBD. Sejumlah klinik dia datangi, namun selang empat hari, panas belum juga turun. Alhasil dia pun memutuskan untuk mendaÂtangi RSUK Pesanggrahan.
Walaupun berdomisili sebagai warga Kota Tangerang, Neneng beserta keluarganya tercatat sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang memiÂliki fasilitas kesehatan (faskes) di RSUK Pesanggrahan.
Neneng datang membawa anaknya pada Senin lalu di RSUK Pesanggrahan. Anak laki-lakinya itu diperiksa daÂhulu di unit gawat darurat. Saat itu, dokter menduga Warimin terserang DBD. Untuk memasÂtikan, Warimin menjalani uji laboratorium.
Sejak bertransformasi dari puskesmas menjadi Rumah Sakit Tipe D (RSUK) sejak emÂpat bulan lalu, fasilitas kesehatan di RSUK Pesanggrahan ditamÂbah. Kini rumah sakit berlantai empat itu memiliki ruangan laboratorium, rontgen, UGD, USG, hingga fisioterapi.
Usai uji laboratorium, dipasÂtikan Warimin terjangkit DBD. Hingga kini, lengan kanan anak lima tahun itu masih tersambung dengan selang infus berisi peÂnambah cairan tubuh. Kondisi Warimin kini berangsur memÂbaik. "Mudah-mudahan cepat sembuh dan pulang," harap Neneng.
Menurutnya, pelayanan di RSUK Pesanggrahan cukup baik dan kebutuhan obat juga baik. Mulai dari uji laboratorium, hingga perawatan rawat inap menggunakan infus, tersedia.
"Dan gratis karena kami ikut BPJS," kata Neneng.
Kisah berbeda dialami RA (26), warga Bintaro yang dirawat di RSUK Pesanggrahan karena juga kena DBD. Pasien harus membeli obat. Apotik tersedia di rumah sakit tipe D itu, tidak menyediakan obat yang diperÂlukan RA.
P (31), menceritakan istrinya sempat dirawat di sana selama seminggu karena penyakit deÂmam berdarah dengue (DBD) di RSUK Pesanggrahan. Selama dirawat di tempat ini, P harus bolak-balik untuk membeli obat dari luar.
"Obat untuk penyakit istri tidak tersedia di rumah sakit tersebut, jadi disarankan untuk beli di luar," ujarnya seperti dilansir media.
Ia tidak mengingat secara detail obat apa yang harus diÂbelinya. Namun, bagi dia biaya yang dikeluarkan cukup mahal yaitu mencapai Rp 2.327.000. Obat-obatan itu adalah untuk peÂnyakit DBD. P mengaku istrinya bukan peserta BPJS, sehingga biaya perawatan ditanggung sendiri keluarga. Selain obat, P juga harus membayar biaya rawat inap selama empat hari yakni mencapai Rp 750.000.
Kepala Seksi Pelayanan Medis RSUK Pesanggrahan, Putu Sunadi membenarkan pasien RA membeli obat di luar. Saat itu, kondisi pasien terus menurun keÂtika dirawat. Hasil laboratorium menunjukkan, trombosit pasien sangat rendah. Bahkan sudah meÂmasuki DBD grade 3-4. Pasien membutuhkan cairan koloid.
"Pasien sudah pendarahan," ujar wanita berseragam putih mirip pakaian dokter.
Mendapati kondisi pasien yang lemah, tim medis mendaÂtangi P, suami RA. Tim media memberitahukan stok cairan koloid tidak tersedia di rumah sakit ini. "Bukan stok (obat) habis, tapi memang tidak wajib ada di RS Tipe D," ungkapnya.
"Kita sarankan (pindah) ke RS Fatmawati tidak mau, akhirnya dia menyetujui mencari obat di luar dan tetap dirawat di sini," terangnya.
"Kita menyetujui dengan perÂjanjian hitam di atas putih," tambah Sunadi.
Alhasil, RA pun tetap dirawat di RSUK Pesanggrahan. Suami perlu bolak-balik membeli cairan koloid. Cairan tersebut cukup mahal, per kantungnya Rp 200 ribu.
Sunadi menyatakan biaya untuk menyediakan sendiri koloid itu tidak dikeluhkan pihak pasien. Bahkan, menurut keluarga pasien, biaya yang dikeluarkan dengan membeli obat di luar dan dirawat di RSUK Pesanggrahan jauh lebih murah jika harus pindah perawatan ke rumah sakit lain.
Tercatat, pasien total merogoh kocek Rp 2,3 juta untuk biaya pengobatan. Biaya itu, sudah termasuk biaya empat hari rawat inap dan seluruh pengobatan dari rumah sakit.
"Ke sini (RSUK Pesanggrahan) cuma bayar Rp 730 ribu, yang mahal koloidnya," akunya. Pasien mengeluarkan biaya untuk membeli cairan koloid di luar hingga Rp 1,5 juta.
Jika pasien mau pindah rumah sakit, katanya, RSUK Pesanggrahan telah menyediakan ambulance untuk mengantarkan ke rumah sakit yang tingkatnya lebih tinggi dan tersedia cairan koloid.
Kenapa RS Tipe D yang dikelola Pemprov DKI ini tidak menyediakan koloid? Menurut Sunadi, Dinas Kesehatan DKI ternyata tidak menyediakannya di RS tipe ini. Seluruh obat di rumah sakit tingkat kecamatan, didapat satu tahun sekali lewat lelang yang dilakukan Dinas.
"Medis seperti koloid itu ada di rumah sakit type B atau A," terangnya.
Sekalipun tidak tersedia cairan koloid di RSUK Pesanggrahan, Sunadi meminta masyarakat tidak perlu ragu membawa keÂluarganya yang terserang DBD untuk dirawat di sini. Pihaknya akan meminta bantuan RSUD Pasar Rebo untuk menyediakan cairan koloid. Jika pihaknya tidak mampu menangani, maka segera disediakan ambulance untuk dibawa ke rumah sakit pengampu (rujukan), RSUD Pasar Rebo.
Mengenai ketersediaan obat untuk penyakit lainnya, Sunadi menjamin stoknya aman hingga akhir tahun. Ribuan obat masih menumpuk di gudang yang berada di lantai tiga RSUK Pesanggrahan.
Rakyat Merdeka diperkenanÂkan memantau apotek RSUK Pesanggrahan yang berada di lanÂtai dasar bangunan empat lantai itu. Suasana apotek tidak ramai. Satu per satu pasien datang memÂbawa secarik kertas resep dokter untuk ditebus di apotek.
Sunadi menjelaskan RSUK Pesanggrahan menyediakan beragam obat dari obat thypus, infeksi paru-paru, penyakit saÂluran kencing hingga cairan infus.
Stok Obat Terbatas, Pasien Sakit Berat Dirujuk ke RSUD
Tidak hanya Rumah Sakit Umum Kecamatan (RSUK) Pesanggrahan, Jakarta Selatan saja yang mengalami ketersediaan obat khusus. Pegawai Tata Usaha RSUK Mampang, Ica Sumiarti mengatakan, sejak rumah sakit tipe D itu beroperasi empat bulan silam, pasokan obat-obatan di tempat itu terbatas.
"Iya memang sangat terbatas, karena masih dalam transisi. Anggaran untuk rumah sakit inikan belum ada," ujar Ica, kepada wartawan di Jakarta, Selasa lalu.
Ica menjelaskan, untuk ketersediaan obat pihaknya masih bergantung dengan bantuan puskesmas kecamatan, yang sudah pindah ke daerah Bangka, Jakarta Selatan.
Persediaan obat-obatan juga hasil bantuan dari Suku Dinas Kesehatan. Sekalipun keterbatasan obat, Ica menyatakan pihaknya masih bisa menangani pasien beroÂbat jalan maupun rawat inap.
Sementara, apoteker RSUK Mampang Santi Damayanti mengklaim stok obat-obatan yang ada masih cukup untuk pasien. Santi menjelaskan, jika pasien tidak bisa tertangani lantaran obatnya tidak tersedia, pasien bakal dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar.
"Yang biasanya banyak di sini itu sakit ISPA, diare, sakit maag, dan itu ada obatnya, ya memang selama ini kita masih dapat bantuan dari puskesmas," terang Santi.
Kondisi serupa juga terjadi di RSUK Kalideres, Jakarta Barat. Di rumah sakit tipe D itu, tidak menerima semua pengobatan. Pasien yang membutuhkan penÂgobatan khusus, akan dirujuk ke tingkat lebih tinggi yakni Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
Kepala Tata Usaha Rumah Sakit Kalideres Ramsidah Klara Haloho mengatakan, pihaknya hanya menyediakan beberapa fasilitas poli penyakit khusus.
"RS ini kan belum melayani keluhan berat, seperti tindakan operasi besar. Semua kebutuhan disesuaikan dengan banyaknya kebutuhan pasien. Kalau meÂmang obat itu khusus sangat diperlukan pasien, dokter merÂekomendasikan untuk diberikan rujukan ke rumah sakit umum daerah," kata Ramsidah kepada wartawan di Jakarta.
Pihaknya mengaku tak pernah kekurangan stok obat. Meskipun terjadi kebutuhan obat yang khusus, dokter akan langsung merujuk pasien ke RSUD. Ia seÂlalu membuat jadwal permintaan obat-obatan kepada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat sebeÂlum stok habis.
"Belum pernah ada laporan kekurangan obat. Dokter di sini memberikan resep sesuai dengan kebutuhan pasien dan memaksiÂmalkan stok obat yang tersedia di apotek," ujarnya.
RSUK Mampang, dan Kalideres merupakan dua di antara 15 Puskesmas Kecamatan yang terpilih menjadi RSU Tipe D. Pemprov DKI memperbanyak RSU Tipe D agar bisa mengurangi penumpukan pasien di RSUD atau RS lainnya.
RSUK Pesanggrahan Kini Sediakan Koloid Untuk Pasien DBD
Cairan koloid untuk menÂingkatkan trombosit darah pasien demam berdarah dengue (DBD) tidak tersedia di Rumah Sakit Umum Kecamatan (RSUK) Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Pasien rumah sakit tipe D itu perlu membeli obat dari luar.
Kepala Seksi Pelayanan Medis RSUK Pesanggrahan Putu Sunadi menjelaskan cairan koloid itu termasuk sebagai obat khusus. Rumah sakit tipe D seperti RSUK Pesanggrahan tidak mendapat jatah obat tersebut.
Menurut dia, jika pasien membutuhkan perawatan dengan obat khusus, pihaknya akan merujuk ke rumah sakit umum daerah terdekat RSUK Pesanggrahan, kata Sunadi, bisa menyediakan obat khusus seperti koloid dengan meminta bantuan RSUD Pasar Rebo.
"Obatnya itu kita pinjam, nggak tahu nanti hitungannya bagaimana. Kita beli dulu, atau dibayar setelahnya," katanya.
RSUK Pesanggrahan meÂmutuskan menyediakan cairan koloid untuk pasien DBD yang sudah tingkat 3 dan 4. Pada tingkat itu, jumlah trombosit pasien sudah merosot drastis.
Sunadi bersyukur bisa mendapatkan bantuan cairan koloid dari RSUD Pasar Rebo. Sebab pasien penderita DBD yang dirawat di RSUK Pesanggrahan cukup banyak.
Kemarin, ada seorang balita yang rawat inap karena DBD. Beruntung, pasien tidak memÂbutuhkan cairan koloid karena kadar trombositnya tidak terÂlalu rendah.
Sebelumnya, Direktur RSUK Pesanggrahan Endah Kartika menyatakan penambahan stok obat khusus segera didatangÂkan dari RSUD Pasar Rebo. "Menurut zona yang sudah dibagi, pengampu kita yaitu RSUD Pasar Rebo. Sehingga stok obat-obatan akan dibantu dari sana," ujar Endah.
Dikatakan Endah, pihaknya akan menambah stok obat-obatan, terutama untuk anÂtisipasi adanya pasien DBD yang mengalami penurunan trombosit signifikan.
"Memang dalam kasus DBD di Tipe D jarang terjadi, sehÂingga kemarin kita tidak ada stok. Ke depannya nanti akan kita stok obatnya bentuk cairan infus," jelasnya.
Dengan adanya stok obat tersebut, saat dalam kondisi seperti itu pasien tidak perlu diruÂjuk lagi ke rumah sakit dengan tipe yang lebih tinggi. "Kalau sudah ada ya tidak perlu kita rujuk ke RS tipe B," ucapnya.
Saat ini RSUK Pesanggrahan memiliki 50 tempat tidur untuk rawat inap pasien. Dengan dilengkapi UGD, fasilitas laboratorium, rontgen, USG, dan fisioterapi.
"Kalau bulan Juni saya pasien yang rawat inap 50 orang di luar dari bersalin. Sementara kalau yang berobat jalan tingkat kunjungan sehari antara 80 sampai 100 orang," ungkapnya. ***