Berita

ilustrasi/net

On The Spot

Keluarga Pasien Beli Di Luar, Rogoh Kocek Rp 1,5 Juta

Rumah Sakit Tipe D Tak Sediakan Obat DBD
KAMIS, 09 JULI 2015 | 09:57 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Neneng menunggui anaknya yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Kecamatan (RSUK) Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Warimin, anak Neneng, sudah dua malam dirawat inap karena mengidap penyakit demam berdarah dengue (DBD).

"Alhamdulillah sudah baikan. Panasnya turun," ujar Neneng sambil mengusap ken­ing Warimin.

Wanita berjilbab itu menceritakan, awalnya tidak tahu kalau anaknya mengidap DBD. Sejumlah klinik dia datangi, namun selang empat hari, panas belum juga turun. Alhasil dia pun memutuskan untuk menda­tangi RSUK Pesanggrahan.

Walaupun berdomisili sebagai warga Kota Tangerang, Neneng beserta keluarganya tercatat sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang memi­liki fasilitas kesehatan (faskes) di RSUK Pesanggrahan.

Neneng datang membawa anaknya pada Senin lalu di RSUK Pesanggrahan. Anak laki-lakinya itu diperiksa da­hulu di unit gawat darurat. Saat itu, dokter menduga Warimin terserang DBD. Untuk memas­tikan, Warimin menjalani uji laboratorium.

Sejak bertransformasi dari puskesmas menjadi Rumah Sakit Tipe D (RSUK) sejak em­pat bulan lalu, fasilitas kesehatan di RSUK Pesanggrahan ditam­bah. Kini rumah sakit berlantai empat itu memiliki ruangan laboratorium, rontgen, UGD, USG, hingga fisioterapi.

Usai uji laboratorium, dipas­tikan Warimin terjangkit DBD. Hingga kini, lengan kanan anak lima tahun itu masih tersambung dengan selang infus berisi pe­nambah cairan tubuh. Kondisi Warimin kini berangsur mem­baik. "Mudah-mudahan cepat sembuh dan pulang," harap Neneng.

Menurutnya, pelayanan di RSUK Pesanggrahan cukup baik dan kebutuhan obat juga baik. Mulai dari uji laboratorium, hingga perawatan rawat inap menggunakan infus, tersedia.

"Dan gratis karena kami ikut BPJS," kata Neneng.

Kisah berbeda dialami RA (26), warga Bintaro yang dirawat di RSUK Pesanggrahan karena juga kena DBD. Pasien harus membeli obat. Apotik tersedia di rumah sakit tipe D itu, tidak menyediakan obat yang diper­lukan RA.

P (31), menceritakan istrinya sempat dirawat di sana selama seminggu karena penyakit de­mam berdarah dengue (DBD) di RSUK Pesanggrahan. Selama dirawat di tempat ini, P harus bolak-balik untuk membeli obat dari luar.

"Obat untuk penyakit istri tidak tersedia di rumah sakit tersebut, jadi disarankan untuk beli di luar," ujarnya seperti dilansir media.

Ia tidak mengingat secara detail obat apa yang harus di­belinya. Namun, bagi dia biaya yang dikeluarkan cukup mahal yaitu mencapai Rp 2.327.000. Obat-obatan itu adalah untuk pe­nyakit DBD. P mengaku istrinya bukan peserta BPJS, sehingga biaya perawatan ditanggung sendiri keluarga. Selain obat, P juga harus membayar biaya rawat inap selama empat hari yakni mencapai Rp 750.000.

Kepala Seksi Pelayanan Medis RSUK Pesanggrahan, Putu Sunadi membenarkan pasien RA membeli obat di luar. Saat itu, kondisi pasien terus menurun ke­tika dirawat. Hasil laboratorium menunjukkan, trombosit pasien sangat rendah. Bahkan sudah me­masuki DBD grade 3-4. Pasien membutuhkan cairan koloid.

"Pasien sudah pendarahan," ujar wanita berseragam putih mirip pakaian dokter.

Mendapati kondisi pasien yang lemah, tim medis menda­tangi P, suami RA. Tim media memberitahukan stok cairan koloid tidak tersedia di rumah sakit ini. "Bukan stok (obat) habis, tapi memang tidak wajib ada di RS Tipe D," ungkapnya.

"Kita sarankan (pindah) ke RS Fatmawati tidak mau, akhirnya dia menyetujui mencari obat di luar dan tetap dirawat di sini," terangnya.

"Kita menyetujui dengan per­janjian hitam di atas putih," tambah Sunadi.

Alhasil, RA pun tetap dirawat di RSUK Pesanggrahan. Suami perlu bolak-balik membeli cairan koloid. Cairan tersebut cukup mahal, per kantungnya Rp 200 ribu.

Sunadi menyatakan biaya untuk menyediakan sendiri koloid itu tidak dikeluhkan pihak pasien. Bahkan, menurut keluarga pasien, biaya yang dikeluarkan dengan membeli obat di luar dan dirawat di RSUK Pesanggrahan jauh lebih murah jika harus pindah perawatan ke rumah sakit lain.

Tercatat, pasien total merogoh kocek Rp 2,3 juta untuk biaya pengobatan. Biaya itu, sudah termasuk biaya empat hari rawat inap dan seluruh pengobatan dari rumah sakit.

"Ke sini (RSUK Pesanggrahan) cuma bayar Rp 730 ribu, yang mahal koloidnya," akunya. Pasien mengeluarkan biaya untuk membeli cairan koloid di luar hingga Rp 1,5 juta.

Jika pasien mau pindah rumah sakit, katanya, RSUK Pesanggrahan telah menyediakan ambulance untuk mengantarkan ke rumah sakit yang tingkatnya lebih tinggi dan tersedia cairan koloid.

Kenapa RS Tipe D yang dikelola Pemprov DKI ini tidak menyediakan koloid? Menurut Sunadi, Dinas Kesehatan DKI ternyata tidak menyediakannya di RS tipe ini. Seluruh obat di rumah sakit tingkat kecamatan, didapat satu tahun sekali lewat lelang yang dilakukan Dinas.

"Medis seperti koloid itu ada di rumah sakit type B atau A," terangnya.

Sekalipun tidak tersedia cairan koloid di RSUK Pesanggrahan, Sunadi meminta masyarakat tidak perlu ragu membawa ke­luarganya yang terserang DBD untuk dirawat di sini. Pihaknya akan meminta bantuan RSUD Pasar Rebo untuk menyediakan cairan koloid. Jika pihaknya tidak mampu menangani, maka segera disediakan ambulance untuk dibawa ke rumah sakit pengampu (rujukan), RSUD Pasar Rebo.

Mengenai ketersediaan obat untuk penyakit lainnya, Sunadi menjamin stoknya aman hingga akhir tahun. Ribuan obat masih menumpuk di gudang yang berada di lantai tiga RSUK Pesanggrahan.

Rakyat Merdeka diperkenan­kan memantau apotek RSUK Pesanggrahan yang berada di lan­tai dasar bangunan empat lantai itu. Suasana apotek tidak ramai. Satu per satu pasien datang mem­bawa secarik kertas resep dokter untuk ditebus di apotek.

Sunadi menjelaskan RSUK Pesanggrahan menyediakan beragam obat dari obat thypus, infeksi paru-paru, penyakit sa­luran kencing hingga cairan infus.

Stok Obat Terbatas, Pasien Sakit Berat Dirujuk ke RSUD

Tidak hanya Rumah Sakit Umum Kecamatan (RSUK) Pesanggrahan, Jakarta Selatan saja yang mengalami ketersediaan obat khusus. Pegawai Tata Usaha RSUK Mampang, Ica Sumiarti mengatakan, sejak rumah sakit tipe D itu beroperasi empat bulan silam, pasokan obat-obatan di tempat itu terbatas.

"Iya memang sangat terbatas, karena masih dalam transisi. Anggaran untuk rumah sakit inikan belum ada," ujar Ica, kepada wartawan di Jakarta, Selasa lalu.

Ica menjelaskan, untuk ketersediaan obat pihaknya masih bergantung dengan bantuan puskesmas kecamatan, yang sudah pindah ke daerah Bangka, Jakarta Selatan.

Persediaan obat-obatan juga hasil bantuan dari Suku Dinas Kesehatan. Sekalipun keterbatasan obat, Ica menyatakan pihaknya masih bisa menangani pasien bero­bat jalan maupun rawat inap.

Sementara, apoteker RSUK Mampang Santi Damayanti mengklaim stok obat-obatan yang ada masih cukup untuk pasien. Santi menjelaskan, jika pasien tidak bisa tertangani lantaran obatnya tidak tersedia, pasien bakal dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar.

"Yang biasanya banyak di sini itu sakit ISPA, diare, sakit maag, dan itu ada obatnya, ya memang selama ini kita masih dapat bantuan dari puskesmas," terang Santi.

Kondisi serupa juga terjadi di RSUK Kalideres, Jakarta Barat. Di rumah sakit tipe D itu, tidak menerima semua pengobatan. Pasien yang membutuhkan pen­gobatan khusus, akan dirujuk ke tingkat lebih tinggi yakni Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

Kepala Tata Usaha Rumah Sakit Kalideres Ramsidah Klara Haloho mengatakan, pihaknya hanya menyediakan beberapa fasilitas poli penyakit khusus.

"RS ini kan belum melayani keluhan berat, seperti tindakan operasi besar. Semua kebutuhan disesuaikan dengan banyaknya kebutuhan pasien. Kalau me­mang obat itu khusus sangat diperlukan pasien, dokter mer­ekomendasikan untuk diberikan rujukan ke rumah sakit umum daerah," kata Ramsidah kepada wartawan di Jakarta.

Pihaknya mengaku tak pernah kekurangan stok obat. Meskipun terjadi kebutuhan obat yang khusus, dokter akan langsung merujuk pasien ke RSUD. Ia se­lalu membuat jadwal permintaan obat-obatan kepada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat sebe­lum stok habis.

"Belum pernah ada laporan kekurangan obat. Dokter di sini memberikan resep sesuai dengan kebutuhan pasien dan memaksi­malkan stok obat yang tersedia di apotek," ujarnya.

RSUK Mampang, dan Kalideres merupakan dua di antara 15 Puskesmas Kecamatan yang terpilih menjadi RSU Tipe D. Pemprov DKI memperbanyak RSU Tipe D agar bisa mengurangi penumpukan pasien di RSUD atau RS lainnya.

RSUK Pesanggrahan Kini Sediakan Koloid Untuk Pasien DBD

Cairan koloid untuk men­ingkatkan trombosit darah pasien demam berdarah dengue (DBD) tidak tersedia di Rumah Sakit Umum Kecamatan (RSUK) Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Pasien rumah sakit tipe D itu perlu membeli obat dari luar.

Kepala Seksi Pelayanan Medis RSUK Pesanggrahan Putu Sunadi menjelaskan cairan koloid itu termasuk sebagai obat khusus. Rumah sakit tipe D seperti RSUK Pesanggrahan tidak mendapat jatah obat tersebut.

Menurut dia, jika pasien membutuhkan perawatan dengan obat khusus, pihaknya akan merujuk ke rumah sakit umum daerah terdekat RSUK Pesanggrahan, kata Sunadi, bisa menyediakan obat khusus seperti koloid dengan meminta bantuan RSUD Pasar Rebo.

"Obatnya itu kita pinjam, nggak tahu nanti hitungannya bagaimana. Kita beli dulu, atau dibayar setelahnya," katanya.

RSUK Pesanggrahan me­mutuskan menyediakan cairan koloid untuk pasien DBD yang sudah tingkat 3 dan 4. Pada tingkat itu, jumlah trombosit pasien sudah merosot drastis.

Sunadi bersyukur bisa mendapatkan bantuan cairan koloid dari RSUD Pasar Rebo. Sebab pasien penderita DBD yang dirawat di RSUK Pesanggrahan cukup banyak.

Kemarin, ada seorang balita yang rawat inap karena DBD. Beruntung, pasien tidak mem­butuhkan cairan koloid karena kadar trombositnya tidak ter­lalu rendah.

Sebelumnya, Direktur RSUK Pesanggrahan Endah Kartika menyatakan penambahan stok obat khusus segera didatang­kan dari RSUD Pasar Rebo. "Menurut zona yang sudah dibagi, pengampu kita yaitu RSUD Pasar Rebo. Sehingga stok obat-obatan akan dibantu dari sana," ujar Endah.

Dikatakan Endah, pihaknya akan menambah stok obat-obatan, terutama untuk an­tisipasi adanya pasien DBD yang mengalami penurunan trombosit signifikan.

"Memang dalam kasus DBD di Tipe D jarang terjadi, seh­ingga kemarin kita tidak ada stok. Ke depannya nanti akan kita stok obatnya bentuk cairan infus," jelasnya.

Dengan adanya stok obat tersebut, saat dalam kondisi seperti itu pasien tidak perlu diru­juk lagi ke rumah sakit dengan tipe yang lebih tinggi. "Kalau sudah ada ya tidak perlu kita rujuk ke RS tipe B," ucapnya.

Saat ini RSUK Pesanggrahan memiliki 50 tempat tidur untuk rawat inap pasien. Dengan dilengkapi UGD, fasilitas laboratorium, rontgen, USG, dan fisioterapi.

"Kalau bulan Juni saya pasien yang rawat inap 50 orang di luar dari bersalin. Sementara kalau yang berobat jalan tingkat kunjungan sehari antara 80 sampai 100 orang," ungkapnya. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Jadi "Pengacara", Anies Ajak Publik Berjejaring di LinkedIn

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:09

Prabowo Tak Perlu Ganti Kapolri

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:05

Zaken Kabinet Prabowo Bakal Rekrut Profesional dari Parpol?

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:52

KPK Amankan Uang Lebih dari Rp10 Miliar dalam OTT di Kalsel

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:32

4 Boks Dokumen Disita Kejagung dari 5 Ruangan KLHK

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:23

Adi Prayitno: Sistem Pilkada Serentak Perlu Dievaluasi

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:00

Pemuda Katolik Sambut Baik Pengangkatan Uskup Bogor jadi Kardinal

Senin, 07 Oktober 2024 | 18:49

Andra Soni Janjikan Rp300 Juta per Desa Jika Jadi Gubernur Banten

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:45

Polda Metro Jaya Dalami Asal Puluhan Ribu Pil Ekstasi di PIK

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:21

Peringati Setahun Perang Gaza, Hizbullah Serang Kota Haifa Israel

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:18

Selengkapnya