Puluhan warga berbondong-bondong ke rusun Jatinegara Barat. Mereka berjalan kaki dari tempat tinggal di Kampung Pulo, Kampung Melayu, Jakarta Timur. Ada juga yang naik sepeda motor. Kemarin, merupakan jadwal pembagian kunci unit di hunian vertikal ini. Tanpa dikomando, warga langsung menuju kantor pengelola rusun di lantai dua.
Fauzi datang bersama istrinya. Puluhan tahun tinggal di banÂtaran kali Ciliwung, keluarganya mendapat jatah satu unit bernoÂmor 1406 di To wer B. "Minggu lalu sudah diundi, dapatnya di lantai 14," kata Fauzi tak sabar mengambil kunci unit itu.
Melewati pintu kaca kantor pengelola rusun, dia langsung menghadap meja yang ditunggui petugas. Fauzi lalu menyodorÂkan kupon hasil undian yang mencantumkan namanya dan nomor KTP-nya, kepada petugas di meja pendaftaran. Petugas itu lalu menyerahkan selembar kertas fotokopian tanda terima kunci unit.
Dalam lembar tanda terima itu ada dua potongan. Satu potong untuk Fauzi. Satu lagi dipegang petugas. "Nanti tanda terima ini ditempel di depan rumah lama ya Pak, untuk didata," ujar petugas pria yang melayani Fauzi.
Mengira proses pendaftaran sudah seleksi, Fauzi hendak meninggalkan kantor pengelola rusun. Namun seorang petugas memanggilnya untuk mengisi daftar warga yang sudah melakuÂkan pendaftaran.
Usai mengisi absensi, Fauzi diarahkan menuju ke meja paling kanan. Ada tiga karung kunci di meja ini. Semuanya sudah diberi label sesuai nomor unit.
Fauzi pun menerima satu ikat kunci berlabel 1406. Dalam satu ikat itu ada empat kunci. Yakni kunci pintu depan, kunci dua pintu kamar, dan satu kunci pintu ke balkon.
Dengan wajah sumringah, Fauzi dan istrinya meninggalÂkan kantor pengelola rusun. Ia tak sabar ingin melihat tempat tinggalnya yang baru. Keduanya menuju lift untuk naik ke lantai 14. Ada dua lift untuk naik-turun orang.
Fauzi memencet tombol unÂtuk ke atas kedua lift. Namun lampu di tombol untuk naik tak menyala. "Kok nggak bisa ya," herannya.
Dua orang teknisi rusun berseragam biru menghampiri Fauzinya. Ia meminta maaf bahwa kedua lift belum difungsikan. "Mari saya antar naik lift barang," ajak teknisi petugas pria itu.
Lift barang berada di pojok kiri tower ini. Lorong menuju lift baÂrang masih gelap. Lampu-lampu di langit-langit sudah dipasang namun belum dinyalakan. Di langit-langit lorong ini juga telah terpasang CCTV dan detektor asap. "Permisi-permisi," ceÂloteh istri Fauzi ketika melewati lorong yang gelap.
Bersama dua orang teknis, Fauzi bersama istri memasuki lift barang. Angka 14 ditekan petuÂgas teknisi. Tower B memiliki 16 lantai. Setiap lantai terkoneksi dengan dua lift orang, lift barang dan tangga darurat.
"Ting." Lift barang berhenti di lantai yang dituju. Wajah Fauzi sumringah keluar dari lift. Tapi istrinya tidak. Pasalnya, lorong gelap kembali menyambut merÂeka. Lampu-lampu lorong di lanÂtai ini juga belum dinyalakan.
Menyusuri lorong selebar 1,5 meter terlihat unit-unit dideÂsain mirip kamar-kamar hotel. Nomor unit dipasang di dinding di samping pintu. Posisi unit yang akan dihuni Fauzi dan keluarganya tak jauh dari lift barang.
Kunci-kunci yang baru diteriÂmanya dicoba untuk membuka pintu. Namun pintu tak mau terbuka. Teknisi yang mendampÂingi Fauzi turun tangan.
"Klek," pintu pun terbuka dengan sekali putar. "Saya tingÂgal dulu ya pak," ujar teknisi itu kepada Fauzi dan istrinya.
Wajah pasangan suami-istri ini pun langsung sumringah melihat dalam unit selebar lima meter ini. Kondisi baik meski berdebu karena belum ditempati. Langit-langitnya tanpa plafon sudah dilengkapi detektor asap dan instalasi pemadam kebakaran.
Di sisi kanan pintu tersedia sebuah wastafel dengan sebuah kotak grase trap atau pelepas lemak, untuk mencegah saluran air mampet karena sisa makanan yang berminyak. Lantainya suÂdah dilapisi keramik putih.
Di setiap unit tersedia dua kaÂmar tidur, sebuah kamar mandi dan balkon untuk menjemur pakaian. Fauzi dan istrinya tamÂpak puas dengan fasilitas yang disediakan untuk mereka.
Topik pembicaraan berikutnya pasang ini adalah uang sewa unit ini. Saat ditawari tinggal di rusun, Fauzi diberitahu bahwa uang sewanya Rp 300 ribu per bulan. "Segitu belum biaya air, listrik dan keamanan," kata Fauzi. Bekerja sebagai karyawan swasta, Fauzi mampu membayar biaya-biaya itu.
Puas melihat-lihat, Fauzi dan sang istri mengunci unit rusun dan kembali ke lorong lift baÂrang. Tiba di lantai dasar, Fauzi mengatakan segera mengemasi barang-barangnya di rumah laÂmanya diangkut ke rusun ini.
Hingga sore kemarin, tercatat 49 kepala keluarga telah mengambil kunci. Lebih dari 500 kepala keluarga di tiga RW di Kampung Pulo tercatat sebagai penerima unit di rusun ini. Kediaman mereka yang berada di bantaran Kali Ciliwung akan digusur untuk proyek normalisasi sungai yang membelah Jakarta ini. Setiap musim hujan, kawasan ini selalu terendam air.
Normalisasi sudah berlangÂsung sejak tahun lalu. Diawali dengan menggusur toko-toko yang berada di pinggir Kali Ciliwung di Jalan Jatinegara Barat. Di lahan bekas pertokoan itu kini telah ditanggul, sehingga tak bisa mendirikan bangunan di atasnya.
Sayid Ali, selaku Kepala Unit Pengelola Rusun Wilayah III Dinas Perumahan dan Pembangunan Gedung DKI Jakarta menyatakan Kamis keÂmarin merupakan hari pertama pengambilan kunci unit rusun.
Menurutnya, setiap kepala keluarga yang mendapat unit di rusun ini sudah melalui seleksi ketat. Salah satu syaratnya, memiliki KTP DKI Jakarta, dan bermukim di RW di Kampung Pulo yang akan digusur.
"Sebelumnya ada peta bidang untuk penataan Kali Ciliwung Kampung Pulo di RW 1-3," ujar Sayid saat ditemui di rusun Jatinegara Barat kemarin.
Menurutnya, warga Kampung Pulo cukup antusias menempati unit di rusun ini. Ia tak memperÂmasalahkan aksi protes warga yang menolak menempati rusun Jatinegara Barat lantaran belum mendapat ganti-rugi lahan tempat mereka yang akan digusur.
Satu Rumah Yang Digusur Diganti Satu Unit RusunNormalisasi Kali Ciliwung"Kampung Pulo sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Jangan pandang kami sebelah mata." Spanduk bertuliskan itu dibentangkan di atas mulut gang RW 03 Kampung Pulo. Mulut gang itu menghadap Jalan Jatinegara Barat, Kampung Melayu, Jakarta Timur.
Entah siapa yang memasang spanduk itu. Tak lama lagi, 500 kepala keluarga yang menÂdiami bantaran Kali Ciliwung di kawasan itu akan direlokasi ke rusun Jatinegara Barat.
Rabu lalu, beberapa orang menggelar unjuk rasa memÂblokir Jalan Jatinegara Barat. Mereka memblokade warga yang hendak masuk ke rusun Jatinegara Barat.
"Yang menjadi tuntutan warga ialah, Jokowi waktu jadi gubernur bilang mau dibayar, tapi saat rapat nggak sama sekali dibayar. Kami minta Ahok membayar ganti rugi. Ini spontan dari hati warga Kampung Pulo," ujar Karto, pengurus RT 16 RW 03 saat unjuk rasa di depan rusun.
Seorang petugas keamanan rusun mengungkapkan warga memblokade pintu masuk rusun. Ia membisikkan warga sebenarnya tidak menolak direlokasi ke rusun ini, asal mendapat uang kompensasi.
"Saya juga warga Kampung Pulo," bisik pria berseragam biru yang enggan menyebutÂkan namanya itu.
Dia mengungkapkan warÂga Kampung Pulo bukanlah warga pendatang yang baru menempati kawasan ini. Ada yang sudah lintas generasi mendiami kawasan di pinggir Kali Ciliwung ini. Warga menempati rumah secara turun temurun.
Ada rumah yang dihuni satu keluarga besar. Ketika direÂlokasi ke rusun, merekahanya dijatah satu unit.
"Satu rumah ada tiga sampai empat kepala keluarga. Saya aja nggak dapat rusun, buat saudara saya," katanya. Sebab itu, warga meminta uang kompensasi untuk diberikan kepada keluarga yang tidak mendapat unit di rusun.
Fauzi, warga RT 13, RW 01, Kampung Pulo mengatakan peÂmerintah pernah berjanji untuk memberikan uang kompensasi kepada warga yang digusur. Besarnya 25 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan bangunan yang mereka temÂpati. "Katanya sampai kandang ayam juga dibayarin," katanya.
"Rumah orang tua saya luasÂnya 100 meter, sekarang harga per meternya sekitar Rp 2,5 juta. Kita berharap ada kompensasi untuk modal hidup di rusun," katanya seraya menyebutkan setiap tahun keluarganya memÂbayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 350 ribu.
Meski sudah berkeluarga, Fauzi masih tinggal bersama orangtuanya. Unit di rusun Jatinegara Barat yang didaÂpatnya akan dihuni bersama orangtuanya.
"Yang repot kalau satu rumah ada lima keluarga. Nggak akan muat di rusun," katanya. ***