Bus Kramat Djati jurusan Palembang, berhenti di sebelah kiri pintu keluar Terminal Rawamangun, Jakarta Timur. Melihat bus datang, beberapa petugas bergegas ke pinggir jalan, menghentikan arus lalu lintas. Sambil menahan kendaraan lainnya, petugas terminal meminta sang sopir memundurkan bus untuk masuk terminal.
Sang sopir langsung memutar setir ke kiri, dan mengarahkan bus mundur ke kanan. Baru mundur beberapa meter, sopir membalikkan setir ke arah berÂlawanan, dan memajukan bus. Butuh beberapa kali bus itu maju-mundur. Sebab jalan dua arah itu memang tidak besar. Masing-masing hanya terdiri dari 2 lajur.
Setelah tampak lurus dengan pintu keluar terminal, bus tersebut berjalan pelan, masuk ke jalur nomor 3. Sang sopir kemudian menghentikan kendaraannya, di samping temÂpat penumpang menunggu.
Sepuluh menit berselang, sebuah bus Angkutan antar Kota dan Antar Provinsi (AKAP) lainnya tiba. Sama seperti bus Kramat Djati tadi, kendaraan tersebut juga berhenti di depan pintu keluar terminal. Sang sopir kemudian melakukan gerakan seperti yang dilakukan sopir bus Kramat Djati, dan memarkirkan kendaraannya di depan bus yang lebih dulu tiba. Hal serupa dilakukan oleh bus-bus yang datang selanjutnya.
Saat ini bagian belakang Terminal Rawamangun meÂmang menjadi tempat keluar - masuk bus. Bus AKAP belum bisa menggunakan pintu depan, karena jalurnya terlalu sempit. Di pintu depan, ada 2 jalur yang sebetulnya telah disediakan. Jalur ini memiliki lebar sekitar 3 meter. Masalahnya adalah ketika melewati kolong gedung. Pada titik itu jalur tersebut berbelok ke kanan cukup tajam, menanÂjak, dan menyempit. Kondisi ini menyulitkan bus besar berÂmanuver. Beberapa bus yang nekat mencoba lewat, mendapat lecet di bagian samping, akibat bergesekan dengan tembok di pinggir jalur.
Penyebabnya adalah keÂberadaan kantor Suku Dinas (Sudin) Perhubungan Jakarta Timur. Jalur yang seharusnya lurus terpaksa dibelokan untuk menghindari gedung itu. Karena penyebab yang sama, satu jalur lainnya belum bisa dilalui. Jalur tersebut buntu, pembangunannya belum bisa diselesaikan, karena terhalang kantor Sudin.
Rencananya, kantor Sudin akan dibongkar agar Terminal Rawamangun yang direnovasi menghabiskan dana Rp 47 miliar itu bisa berfungsi normal.
Sampai hari ini, gedung setÂinggi tiga lantai tersebut, dikeÂtahui masih ditempati pegawai Sudin Perhubungan. Hal itu terpantau dari suara mesin Air Conditioner (AC) untuk lantai 2 dan 3, yang masih terdengar menyala. Namun hanya sebagian pegawai yang masih berada di tempat tersebut. "Sebagian besar sudah pindah, tapi saya tidak tahu kemana," imbuh Johan, petugas parkir Terminal Rawamangun.
Johan menyatakan, sebagian besar barang-barang milik Sudin Perhubungan diketahui sudah dipindahkan. Pemindahan terseÂbut dilakukan sejak 27 Mei 2015. Barang-barang tersebut, kata dia, dipindahkan menggunakan mobil bak terbuka. "Terakhir pindahan itu Sabtu pagi. Tapi sampai saat ini barang-barangÂnya juga masih ada yang tertingÂgal. Setahu saya, mereka diberi batas waktu sampai 3 Juni 2015, untuk pindahan," katanya.
Bus yang akan mengangkut penumpang terpaksa parkir di jalur keluar terminal, dan di pinggir jalan yang berada di luar Terminal Rawamangun. Sebab, bagian dalam terminal yang seharusnya bisa menjadi tempat parkir, masih ditempati kendaraan dinas milik Suku Dinas (Sudin) Perhubungan Jakarta Timur.
"Tapi untuk sekarang belum biÂsa. Soalnya masih banyak kendÂaraan Suku Dinas Perhubungan," ujar Johan.
Dari pantauan
Rakyat Merdeka, memang masih banyak kendaraan dinas milik Sudin di bagian tengah terminal. Pada bagian kanan lahan, tampak dua mobil derek yang diparkir paralel. Kemudian di sebelah kiri terminal, masih terparkir beÂberapa kendaraan dinas Dishub, seperti dua mobil derek, dan sedan bersirine. Semua kendÂaraan tersebut, kata dia, belum dipindahkan lantaran proses pindahan Sudin Perhubungan belum selesai. "Nanti tanggal 3 kali dipindahkan semua. Jadi sementara bus parkir di jalur," kata dia.
Jalur yang ia maksud adaÂlah jalan menuju pintu keluÂar terminal. Ada 5 jalur yang menjadi akses keluar Terminal Rawamangun. Jalur 2 dan 3 selalu diusahakan untuk kosong, karena menjadi jalan keluar angkutan dalam kota (angkot), dan bus dalam kota lainnya. Kemudian jalur nomor 5 yang berada di pojok kiri terminal, digunakan penumpang untuk menunggu bus. Sebab jalur tersebut terlalu kecil untuk disÂinggahi bus AKAP. Jalur 5 itu ukurannya berkurang, karena sebelah kiri terminal dijadikan tempat parkir motor, dan loket penjualan tiket. "Hanya jalur 1 dan 4, yang digunakan untuk parkir bus," jelas dia.
Menurut dia, tidak semua bus yang parkir di jalur tersebut. Hanya bus yang khusus menÂgangkat penumpang di terminal tersebut, yang parkir di tempat itu. "Parkirnya nanti bergantian. Lalu untuk mencegah penumÂpukan, bus yang mau masuk diatur," kata dia.
Aturan yang dimaksud adalah bus hanya bisa masuk apabila sudah dekat waktu keberangÂkatan, yaitu 1-2 jam sebelum keberangkatan. Lalu pihak penÂgelola juga membuat antrean bus, berdasarkan jadwal. Bus yang dijadwalkan berangkat lebih dulu, diatur untuk berada di depan. Hal tersebut dilakukan mengingat keterbatasan lahanÂnya di terminal tersebut. "Jadi yang dijadwalkan berangkat, bisa langsung jalan," jelas dia.
Bus yang hanya mengambil sedikit penumpang di terminal itu, pasti memarkirkan kendÂaraannya di pinggir jalan. Sebab mereka hanya sebentar di tempat tersebut. "Kalau yang cuma ngambil 6-7 penumpang sih, ngetem di luar. Nggak sampai setengah jam juga, mereka sudah berangkat lagi," tuturnya.
Dia menyebutkan, keterÂbatasan lahan ini menimbulkan kemacetan di wilayah tersebut. Terutama saat malam hari, diÂmana sedikitnya ada 30 bus yang mampir ke tempat tersebut. Karena tidak ada tempat, kata dia, bus yang tersisa terpaksa parkir sepanjang jalanan yang berada di depan terminal itu.
"Maka dari itu saya berharap, agar pembangunan terminal tersebut cepat rampung. Biar bus bisa parkir di dalam Kasihan melihat setiap hari pengendara teganggu. Apalagi kalau akhir pekan," pungkasnya.
Konsultan dan Kontraktor Tak Ikuti Rancangan ArsitekJalur Masuk Terminal BengkokGubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dibuat kesal karena jalur masuk bus di Terminal Rawamangun baru terhalang kantor Sudin Perhubungan Jaktim. Ahok bahkan sempat menyatakan, akan menggugat konsultan renovasi terminal.
"Bus enggak bisa masuk, ini apa-apaan. Konsultan keenaÂkan enggak pernah digugat. Pengawasan juga konsultan, Dishub jawabnya semua konsultan," ujar Ahok kesal.
Ahok menyalahkan sepenuhnya kepada konsultan pembangunan terminal, meskipun Dinas Perhubungan juga ikut dalam proyek tersebut. "Saya bilang sama Dishub harusnya kamu gugat konsultan. Dugaan awal konsultan enggak komÂpeten masa enggak ngerti ukuran bus. Dishub enggak nguaÂsain makanya dikasih sewa konsultan," tegas dia.
Kepala Bagian Pelayanan Hukum Biro Hukum DKI Jakarta, Solafide Sihite mengatÂakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akhirnya memutuskan akan membongkar gedung Kantor Sudin Perhubungan Jaktim. Dengan langkah tersebut diharapkan bangunan Terminal Rawamangun dapat difungsikan secara normal.
"Bahwa memang konsepÂnya untuk perencanaan awal (terminalnya) itu memang bisa langsung jalan ketika mau dibangun. Tetapi, kantor Sudin Jakarta Timurnya suÂdah dibongkar. Jadi memang dirobohkan karena fungsi ini yang terhalang kan karena gedung," kata dia.
Dia mengaku belum bisa memperkirakan, kapan pemÂbongkaran dapat dilakukan. Pemprov DKI, kata dia, hanya mentargetkan pembongkaran dapat dilakukan secepatnya.
"Kami sih targetnya secepatnya. Karena kalau mau nyelesain masalah, itu memang harus dirobohkan. Baru tidak ada masalah," tukasnya.
Staf Teknik PT Indosakti Pancadipo Paragraha, Alfan menyatakan, masalah tersebut terjadi karena jalur yang ada saat ini tidak sesuai desain awal. "Jalur masuk seharusnya lurus, bukan berbelok seperti saat ini," ujarnya di kantornya, Jalan Pondok Betung Raya, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan.
PT Indosakti adalah konsulÂtan pemenang lelang proyek perencanaan atau Detailed Engineering Design (DED). Lelang itu diadakan pada 3 Juni 2013. Desain jalan yang dibuat PT Indosakti sendiri berbentuk lurus dengan lebar 3,5 meter.
Namun, pada kenyataannya jalur masuk terminal berbelok alias melenceng dari desain awal. Hal itu disebabkan kanÂtor Sudin Perhubungan Jakarta Timur di dekat pintu masuk, yang seharusnya dibongkar, masih berdiri.
"Kami enggak tahu kenapa gedung itu belum dibongkar, karena itu bukan ranah kita. Yang jelas, rencana awalnya memang lurus, tapi terpaksa belok karena masih ada gedung Sudin," tuturnya.
Alfan mengatakan, pihaknya cuma bertugas melakukan perencanaan revitalisasi, sedangkan pihak pelaksana bukan merÂeka. "Setelah kita buat DED, tugas kita selesai. Selanjutnya, kontraktor yang melaksanakan pembangunan berdasarkan desain DED," kata dia.
Putra, karyawan yang berÂtugas sebagai draftment PT Indosakti, juga menyatakan hal yang sama. Menurut dia, jalur masuk Terminal Rawamangun memang tidak bisa dibuat bengkok. "Kalau belok memang agak sulit untuk bus bisa masuk," ujar lelaki yang bertugas menggamÂbar desain proyek tersebut.
Dalam gambar yang diÂtunjukkan Putra, terdapat 3 desain bangunan Terminal Rawamangun. Gambar pertama adalah perencanaan awal yang tanpa ada bangunan Sudin, sehingga jalur masuk bus berÂbentuk lurus. Desain kedua, penyesuaian desain bangunan, karena ada gedung Sudin yang belum dibongkar.
Dalam gambar ini jalur bus ada yang ditutup, dan ada yang dibelokkan. Desain ini yang terealisasi sekarang dan bermasalah karena tak bisa diÂlalui bus. Gambar ketiga yang ditunjukkan yakni gabungan gambar 1 dan 2 dengan arsiran pada gedung Sudin yang belum diruntuhkan.
"Desain awalnya memang lurus, karena terhalang gedung Sudin jadinya dibelokin. Kalau dibelokin itu kalau menurut saya juga nggak bisa dari arsiteknya pun kalau belum clear area itu nggak bisa," tegasnya. ***