Berita

ilustrasi/net

On The Spot

Disegel Tapi Masih Boleh Menempati

Puluhan Unit di Rusun Marunda Diperjualbelikan
JUMAT, 29 MEI 2015 | 10:34 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Segel merah bertuliskan unit dalam penguasaan Dinas Perumahaan Pemprov DKI Jakarta, ditempel di kaca depan unit 203, Blok B Kerapu, Rumah Susun (Rusun) Marunda, Jakarta Utara. Meskipun berstatus disegel, unit itu terlihat masih dihuni.
 
 Di bagian depan pintunya, tergeletak sepasang sandal jepit penghuni unit ini. Mengetuk pintu dan mengucap salam, seorang wanita menggendong balita membuka seperempat pintu. "Ini disegel karena belum serahkan KTP dan KK," ujar wanita yang enggan menyebut­kan namanya itu.

Secara singkat, wanita muda dan berambut lurus tersebut me­nyatakan segel tersebut dipasang Dinas Perumahan DKIJakarta Minggu lalu. "Dikasih waktu dua minggu untuk melengkapi surat," ketus wanita itu sembari menutup pintu.

Sebelumnya, Minggu (24/5), ratusan personel Dinas Perumahan dan Gedung Pemda, satpol PP, Dinas Dukcapil DKIJakarta dibantu aparat kepoli­sian menggelar razia di Rusun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Hasilnya, sebanyak 30 unit rusun disegel. "Saya dapat laporan waktu hari Jumat (22/5), masih ada penghuni yang coba jual unit rusun," kata Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama.

Untuk mencegah jual-beli unit Rusun Marunda, para penghuni diminta menyerahkan KTP dan Kartu Keluarga (KK) lama untuk ditukar dengan KTP dan KK baru dengan alamat domisili di rusun ini.

Menurut Basuki, ada 200 pen­ghuni yang menolak membuat kartu pengenal dengan alamat rusun. Mereka dicurigai hanya sementara tinggal di sini untuk dikemudian dialihkan ke orang lain atau dijual.

Pemantauan Rakyat Merdeka di Blok Kerapu, semakin sore semakin ramai. Sedangkan ibu rumah tangga, keluar sekadar untuk ngobrol dengan tetangga.

Di lantai dua blok ini terli­hat ada dua unit yang disegel. Sri, penghuni unit nomor 218 mengamini adanya sidak di rusun. Sejumlah unit pun dis­egel. "Yang digembok juga ada. Malahan ada yang segelnya udah dicopot lagi," katanya.

Ada dua unit yang disegel di dekat tempat tinggal perempuan berkerudung ini. Sri tak tahu siapa penghuni unit yang disegel itu. "Nggak kenal," akunya.

Sri hanya kenal penghuni rusun yang berasal satu daerah dengannya. Perempuan ini men­gaku sebelumnya direlokasi dari Kalibaru, Cilincing. Selama dua tahun tinggal di sini, dia men­gaku hanya kenal penghuni yang juga berasal dari Kalibaru.

Sri tak menaruh curiga ter­hadap para penghuni yang tak dikenalnya hingga dilakukan penyegelan Minggu lalu. Ia tak tahu jika ada praktik jual-beli unit di tempat ini.

Saat razia, unit yang ditempati Sri sempat didatangi petugas. Petugas menanyakan identi­tas Sri dan sejarah menem­pati rusun ini. Sri menunjukkan KTP dengan alamat rusun dan menceritakan tinggal di sini setelah direlokasi dari Kalibaru. Dianggap penghuni resmi, unit yang ditempatinya tak diusuk

Rusun Marunda diperuntuk­kan bagi warga yang terkena gusuran proyek pemerintah seperti normalisasi Waduk Pluit dan Kalibaru, Cilincing. Mereka kemudian direlokasi ke Rusun Marunda.

Merekan menempati rusun dengan sistem sewa. Sri, misal­nya. Setiap bulan ia dikenakan biaya sewa Rp 128 ribu. Itu be­lum termasuk iuran kebersihan, air, dan listrik. Tarif sewanya murah karena disubsidi pemer­intah.

Pengurus RT Cluster A, Blok 1, Rusun Marunda, Aris Munandar mengungkapkan, pemerintah menyegel beberapa unit rusun yang kosong. "Rusun yang kosong digembok. Padahal, namanya tercatat dalam data pemerintah," kata Aris.

Aris menjelaskan dalam surat perjanjian penghuni bisa men­empati rusun selama dua tahun. Setelah itu perjanjian bisa diper­panjang. Kenyataannya, banyak unit yang tidak ditempati.

"Sangat disayangkan, ketika ada penghuni yang tercatat na­mun tak ada di tempat. Padahal di Unit Pelayanan Teknis (UPT) banyak berkas orang yang antre untuk masuk ke dalam rusun," ujarnya.

Sementara, Milla, ibu RT Cluster B, Blok 2, mengatakan, unit rusun bisa dipindahtan­gankan. Namun pengalihan itu harus dilakukan sesuai prosedur. Warga yang ingin menempati rusun mendaftar di UPT. Jika disetujui, penghuni baru itu bisa mendaftarkan diri di RT setempat.

"Kalau ada persetujuan dari UPT bisa langsung lapor ke RT bawa surat nikah, Kartu Keluarga dan KTP," tutup Milla. Penghuni baru itu akan dibuat­kan kartu identitas baru dengan alamat di rusun ini. Juga dibuat­kan rekening dan kartu ATM Bank DKIuntuk pembayaran sewa rusun.

Tipu Ratusan Orang, Calo Rusun Ditangkap
 
Tahun lalu, polisi menangkap orang yang diduga memperjual­belikan unit di Rusun Marunda. Pelaku menawarkan unit kepada ratusan orang. Para korban dim­inta menyetor uang jutaan rupiah untuk panjar.

"Sudah ada sebanyak 200 warga menjadi korbannya," kata Kepala Kepolisian Sektor Cilincing, Komisaris Edi Purnawan pada Oktober 2014.

Menurut Edi, 200 orang kor­ban ini dijanjikan akan diberi surat perjanjian penghunian di Blok C3 dan C4 Rusun Marunda. Namun, setelah para korban membayar, rusun tak kunjung di dapat.

Selain itu, polisi yang mengecek kepada pihak rusun juga mendapati bahwa dua blok terse­but telah penuh dihuni warga. "Blok C3 dan C4 sudah terisi penuh oleh warga Muara Baru yang menjadi korban banjir," ujar Edi.

Pihak kepolisian menaksir to­tal aksi kejahatan kedua pelaku, mencapai ratusan juta rupiah. Sebab, dua pelaku mematok biaya Rp 350.000 sampai Rp 6 juta per orang, untuk aksinya.

"Apabila ditotalkan mencapai sekitar Rp 300 juta," ujar Edi.

Dua pelakunya yakni Ahyadri (45) dan Rio Jambormias (34) kini meringkuk di balik sel tahanan Mapolsek Cilincing. Dua pelaku dapat diringkus dari lapo­ran warga yang resah dengan ulah keduanya. Keduanya dike­tahui menawarkan jasa untuk mendapatkan hunian di rusun namun hanya fiktif belaka.

Belum lama, Juariah (50), war­ga RT 03/13, Kelurahan Lagoa, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, menjadi korban modus serupa. "Saya sih percaya saja waktu ada yang menyanggupi untuk membantu. Soalnya, nggak pa­ham cara mengurusnya. Giliran prosesnya bermasalah, uang yang sudah dikasih malah susah diminta lagi," ujar Juariah.

Kasus tersebut bermula dari keinginan Juariah untuk menempati salah satu cluster di rusu­nawa tersebut. Ditemani seorang rekannya, dia bertemu kenalan yang mengaku bisa mengurus proses penempatan di rusun.

Namun, oleh kenalan tersebut, Juariah justru dikenalkan denga seseorang yang mengaku peng­huni cluster B blok 11 lantai 5.

Juariah diminta membayarkan sejumlah uang yang disebut uang muka. "Saya diminta meny­etorkan uang sebesar Rp 6 juta. Tetapi nyicil, bayar panjarnya dulu, Rp 1,5 juta," kata dia.

Juariah pun mencicil guna melunasi uang sewa rusun hingga lunas. Namun kunci rusun yang dijanjikan tak kunjung diberikan.

Beberapa bulan kemudian, dia diberikan kunci unit rusunawa beserta surat penjanjian sewa (SP) unit rusun di lantai 4 blok 4 cluster A.

Setelah memastikan biaya administrasi dan kunci rusun, dia beserta suami dan keempat anaknya akhirnya memutuskan pindah ke hunian baru mereka.

Nahas, saat hendak mendaftar ke pihak RT/RW setempat, Juariah dan suaminya ditolak. Alasannya, SP milik korban tidak sesuai dengan SP pemilik sebelumnya yang diketahui bernama Afliana Serawati Mesakih (31).

Merasa ditipu, Juariah men­coba menanyakan hal itu ke calo yang membawa pergi uangnya. Namun tak dibalas. Akibat per­istiwa tersebut, dia kehilangan uangnya Rp 6 juta.

"Setiap mau saya tagih, orang­nya ngelak terus. Mau lapor polisi, bukti kuitansi pembayaran enggak punya," ujarnya.

Warga Eks Kalibaru Belum Dapat Surat Kontrak Huni Rusun
Sudah 2 Tahun Direlokasi
 

Mulai Januari 2015, pembayaran sewa unit Rusun Marunda lewat Bank DKI. Namun belum semua penghuni dibuat­kan rekening bank itu. Padahal, mereka sudah menyerahkan berbagai dokumen yang diper­lukan untuk pembuatannya, kepada pengelola rusun.

Beberapa penghuni tak bisa membayar sewa. Mereka dito­lak ketika hendak membayar lewat teller Bank DKI. Alasan pihak bank, mereka belum punya rekening pembayaran sewa rusun.

Seperti yang dialami Sri, penghuni unit 218 di Blok B Kerapu. Ia adalah warga eks Kalibaru yang direlokasi ke rusun ini dua tahun silam. Perempuan berkerudung ini telah memiliki kartu identitas dengan alamat rusun ini.

Namun Sri belum dibuatkan rekening dan kartu ATM un­tuk pembayaran sewa rusun. Selama ini proses pembayaran sewa dilakukan secara konven­sional: datang ke kantor pen­gelola rusun dengan membawa uang tunai.

Sri pernah mencoba mem­bayar di teller di bank DKI. Namun ditolak. "Mau bayar nggak bisa," katanya.

Terhitung sejak bulan itu, Sri tak bisa membayar sewa. Ia sempat ketar-ketir ketika ada sidak Minggu lalu. Petugas sempat mendatangi unit yang ditempatinya. Karena dianggap penghuni resmi, unitnya tak dis­egel meski dia belum membayar selama beberapa bulan.

"Banyak yang kayak saya. Tolong dong prosesnya diper­cepat," harap Sri.

Ia takut diusir tiba-tiba kar­ena dianggap tak mau bayar sewa. Apalagi dia berencana berencana mudik lebaran ke Jawa Timur.

"Jangan sampai kita balik ke Jakarta sudah digembok," ujarnya cemas.

Amburadulnya administrasi penghuni di Rusun Marunda ini juga terlihat dari belum diserahkannya Surat Perjanjian (SP) huni rusun kepada warga yang direlokasi sejak lama.

Beberapa unit di Blok B Kerapu sudah ditempeli fotokopi SP di jendelanya. Tujuannya agar petugas mudah mencocokkan identitas peng­huni dengan di surat perjanjian jika sewaktu-waktu dilakukan pemeriksaan.

Di Blok B Kerapu, masih ada 32 unit yang belum menda­pat SP. Salah satunya yang dihuni Sri. "Saya belum dapat SP," katanya.

Tanpa memegang SP, ia khawatir dianggap penghuni tak resmidan sewaktu-waktu bisa diusir dari rusun ini.

"Tidur tak nyenyak, makan pun tak nikmat," akunya.

Sri berharap pengelola rusun segera mengeluarkan SP untuk unit yang dihuninya. "Jangan sampai penghuni yang taat administrasi justru dirugikan karena lambat pengelola mem­prosesnya," harapnya. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Jadi "Pengacara", Anies Ajak Publik Berjejaring di LinkedIn

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:09

Prabowo Tak Perlu Ganti Kapolri

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:05

Zaken Kabinet Prabowo Bakal Rekrut Profesional dari Parpol?

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:52

KPK Amankan Uang Lebih dari Rp10 Miliar dalam OTT di Kalsel

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:32

4 Boks Dokumen Disita Kejagung dari 5 Ruangan KLHK

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:23

Adi Prayitno: Sistem Pilkada Serentak Perlu Dievaluasi

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:00

Pemuda Katolik Sambut Baik Pengangkatan Uskup Bogor jadi Kardinal

Senin, 07 Oktober 2024 | 18:49

Andra Soni Janjikan Rp300 Juta per Desa Jika Jadi Gubernur Banten

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:45

Polda Metro Jaya Dalami Asal Puluhan Ribu Pil Ekstasi di PIK

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:21

Peringati Setahun Perang Gaza, Hizbullah Serang Kota Haifa Israel

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:18

Selengkapnya