Berita

Anggota Bali Nine yang akan dieksekusi pada gelombang dua

On The Spot

Mau Jenguk Terpidana Mati, Kuasa Hukum Pun Digeledah

Jelang Eksekusi, Pengamanan Nusakambangan Diperketat
SENIN, 09 MARET 2015 | 10:09 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Menjelang pelaksanaan eksekusi terpidana mati, pengamanan di Nusakambangan diperketat. Hanya mereka yang memiliki izin khusus bisa ke pulau lembaga pemasyarakatan (lapas) itu.

Ini juga berlaku bagi para kuasa hukum para terpidana mati. Mereka harus melewati berbagai prosedur untuk bisa menemui kliennya akhir pekan lalu. Sekitar pukul 08.30 sejumlah pengacara itu telah tiba di Dermaga Wijaya Pura. Petugas penjaga dermaga langsung menolak kuasa hukum tersebut menyeberang masuk ke Nusakambangan. Padahal, sehari sebelumnya (5/3) mereka dijanjikan untuk bisa masuk.

Para kuasa hukum itu lalu menghubungi Kepala Kejari (Kajari) Cilacap Eduard Kaban. Kaban meminta menunggu. Tak dapat kapan bisa menyeberang, para kuasa hukum menghubungi Kepala Lapas Besi Yudi Suseno. Namun, Yudi menyrankan kuasa hukum menemui Kajari Cilacap terlebih dulu.

Sekitar pukul 11.00 para kuasa hukum masih berupaya menghubungi sejumlah orang. Akhirnya, setengah jam kemudian, mereka mendapat titik terang. Ada orang yang akan menjemput dari Lapas Besi. Mereka mendapat izin un­tuk masuk.

Tidak berapa lama, beberapa perwakilan dari Kedubes Australia datang. Perwakilan kedubes itu ikut masuk ke Nusakambangan. Beberapa terpidana mati yang dieksekusi adalah warga negara Australia. Kelompok yang disebut Bali Nine itu tertangkap ketika berusaha menyelundupkan narkoba ke Indonesia.

Petugas Lapas Besi tiba di dermaga. Mereka mengajak para kuasa hukum menyeberang. Menggunakan kapal kayu ber­mesin, dalam sepuluh menit rombongan petugas lapas dan kuasa hukum menginjakkan kaki di pulau yang dipisahkan Selat Segara Anakan tersebut.

Menggunakan dua mobil mi­lik lapas, rombongan meluncur ke Lapas Besi. Hutan semak be­lukar terlihat di awal perjalanan. Setelah itu tampak kompleks lapas terbuka yang cukup sepi. Sepanjang perjalanan, tidak tam­pak orang yang hilir mudik.

Setelah melewati beberapa lapas, dalam 15 menit rombongan tiba di Lapas Besi. Posisi Lapas Besi cukup tinggi. Lapas Besi adalah tempat isolasi bagi terpidana mati sebelum dieksekusi. Petugas lapas segera membukakan pintu begitu rombongan tiba.

Tanpa basa-basi mereka mem­inta tamu digeledah. Tidak terke­cuali seorang perempuan, yang menjadi perwakilan Kedutaan Besar (Kedubes) Australia. Setelah digeledah, pukul 11.40 rombongan diarahkan ke pos penjaga berukuran sekitar 6 x 3 meter persegi yang berada di tengah lapas. Ruangan tersebut terbagi dua, yaitu satu ruangan ke­cil dan satu ruangan agak besar.

Di ruangan itu tampak tiga sosok lelaki yang sedang duduk. Mereka adalah anggota sindikat Bali Nine, Andrew Chan danMyuran Sukumaran, serta Raheem Agbaje. Ketiganya ter­pidana mati yang masuk daftar eksekusi gelombang kedua.

Andrew memakai topi dan mengenakan kostum sebuah klub basket berwarna hitam dan celana pendek gelap. Di sampingnya, Myuran memakai kaus hijau army dan celana panjang putih. Di hadapan mereka duduk le­laki berkulit hitam Raheem yang mengenakan kaus tim nasional Brasil dan bercelana jins.

Andrew dan Myuran sama sekali tidak tampak panik atau gusar. Dengan senyum tipis, keduanya menyambut para kuasa hukum dan perwakilan Kedubes Australia. Keduanya menjabat tangan semua kuasa hukum. Raheem juga tampak sangat tenang. Mukanya menunjukkan bahwa dia sangat siap dengan kondisi apa pun, termasuk ek­sekusi mati.

Lantaran pos penjaga itu penuh sesak, akhirnya rombon­gan kedubes dan para terpidana mati pindah ke ruang pembi­naan. Jaraknya sekitar 20 meter dari pos jaga. Saat itu Raheem bersama kuasa hukumnya tam­pak bercengkerama. "Terima kasih sudah datang berkunjung. Pasti sangat sulit dan jauh untuk ke lapas ini," ujar Raheem.

Kuasa hukum Raheem, Utomo Karim mengatakan, ada salam dari kekasih Raheem, Angela. Tidak berapa lama mereka larut dalam pembicaraan. Di ruang lainnya, Andrew dan Myuran sedang mengobrol dengan per­wakilan Kedubes Australia. Andrew dan Myuran tampak begitu ramah. Sesekali mereka tertawa sangat lepas.

Andrew terlihat begitu riang, sedangkan Myuran tak banyak bicara. Penampilan Andrew yang lengannya dipenuhi tato terlihat seperti seniman. Di ten­gah pembicaraan, dia membuka topi memperlihatkan rambutnya yang cukup panjang terurai. Dia terlihat sedikit kepanasan dan menggunakan topinya untuk mengipas-kipas.

Tidak berapa lama, tampak seorang perempuan tua berka­camata yang membawa be­berapa bungkusan plastik besar berwarna putih masuk ke ru­ang pembinaan. Perempuan itu ternyata membagikan nasi dan minuman. "Ini nasi bungkus. Hanya ini yang bisa didapat di sekitar Lapas Besi," ujarnya kepada Andrew dan Myuran.

Langsung saja keduanya menerima nasi bungkus tersebut. Di dalam nasi bungkus itu ada tempe dan sepotong ayam. "Ayo makan," ujar Andrew sambil menaikkan nasi bungkusnya tanda mengajak santap siang.

Dengan lahap mereka mema­kan nasi bungkus tersebut sem­bari sesekali mengobrol. Myuran yang juga makan nasi bungkus yang sama tampak lebih cepat menghabiskan makanannya. Beberapa saat kemudian Myuran kembali mengambil sebuah nasi bungkus. "Saya mau nambah," ucapnya sembari terkekeh.

Tidak lama kemudian mereka membicarakan hal yang cukup serius. Namun, pembicaraan itu sangat pelan, sehingga tidak ter­dengar meski dari jarak kurang dari 1,5 meter. Seorang rohani­wan yang juga berada di tempat yang sama sempat berceletuk kepada sipir yang melewati ru­angan tersebut. "Saya mau minta dilukis sama mereka. Mereka jago melukis," ujarnya.

Jarum jam menunjuk pu­kul 14.30. Andrew dan Myuran tampak tidak lagi membicara­kan sesuatu dengan perwakilan kedubes. Namun, petugas pen­jara tampak sudah bersiap-siap membatasi waktu kunjungan.

Myuran mengatakan sangat senang dipindah ke Lapas Besi. "Sepertinya menyenangkan di si­ni," ungkapnya sembari melam­baikan tangan ke Andrew. Salah seorang perwakilan kedubes lalu kembali mengajak ngobrol Andrew.

Saat ditanya soal pesannya ke­pada pemerintah dan masyarakat Indonesia, Myuran langsung mengernyitkan dahi.

"Aku tidak (mau) bicara soal itu," ucapnya.

Sebelum Sidang Diminta Berdoa Dipandu Pastor
Mary Jane Ajukan PK

Mary Jane Fiesta Veloso, 30, warga Filipina, merupakan satu di antara 10 terpidana mati yang menunggu eksekusi di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Tak seperti terpidana mati lainnya yang dieksekusi pada gelombang dua ini, Mary belum dipindah ke Lapas Besi Nusa Kambangan.

Lapas Besi adalah tempat isolasi sebelum terpidana mati dieksekusi. Mary belum dip­indah karena masih menjalani sidang peninjauan kembali (PK) kasusnya di Pengadilan Negeri Sleman.

Terpidana mati kasus penye­lundupan 2,61 kilogram heroin itu tidak bisa menyembunyikan rasa gelisahnya. Selama sidang lanjutan PK yang digelar di Pengadilan Negeri Sleman, Daerah Istimewa Jogjakarta, akhir pekan lalu, Mary Jane lebih sering tertunduk.

Entah apa yang dipikirkan. Bisa jadi, dia gelisah karena memikirkan hari H eksekusi matinya yang semakin dekat. Sebab, bila pengajuan PK-nya ditolak hakim, eksekusi tinggal menunggu waktu.

Dari wajahnya, terlihat Mary tidak terlalu paham dengan arah sidang yang berlangsung. Sebab, sidang menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan terpidana adalah warga Filipina yang tidak pernah belajar ba­hasa Indonesia. Mary mengaku hanya bisa mengerti bahasa Indonesia sedikit-sedikit.

Hal itu juga tampak saat Ketua Majelis Hakim Marliyus SH meminta rohaniwan Pastor Bernhard Kieser memandu Mary untuk berdoa sebelum sidang. Saat itu, terpidana perem­puan yang mengenakan kemeja bercorak garis-garis dan celana jins biru tersebut diminta me­nirukan kata-kata Kieser dalam bahasa Indonesia.

Tetapi, tidak semua kali­mat Kieser bisa disimak serta ditirukan dengan baik dan lancar oleh Mary. Hanya, saat Kieser mengatakan, Tuhan, ampunilah kesalahan kami, Mary cukup lancar menirukan lantas terisak.

Saat berdoa pun, dia (Mary) sulit menangkap maknanya. "Dia kesulitan berkomunikasi," ungkap Kieser setelah memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang.

Kejaksaan Agung menya­takan PK tidak bisa meng­hambat pelaksanaan eksekusi. Sejumlah kalangan menilai para terpidana mati kasus narkoba mengajukan PK agar ter­hindar dari eksekusi. Sejumlah terpidana mati kasus ini telah mengajukan PK, namun dito­lak. Mereka pun harus men­jalani vonis yang dijatuhkan kepada mereka. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Muhibah ke Vietnam dan Singapura

Selasa, 08 Oktober 2024 | 05:21

Telkom Investasi Kesehatan Lewat Bantuan Sanitasi Air Bersih

Selasa, 08 Oktober 2024 | 04:35

Produk Olahan Bandeng Mampu Datangkan Omzet Puluhan Juta

Selasa, 08 Oktober 2024 | 04:15

Puluhan Anggota OPM di Intan Jaya Kembali ke NKRI

Selasa, 08 Oktober 2024 | 03:55

70 Hakim PN Surabaya Mulai Lakukan Aksi Mogok

Selasa, 08 Oktober 2024 | 03:30

Gotong Royong TNI dan Rakyat

Selasa, 08 Oktober 2024 | 03:15

Pemerintahan Jokowi Setengah Hati Bahas Kesejahteraan Hakim

Selasa, 08 Oktober 2024 | 02:50

Perkuat Digitalisasi Maritim, TelkomGroup Hadirkan Satelit Merah Putih 2

Selasa, 08 Oktober 2024 | 02:20

Prabowo Harus Naikan Gaji Hakim Demi Integritas dan Profesionalitas

Selasa, 08 Oktober 2024 | 01:55

Tertangkap, Nonton Perayaan HUT ke-79 TNI Sambil Nyopet HP

Selasa, 08 Oktober 2024 | 01:35

Selengkapnya