Pasangan suami-istri duduk memelas di sofa Kantor Urusan Haji Indonesia Daerah Kerja Mekkah. Mengenakan pakaian ihram, keduanya ditemukan petugas berada di luar Masjidil Haram pada Sabtu dini hari. Kebingungan tak tahu arah kembali ke penginapan.
Pasangan ini tidak mengÂguÂnaÂkan atribut yang biasa dikeÂnaÂkan jamaah haji: gelang identitas. Di gelang ini tercantum nama, noÂmor paspor, asal kloter dan emÂbarÂkasi. Mereka hanya mengaÂlungi kartu identitas yang dibuat perÂusahaan yang memÂberangÂkatÂkan mereka ke Tanah Suci.
Curiga mereka jamaah haji non kuota, petugas Dakker Mekkah pun menginterogasi keduanya. KeÂpada petugas, pasangan ini mengeluarkan Rp 80 juta per orang untuk bisa berangkat haji. PaÂsangan ini percaya karena ditaÂwari seorang pemuka agama di daerahnya. Prosesnya hanya enam bulan.
Padahal, jika lewat jalur resmi, jamaah perlu menunggu lama untuk bisa berangkat haji. Begitu pula untuk haji khusus, kebeÂrangÂkatannya paling cepat 2 tahun sejak mendaftar. Pasangan ini tak tahu mereka bukan jamaah haji resmi asal Indonesia.
Diantar petugas, pasangan ini mencoba-coba mengingatkan peÂngiÂnapannya. Ternyata pengiÂnapannya berada di dalam gang. Untuk memasuki penginapan harus melewati lorong kecil. LoÂrong itu menuju kamar-kamar pengiÂnapan.
Bau kotoran langsung menuÂsuk hidung ketika menyusuri loÂrong. Sebuah tangga diletakkan di dinding lorong ini. Kamar temÂpat jamaah menginap tak berÂpinÂtu. Kain putih dibentangkan seÂbagai penutup kamar.
Satu kamar diisi delapan temÂpat tidur. Posisi tempat tidur saÂling berdempetan. Hanya ada kiÂpas angin untuk mengusir geÂrah. Dinding kamar dipenuhi pakaian yang digantungkan berjejer di tali plastik.
Fasilitas kamar mandi hanya ada satu. Itu pun di luar kamar. KaÂmar mandinya pun terlihat tak bersih.
Di tempat ini tinggal 18 jamaah haji non kuota. Mereka diberangÂkatÂkan dari Bandara Juanda. NaÂmun tak langsung menuju Arab Saudi. Mereka beberapa kali ganti pesawat yakni di Singapura dan Abu Dhabi, Uni Emirat Arab sebelum tiba di Jeddah. Tak ada pemÂbimbing haji maupun petugas kesehatan yang menÂdamÂpingi selama perjalanan.
Mendarat di Jeddah, mereka diangkut bus kecil ke tempat peÂnginapan. Melihat kondisi tempat penginapan, para jamaah menyeÂbutÂnya, “Seperti penampungan.†BahÂkan kondisi rumah mereka di Tanah Air lebih bagus dari tempat ini.
Melihat tayangan pemberitaan di televisi dan media sosial, seÂjumlah haji non kuota itu mengeÂnakan identitas yang dikalungkan di leher dengan tulisan PT ArroÂyan Tour and Travel.
Rakyat MerÂdeka menelusuri melalui jejaring internet, tidak ditemukan alamat yang jelas di mana perusahaan travel tersebut. Yang ada PT ArrayÂyan Utama, yang beralamat di Jalan Balikpapan Raya Nomor 11 A, Jakarta Pusat.
Rakyat Merdeka sempat meÂnyambangi kantor itu kemarin. Pintu kantor yang terbuat dari kaca hitam tertutup rapat. Di parÂkiran terdapat tiga motor matic yang berjajar rapi.
Yanto, satpam showroom tak jauh dari kantor Arrayyan mengÂungÂkapkan, sebelumnya kantor terÂsebut cukup ramai. Banyak calon jamaah yang datang. “SeÂkarang sepi mungkin karena suÂdah pada berangkat, dan belum ada yang mau daftar lagi,†ujar pria paruh baya tersebut.
Seorang pria berusia sekitar 40 tahunan duduk di depan komÂpuÂter. Ia menyebut namanya SuÂwarÂdi Taryadi, staf Arrayyan. Kata dia, kantor tersebut sedang sepi karena beberapa pegawai sedang pergi untuk mendampingi para jaÂmaah yang menjadi klien mereka.
Staf yang tinggal di kantor saat ini hanya tinggal tiga orang, terÂmasuk dirinya. “Di kantor ini ada tujuh orang. Tapi mayoritas seÂdang pergi ke Arab untuk memÂbanÂtu jalannya proses haji dari pihak kami,†ujarnya.
Menurut dia, kantor sepi kareÂna belum jamaah haji khusus baru yang mendaftar. Daftar tunggu haji khusus sudah cukup panjang. Jika mendaftar sekarang, paling cepat berangkat pada tahun 2021. Suwardi mengatakan perusaÂhaÂanya hanya memberangkatkan dua kloter setiap kali musim haji. “Tiga puluh orang per kloter,†ujarnya.
Suwardi rupanya sudah menÂdengar kabar mengenai haji non kuota yang menggunakan idenÂtitas travel, mirip dengan nama perusahaannya. Dia tentu merasa dirugikan. Sebab selam 17 tahun beroperasi, Arrayyan Tour tidak pernah mengirimkan jamaah haji non kuota, selain yang khusus. “Saya agak menyesalkan. Karena nama kami banyak dibicarakan justru bukan hal bagusnya. Saya banyak dapet telepon dari jemaah yang mengantri gara-gara itu,†jelas dia.
Bahkan, obrolan dengan RakÂyat Merdeka pun sempat terÂpoÂtong beberapa kali karena seÂjumlah jamaah menanyakan keÂpasÂtian keberangkatan haji. RuÂpanya ada yang khawatir, mereka jadi korban haji non kuota.
Suwardi menegaskan sejak berÂdiri tahun 1997, perusahaan ini hanya memberangkatkan haji khusus.
Menurut dia, pihak yang diÂduga memberangkatkan jaÂmaah non kuota itu adalah yayasan yang memiliki nama sama deÂngan perusahaannya. Nama perÂusahaan tempatnya bekerja PT Arrayan Utama yang lebih dikenal sebagai Arrayyan Tour.
Sedangkan travel yang diduga memberangkatkan haji non kuota, namanya PT Arroyan Tour and Travel. Memang agak mirip.
Izin Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) Arrayan baru saja diperpanjang pada 22 Mei 2014 untuk masa tiga tahun ke depan. Sementara izin peÂnyeÂlenggara umroh sampai Januari 2017.
“Untuk bisa memperbarui izin itu ada syarat tertentu yang harus dipenuhi, termasuk soal jaminan uang di Kemenag. Untuk haji Rp 500 juta, untuk umroh Rp 100 juta. Itu sebagai bukti kalau kami nggak main-main,†jelas dia sembari meÂnunjukkan surat izin PIHK.
Dia mengatakan, jamaah Arrayan Tour juga dilengkapi denÂgan gelang identitas, layaknya jeÂmaah haji reguler. Sebab jeÂmaah Arrayyan termasuk ke daÂlam kuota haji yang ditetapkan KeÂmenterian Agama.
“Jemaah Arrayan tahun ini juga tidak ada yang berasal dari SurÂabaya. Rata-rata dari daerah Jakarta, Depok, Tangerang. Di luar itu cuma ada dua orang jaÂmaah yang berasal dari luar jaboÂdetabek, yaitu dari Maluku,†ujarnya.
Tidak Dapat Seragam Dan Gelang IdentitasCiri Haji Non Kuota
.Kepala Seksi Pengendalian Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) Daerah Kerja (Daker) Jeddah, Cecep NurÂsyamÂsi mengungkap berdaÂsarÂkan hasil evaluasi Kemenag, jumlah jamaah haji non-kuota teÂrus menurun dari tahun ke tahun.
“Pada 2011 lalu, jumlah meÂreka masih sekitar 3.000-an orang, tahun 2012 menyusut setengahnya menjadi 2.000-an orang. Kemudian di tahun 2013, jamaah haji non-kuota menÂjadi sekitar 1.000-an orang,†kata dia seperti dikutip situs internet.
Ciri-ciri mereka sebetulnya mudah dikenali. Pertama, tidak memiliki atribut, semisal seÂragam khusus seperti halnya haji reguler atau haji khusus. Kedua, tidak punya identitas resmi.
Haji reguler menggunakan gelang berbahan logam sebaÂgai identitas, mengenakan batik dan tas seragam sehingga muÂdah dikenali petugas PaÂnitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) saat di Bandara Jeddah atau Bandara Madinah. Gelang yang harus digunakan jamaah haji reguler ini selama berÂibadah itu bertuliskan naÂma, nomor paspor, asal kloter dan embarkasi.
Sebelumnya, pasangan suaÂmi-istri jamaah haji non-kuota asal Surabaya diketahui tingÂgal di sebuah penampungan mirip barak TKI di Makkah. MeÂreka harus membayar Rp 80 juta per orang oleh seorang kiai untuk bisa berhaji tahun ini. Nasib mereka sangat memÂprihatinkan.
Jelang Wukuf, Kemenag Sisir Jamaah Non KuotaPemerintah mulai mencari keberadaan jamaah haji non kuota yang ada di Arab Saudi. Pasalnya, waktu pelaksanaan wukuf di padang Arafah kian dekat, dan jemaah haji “ilegal†ini rutin bikin masalah saat acaÂra puncak haji tersebut.
Laporan dari tim media cenÂter haji, aktivitas penyuÂsuran untuk mencari jamaah non kuoÂta ini mulai dilakukan. InforÂmaÂsinya sudah ditemukan dua orang jamaah yang diduga jaÂmaÂah haji non kuota Sabtu lalu wakÂtu Saudi. Mereka diteÂmuÂkan tersesat setelah melakukan ibadah di Masjidil Haram.
Setelah dilakuan pendataan, mereka mengaku berangkat dari Surabaya. Total rombongannya berÂjumlah 18 orang. Setiap jaÂmaah dikenai tarif hingga Rp 80 juta rupiah. Meskipun sudah membayar mahal, akomodasi yang mereka dapatkan sangat buÂruk. Mereka mengaku berunÂtung ditemukan panitia di baÂwah komando daerah kerja Makkah.
Direktur Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) KeÂmeÂnag, Abdul Jamil menuturkan, keberadaan jamaah non kuota tidak tercatat di data base KeÂmenag maupun panitia penyeÂlengÂgara ibadah haji (PPIH). AkiÂbatnya, posisi pemondokan mereka sulit untuk dilacak.
“Meski begitu, pemerintah tidak lepas tangan terhadap kaÂsus jamaah haji non kuota. KhuÂsusnya bagi jamaah non kuota yang ditemukan dalam keadaan terlantar,†katanya.
Sebelum pelaksanaan wukuf, Jamil menjamin, panitia haji di Makkah akan meningkatkan penÂcairan keberadaan jamaah haji non kuota. Upaya ini dilaÂkuÂkan untuk menekan potensi maÂsalah, ketika mereka semuaÂnya masuk ke Armina. “Sebab jika tidak didata sebelum masuk Armina, jamaah haji non kuota tidak memiliki tenda untuk meÂnginap,†jelas dia.
Menurut Jamil, Kemenag suÂdah berupaya menekan kasus pemÂberangkatan jamaah haji non kuota. “Jika kasus ini terÂnyata dilakukan oleh travel haji resmi, maka ancamannya beÂrupa pencabutan izin,†tegasnya.
Sekjen Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Budi Firmansyah mengatakan, potensi pemberangkatan jamaah haji non kuota bakal terus terjadi hingga penutupan bandara King Abdul Aziz di Jeddah pada 28 September nanti. “Bandara seÂbenarnya masih melayani penerÂbangan. Tetapi khusus untuk taÂmu-tamu atau undangan keraÂjaan Saudi,†tuturnya kemarin.
Menurut dia, kasus jamaah haji non kuota setiap tahun seÂlalu muncul. Permasalahan ini cukup komplek, sebab akses visa untuk bisa masuk ke Arab Saudi berada di tangan perÂwaÂkilan Saudi di Jakarta.
Untuk itu Kementerian Agama (Kemenag) meminta perwakilan Arab Sudi di Jakarta tidak mengeluarkan visa haji untuk masyarakat seÂlain jamaah haji yang masuk kuota resmi. “Baik itu kuota haji khuÂsus maupun kuota haji reguler,†tegasnya.
Masuk Ke Arab Pakai Visa Ziarah & PekerjaSepasang jamaah haji non kuoÂta asal Surabaya ditemukan oleh petugas haji Daker MakÂkah setelah sempat tersesat saat pulang menunaikan ibadah umÂroh di Masjidil Haram. Ternyata sepasang jamaah ini tidak senÂdirian melainkan berangkat berÂsama 18 jamaah lain.
Peristiwa ini merupakan feÂnoÂmena gunung es, dimana jaÂmaah yang tidak diketahui lebih banyak. Mereka semua masuk Arab Saudi secara resmi dengan visa yang resmi pula.
Kepala Seksi Pengendalian Penyelenggara Ibadah Haji KhuÂsus (PIHK) Daerah Kerja JedÂdah Cecep Nursyamsi menÂjelaskan bahwa Jamaah calon haji non kuota berangkat ke taÂnah suci secara legal dengan visa resmi yang dikeluarkan Pemerintah Arab Saudi.
“Jamaah haji non kuota biaÂsanya masuk ke Arab Saudi mengÂgunakan visa ziarah, visa peÂkerja, ataupun visa undangan (calling call) dari Kerajaan Arab Saudi. Ada juga yang mengÂguÂnaÂkan visa haji, namun tidak baÂnyak,†Kata Cecep seperti dikuÂtip situs Kemenag.
Sebagai Pengendali PIHK yang sekaligus bertugas meÂmanÂtau para jamaah non kuota menÂjeÂlaskan bahwa mereka yang mengÂgunakan visa haji akan tetap membayar general service seÂbesar US$ 277 per orang unÂtuk membayar fasilitas NaÂqobah (transportasi) dan biaya maktab saat berada di Arafah.
Untuk yang menggunakan visa ziarah dan pekerja biasanya akan turun di terminal komerÂsial, dan jumlah mereka trennya seÂmakin menurun tiap tahun. “PaÂda tahun 2011 jumlah meÂreka masih sekitar tiga ribuan, tahun 2012 menyusut setengahÂnya jadi dua ribuan, dan pada taÂhun 2013 tinggal sekitar seriÂbuan jamaah,†lanjut Cecep.
Cecep menambahkan bahwa ciri-ciri jamaah non kuota seÂbetulnya mudah dikenali dari atriÂbut, biasanya mereka tidak meÂmiliki seragam khusus seÂperti para jamaah reguler mauÂpun jamaah yang dilayani PIHK. Jamaah Calon haji non kuota juga tidak mempunyai tanda peÂngenal resmi sebagai identitas yang berisi nama, nomor paspor, asal kloter dan embarkasi. ***