Berita

ilustrasi

On The Spot

Arrayan Tour Ditelepon Calon Jemaah Yang Takut Non Kuota

Nama Travel Hajinya Mirip Dengan Yang Bermasalah
KAMIS, 25 SEPTEMBER 2014 | 07:25 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Pasangan suami-istri duduk memelas di sofa Kantor Urusan Haji Indonesia Daerah Kerja Mekkah. Mengenakan pakaian ihram, keduanya ditemukan petugas berada di luar Masjidil Haram pada Sabtu dini hari. Kebingungan tak tahu arah kembali ke penginapan.

Pasangan ini tidak meng­gu­na­kan atribut yang biasa dike­na­kan jamaah haji: gelang identitas. Di gelang ini tercantum nama, no­mor paspor, asal kloter dan em­bar­kasi. Mereka hanya menga­lungi kartu identitas yang dibuat per­usahaan yang mem­berang­kat­kan mereka ke Tanah Suci.

Curiga mereka jamaah haji non kuota, petugas Dakker Mekkah pun menginterogasi keduanya. Ke­pada petugas, pasangan ini mengeluarkan Rp 80 juta per orang untuk bisa berangkat haji. Pa­sangan ini percaya karena dita­wari seorang pemuka agama di daerahnya. Prosesnya hanya enam bulan.

Padahal, jika lewat jalur resmi, jamaah perlu menunggu lama untuk bisa berangkat haji. Begitu pula untuk haji khusus, kebe­rang­katannya paling cepat 2 tahun sejak mendaftar. Pasangan ini tak tahu mereka bukan jamaah haji resmi asal Indonesia.

Diantar petugas, pasangan ini mencoba-coba mengingatkan pe­ngi­napannya. Ternyata pengi­napannya berada di dalam gang. Untuk memasuki penginapan harus melewati lorong kecil. Lo­rong itu menuju kamar-kamar pengi­napan.

Bau kotoran langsung menu­suk hidung ketika menyusuri lo­rong. Sebuah tangga diletakkan di dinding lorong ini. Kamar tem­pat jamaah menginap tak ber­pin­tu. Kain putih dibentangkan se­bagai penutup kamar.

Satu kamar diisi delapan tem­pat tidur. Posisi tempat tidur sa­ling berdempetan. Hanya ada ki­pas angin untuk mengusir ge­rah. Dinding kamar dipenuhi pakaian yang digantungkan berjejer di tali plastik.

Fasilitas kamar mandi hanya ada satu. Itu pun di luar kamar. Ka­mar mandinya pun terlihat tak bersih.

Di tempat ini tinggal 18 jamaah haji non kuota. Mereka diberang­kat­kan dari Bandara Juanda. Na­mun tak langsung menuju Arab Saudi. Mereka beberapa kali ganti pesawat yakni di Singapura dan Abu Dhabi, Uni Emirat Arab sebelum tiba di Jeddah. Tak ada pem­bimbing haji maupun petugas kesehatan yang men­dam­pingi selama perjalanan.

Mendarat di Jeddah, mereka diangkut bus kecil ke tempat pe­nginapan. Melihat kondisi tempat penginapan, para jamaah menye­but­nya, “Seperti penampungan.” Bah­kan kondisi rumah mereka di Tanah Air lebih bagus dari tempat ini.

Melihat tayangan pemberitaan di televisi dan media sosial, se­jumlah haji non kuota itu menge­nakan identitas yang dikalungkan di leher dengan tulisan PT Arro­yan Tour and Travel. Rakyat Mer­deka menelusuri melalui jejaring internet, tidak ditemukan alamat yang jelas di mana perusahaan travel tersebut. Yang ada PT Array­yan Utama, yang beralamat di Jalan Balikpapan Raya Nomor 11 A, Jakarta Pusat.

Rakyat Merdeka sempat me­nyambangi kantor itu kemarin. Pintu kantor yang terbuat dari kaca hitam tertutup rapat. Di par­kiran terdapat tiga motor matic yang berjajar rapi.

Yanto, satpam showroom tak jauh dari kantor Arrayyan meng­ung­kapkan, sebelumnya kantor ter­sebut cukup ramai. Banyak calon jamaah yang datang. “Se­karang sepi mungkin karena su­dah pada berangkat, dan belum ada yang mau daftar lagi,” ujar pria paruh baya tersebut.

Seorang pria berusia sekitar 40 tahunan duduk di depan kom­pu­ter. Ia menyebut namanya Su­war­di Taryadi, staf Arrayyan. Kata dia, kantor tersebut sedang sepi karena beberapa pegawai sedang pergi untuk mendampingi para ja­maah yang menjadi klien mereka.

Staf yang tinggal di kantor saat ini hanya tinggal tiga orang, ter­masuk dirinya. “Di kantor ini ada tujuh orang. Tapi mayoritas se­dang pergi ke Arab untuk mem­ban­tu jalannya proses haji dari pihak kami,” ujarnya.

Menurut dia, kantor sepi kare­na belum jamaah haji khusus baru yang mendaftar. Daftar tunggu haji khusus sudah cukup panjang. Jika mendaftar sekarang, paling cepat berangkat pada tahun 2021. Suwardi mengatakan perusa­ha­anya hanya memberangkatkan dua kloter setiap kali musim haji. “Tiga puluh orang per kloter,” ujarnya.

Suwardi rupanya sudah men­dengar kabar mengenai haji non kuota yang menggunakan iden­titas travel, mirip dengan nama perusahaannya. Dia tentu merasa dirugikan. Sebab selam 17 tahun beroperasi, Arrayyan Tour tidak pernah mengirimkan jamaah haji non kuota, selain yang khusus. “Saya agak menyesalkan. Karena nama kami banyak dibicarakan justru bukan hal bagusnya. Saya banyak dapet telepon dari jemaah yang mengantri gara-gara itu,” jelas dia.

Bahkan, obrolan dengan Rak­yat Merdeka pun sempat ter­po­tong beberapa kali karena se­jumlah jamaah menanyakan ke­pas­tian keberangkatan haji. Ru­panya ada yang khawatir, mereka jadi korban haji non kuota.

Suwardi menegaskan sejak ber­diri tahun 1997, perusahaan ini hanya memberangkatkan haji khusus.

Menurut dia, pihak yang di­duga memberangkatkan ja­maah non kuota itu adalah yayasan yang memiliki nama sama de­ngan perusahaannya. Nama per­usahaan tempatnya bekerja PT Arrayan Utama yang lebih dikenal sebagai Arrayyan Tour.

Sedangkan travel yang diduga memberangkatkan haji non kuota, namanya PT Arroyan Tour and Travel. Memang agak mirip.

Izin Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) Arrayan baru saja diperpanjang pada 22 Mei 2014 untuk masa tiga tahun ke depan. Sementara izin pe­nye­lenggara umroh sampai Januari 2017.

“Untuk bisa memperbarui izin itu ada syarat tertentu yang harus dipenuhi, termasuk soal jaminan uang di Kemenag. Untuk haji Rp 500 juta, untuk umroh Rp 100 juta. Itu sebagai bukti kalau kami nggak main-main,” jelas dia sembari me­nunjukkan surat izin PIHK.

Dia mengatakan, jamaah Arrayan Tour juga dilengkapi den­gan gelang identitas, layaknya je­maah haji reguler. Sebab je­maah Arrayyan termasuk ke da­lam kuota haji yang ditetapkan Ke­menterian Agama.

“Jemaah Arrayan tahun ini juga tidak ada yang berasal dari Sur­abaya. Rata-rata dari daerah Jakarta, Depok, Tangerang. Di luar itu cuma ada dua orang ja­maah yang berasal dari luar jabo­detabek, yaitu dari Maluku,” ujarnya.

Tidak Dapat Seragam Dan Gelang Identitas
Ciri Haji Non Kuota

.Kepala Seksi Pengendalian Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) Daerah Kerja (Daker) Jeddah, Cecep Nur­syam­si mengungkap berda­sar­kan hasil evaluasi Kemenag, jumlah jamaah haji non-kuota te­rus menurun dari tahun ke tahun.

“Pada 2011 lalu, jumlah me­reka masih sekitar 3.000-an orang, tahun 2012 menyusut setengahnya menjadi 2.000-an orang. Kemudian di tahun 2013, jamaah haji non-kuota men­jadi sekitar 1.000-an orang,” kata dia seperti dikutip situs internet.

Ciri-ciri mereka sebetulnya mudah dikenali. Pertama, tidak memiliki atribut, semisal se­ragam khusus seperti halnya haji reguler atau haji khusus. Kedua, tidak punya identitas resmi.

Haji reguler menggunakan gelang berbahan logam seba­gai identitas, mengenakan batik dan tas seragam sehingga mu­dah dikenali petugas Pa­nitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) saat di Bandara Jeddah atau Bandara Madinah. Gelang yang harus digunakan jamaah haji reguler ini selama ber­ibadah itu bertuliskan na­ma, nomor paspor, asal kloter dan embarkasi.

Sebelumnya, pasangan sua­mi-istri jamaah haji non-kuota asal Surabaya diketahui ting­gal di sebuah penampungan mirip barak TKI di Makkah. Me­reka harus membayar Rp 80 juta per orang oleh seorang kiai untuk bisa berhaji tahun ini. Nasib mereka sangat mem­prihatinkan.

Jelang Wukuf, Kemenag Sisir Jamaah Non Kuota

Pemerintah mulai mencari keberadaan jamaah haji non kuota yang ada di Arab Saudi. Pasalnya, waktu pelaksanaan wukuf di padang Arafah kian dekat, dan jemaah haji “ilegal” ini rutin bikin masalah saat aca­ra puncak haji tersebut.

Laporan dari tim media cen­ter haji, aktivitas penyu­suran untuk mencari jamaah non kuo­ta ini mulai dilakukan. Infor­ma­sinya sudah ditemukan dua orang jamaah yang diduga ja­ma­ah haji non kuota Sabtu lalu wak­tu Saudi. Mereka dite­mu­kan tersesat setelah melakukan ibadah di Masjidil Haram.

Setelah dilakuan pendataan, mereka mengaku berangkat dari Surabaya. Total rombongannya ber­jumlah 18 orang. Setiap ja­maah dikenai tarif hingga Rp 80 juta rupiah. Meskipun sudah membayar mahal, akomodasi yang mereka dapatkan sangat bu­ruk. Mereka mengaku berun­tung ditemukan panitia di ba­wah komando daerah kerja Makkah.

Direktur Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Ke­me­nag, Abdul Jamil menuturkan, keberadaan jamaah non kuota tidak tercatat di data base Ke­menag maupun panitia penye­leng­gara ibadah haji (PPIH). Aki­batnya, posisi pemondokan mereka sulit untuk dilacak.

“Meski begitu, pemerintah tidak lepas tangan terhadap ka­sus jamaah haji non kuota. Khu­susnya bagi jamaah non kuota yang ditemukan dalam keadaan terlantar,” katanya.

Sebelum pelaksanaan wukuf, Jamil menjamin, panitia haji di Makkah akan meningkatkan pen­cairan keberadaan jamaah haji non kuota. Upaya ini dila­ku­kan untuk menekan potensi ma­salah, ketika mereka semua­nya masuk ke Armina. “Sebab jika tidak didata sebelum masuk Armina, jamaah haji non kuota tidak memiliki tenda untuk me­nginap,” jelas dia.

Menurut Jamil, Kemenag su­dah berupaya menekan kasus pem­berangkatan jamaah haji non kuota. “Jika kasus ini ter­nyata dilakukan oleh travel haji resmi, maka ancamannya be­rupa pencabutan izin,” tegasnya.

Sekjen Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Budi Firmansyah mengatakan, potensi pemberangkatan jamaah haji non kuota bakal terus terjadi hingga penutupan bandara King Abdul Aziz di Jeddah pada 28 September nanti. “Bandara se­benarnya masih melayani pener­bangan. Tetapi khusus untuk ta­mu-tamu atau undangan kera­jaan Saudi,” tuturnya kemarin.

Menurut dia, kasus jamaah haji non kuota setiap tahun se­lalu muncul. Permasalahan ini cukup komplek, sebab akses visa untuk bisa masuk ke Arab Saudi berada di tangan per­wa­kilan Saudi di Jakarta.

Untuk itu Kementerian Agama (Kemenag) meminta perwakilan Arab Sudi di Jakarta tidak mengeluarkan visa haji untuk masyarakat se­lain jamaah haji yang masuk kuota resmi. “Baik itu kuota haji khu­sus maupun kuota haji reguler,” tegasnya.

Masuk Ke Arab Pakai Visa Ziarah & Pekerja


Sepasang jamaah haji non kuo­ta asal Surabaya ditemukan oleh petugas haji Daker Mak­kah setelah sempat tersesat saat pulang menunaikan ibadah um­roh di Masjidil Haram. Ternyata sepasang jamaah ini tidak sen­dirian melainkan berangkat ber­sama 18 jamaah lain.

Peristiwa ini merupakan fe­no­mena gunung es, dimana ja­maah yang tidak diketahui lebih banyak. Mereka semua masuk Arab Saudi secara resmi dengan visa yang resmi pula.

Kepala Seksi Pengendalian Penyelenggara Ibadah Haji Khu­sus (PIHK) Daerah Kerja Jed­dah Cecep Nursyamsi men­jelaskan bahwa Jamaah calon haji non kuota berangkat ke ta­nah suci secara legal dengan visa resmi yang dikeluarkan Pemerintah Arab Saudi.

“Jamaah haji non kuota bia­sanya masuk ke Arab Saudi meng­gunakan visa ziarah, visa pe­kerja, ataupun visa undangan (calling call) dari Kerajaan Arab Saudi. Ada juga yang meng­gu­na­kan visa haji, namun tidak ba­nyak,” Kata Cecep seperti diku­tip situs Kemenag.

Sebagai Pengendali PIHK yang sekaligus bertugas me­man­tau para jamaah non kuota men­je­laskan bahwa mereka yang meng­gunakan visa haji akan tetap membayar general service se­besar US$ 277 per orang un­tuk membayar fasilitas Na­qobah (transportasi) dan biaya maktab saat berada di Arafah.

Untuk yang menggunakan visa ziarah dan pekerja biasanya akan turun di terminal komer­sial, dan jumlah mereka trennya se­makin menurun tiap tahun. “Pa­da tahun 2011 jumlah me­reka masih sekitar tiga ribuan, tahun 2012 menyusut setengah­nya jadi dua ribuan, dan pada ta­hun 2013 tinggal sekitar seri­buan jamaah,” lanjut Cecep.

Cecep menambahkan bahwa ciri-ciri jamaah non kuota se­betulnya mudah dikenali dari atri­but, biasanya mereka tidak me­miliki seragam khusus se­perti para jamaah reguler mau­pun jamaah yang dilayani PIHK. Jamaah Calon haji non kuota juga tidak mempunyai tanda pe­ngenal resmi sebagai identitas yang berisi nama, nomor paspor, asal kloter dan embarkasi. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

UPDATE

Muhibah ke Vietnam dan Singapura

Selasa, 08 Oktober 2024 | 05:21

Telkom Investasi Kesehatan Lewat Bantuan Sanitasi Air Bersih

Selasa, 08 Oktober 2024 | 04:35

Produk Olahan Bandeng Mampu Datangkan Omzet Puluhan Juta

Selasa, 08 Oktober 2024 | 04:15

Puluhan Anggota OPM di Intan Jaya Kembali ke NKRI

Selasa, 08 Oktober 2024 | 03:55

70 Hakim PN Surabaya Mulai Lakukan Aksi Mogok

Selasa, 08 Oktober 2024 | 03:30

Gotong Royong TNI dan Rakyat

Selasa, 08 Oktober 2024 | 03:15

Pemerintahan Jokowi Setengah Hati Bahas Kesejahteraan Hakim

Selasa, 08 Oktober 2024 | 02:50

Perkuat Digitalisasi Maritim, TelkomGroup Hadirkan Satelit Merah Putih 2

Selasa, 08 Oktober 2024 | 02:20

Prabowo Harus Naikan Gaji Hakim Demi Integritas dan Profesionalitas

Selasa, 08 Oktober 2024 | 01:55

Tertangkap, Nonton Perayaan HUT ke-79 TNI Sambil Nyopet HP

Selasa, 08 Oktober 2024 | 01:35

Selengkapnya