Saksi untuk terdakwa Wakil Rektor Universitas Indonesia (UI) Tafsir Nurchamid menyebut, PT Makara Mas adalah perusahaan milik UI. Sehingga, layak diprioritaskan menggarap sejumlah proyek di kampus tersebut.
Direktur Umum dan Fasilitas UI, Donanta Dhaneswara dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin. Dalam keterangannya, pejabat UI tersebut membeberkan pengetahuan seputar proyek pengadaan teknologi informasi untuk perpustakaan UI.
Saksi ini membeberkan, sejak awal perencanaan proyek, dia sudah menerima surat edaran yang ditandatangani terdakwa. Surat edaran tanggal 5 Mei 2010 itu berisi permintaan terdakwa agar memprioritaskan PT Makara Mas dalam setiap proses lelang proyek yang bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pria berkemeja lengan panjang putih ini berpendapat, edaran itu cukup beralasan mengingat PT Makara Mas adalah perusahaan milik UI. Jadi, kalaupun mendapatkan keuntungan dari proyek yang digarap perusahaan tersebut, hasilnya pun akan dinikmati oleh staf atau karyawan UI.
Sekalipun demikian, dia menilai, surat edaran itu janggal. Pasalnya, usaha pemenangan PT Makara Mas tidak diikuti pertimbangan mengenai kemampuan atau profesionalisme perusahaan.
“Hanya berdasarkan edaran berisi perintah bahwa perusahaan itu layak ditunjuk untuk pengadaan apapun, sekalipun harga yang ditawarkan lebih mahal.â€
Oleh karenanya, saat itu dia sempat menentang perintah tersebut. Dia menyebutkan, sejak tahapan perencanaan atau pra lelang proyek, ia sudah mengisyaratkan bahwa PT Makara Mas tidak memenuhi kualifikasi mengikuti tender IT dan interior perpustakaan.
Penegasan tersebut disampaikan kepada terdakwa karena sebelumnya, saksi pernah mendapat pengalaman buruk dengan PT Makara Mas.
Dia pun menceritakan pengalamannya ketika membeli sirup untuk kepentingan bingkisan Lebaran 2009.
“Ketika itu saya membeli dari perusahaan lain, bukan dari Makara,†ujarnya.
Akibat hal tersebut, saksi sempat ditegur terdakwa. Dia mengemukakan, alasan membeli dari perusahaan lain adalah adanya selisih harga yang cukup kompetitif. “Perusahaan lain lebih murah dibandingkan Makara.â€
Lalu saat hakim Sinung Hermawan mencecar saksi terkait pernyataan yang menyebutkan bahwa PT Makara Mas tak layak memenangkan tender proyek ini, Donanta menandaskan, sejak mengeluarkan statemen sperti itu, Direktur PT Makara Mas Tjahjanto Budi Satrio berusaha mendekatinya.
Upaya pendekatan pihak Makara Mas dilakukan dengan menanyakan, bagaimana jika Makara menggunakan bendera perusahaan lain. Apakah hal tersebut dapat membuat keyakinannya berubah.
Dapat pertanyaan demikian, saksi menegaskan, “Intinya jika perusahaan memenuhi kualifikasi, bisa diterima.†Akhirnya, PT Makara Mas mengikuti dan memenangkan tender proyek dengan meminjam nama PT Netsindo.
Lagi-lagi, akibat ketakprofesionalan perusahaan tersebut, proyek pengadaan jaringan teknologi informasi di perustakaan UI tersebut membuat negara mengalami kerugian sekitar Rp 13 miliar.
Total kerugian negara di sini, sebut saksi, selain dilatari ketakmampuan perusahaan menangani proyek, juga diduga terjadi akibat adanya
mark up alias penggelembungan harga barang.
Kilas Balik
Nilai Proyeknya Rp 21 Miliar, Negara Diduga Rugi Rp 13 MiliarKepala Biro Humas KPK Johan Budi SP menyatakan, setelah melewati pemeriksaan pada Jumat (14/3), tersangka kasus korupsi proyek pembangunan dan instalasi teknologi informasi perpustakaan UI Rp 21 miliar, bekas Wakil Rektor UI Tafsir Nurchamid ditahan.
“Penyidik telah menetapkan penahanan tersangka TN,†katanya melalui pesan singkat.
Penahanan dilakukan di Rutan Pomdam, Guntur, Manggarai, Jakarta Selatan.
Diketahui, dalam kasus ini Tafsir yang pernah menjabat sebagai Wakil Dekan FISIP UI periode 2003-2007 tersebut, diduga menyalahi prinsip-prinsip atau ketentuan pengadaan barang.
Sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek, KPK menduga adanya penyimpangan dalam menentukan pemenang tender. Tersangka juga diduga tidak cermat menentukan harga pasaran yang memicu terjadinya mark up atau penggelembungan harga barang.
Akibat penyimpangan dalam pengadaan teknologi informasi perpustakaan tersebut, Tafsir diduga melanggar pasal 2 ayat 1 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH-Pidana.
Dia diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang secara bersama-sama. Pelanggaran hukum oleh tersangka tersebut diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Pada persidangan sebelumnya, majelis hakim yang menangani kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa proyek instalasi infrastruktur teknologi informasi gedung Perpustakaan UI tahun 2010-2011 menolak nota keberatan (eksepsi) terdakwa.
“Menyatakan keberatan tim kuasa hukum terdakwa Tafsir Nurchamid tidak dapat diterima, dan menyatakan surat dakwaan jaksa penuntut umum KPK sebagai dasar yang sah untuk melanjutkan proses persidangan,†kata Ketua Majelis Hakim Sinung Hermawan.
Tafsir adalah bekas Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia, Keuangan dan Administrasi Umum Universitas Indonesia yang didakwa menerima satu desktop merk Apple dan sebuah Ipad karena meloloskan proyek yang menyebabkan kerugian negara.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa Tafsir menjadi orang yang memberi prioritas perusahaan milik UI dalam setiap pengadaan barang/jasa yang dananya berasal dari masyarakat.
Sedangkan untuk pengadaan barang/jasa yang dananya dari APBN, Tafsir diduga memberikan prioritas kepada PT Makara Mas sebagai peserta tender atau lelang, walaupun penawaran PT Makara Mas lebih mahal daripada penawaran perusahaan lainnya.
Untuk memuluskan usaha memperoleh proyek instalasi perpustakaan UI tersebut, PT Makara Mas meminjam bendera perusahaan PT Netsindo Inter Buana dalam proses pengadaan, meminjam nama PT Arun Prakarsa Inforindo dalam proses perencanaan, dan PT Reptec Jasa Solusindo untuk pekerjaan pengawasan.
Jaksa mendakwa, tindakan Tafsir memicu kerugian keuangan negara sebesar Rp 13,076 miliar. Jumlah kerugian negara itu terjadi dalam tahap pengadaan yang menelan anggaran sebesar Rp 12,959 miliar, tahap perencanaan Rp 73,68 miliar, dan tahap pengawasan sebanyak Rp 43,488 miliar.
Hendaknya Jadi Pelajaran Bagi Semua PihakAditya Mufti Ariffin, Anggota Komisi III DPRPolitisi PPP Aditya Mufti Ariffin menilai, penyelewengan anggaran oleh oknum pendidik di perguruan tinggi hendaknya menjadi pembelajaran bagi semua pihak.
Oleh karenanya, keterlibatan semua pihak perlu diungkap secara gamblang. “Persoalan korupsi atau penyelewengan anggaran di sini diduga melibatkan sejumlah pihak. Diduga melibatkan sejumlah kalangan yang merupakan kaum profesional. Kelompok cendekiawan,†ucapnya.
Dengan argumen tersebut, dia mengingatkan agar penegak hukum tidak boleh lengah. Maksudnya, selain siapa saja yang diduga terlibat, penyidik perlu mengungkap bagaimana modus penyimpangan dilakukan.
Dia menandaskan, modus penyelewengan proyek menjadi hal krusial dalam menyelesaikan setiap perkara. Sebab dari situ, masyarakat atau penegak hukum bisa menarik kesimpulan atau benang merah yang jelas. “Duduk perkara menjadi terinci jelas,†tuturnya.
Menurut dia, hal itu juga idealnya dijadikan alat untuk memproteksi atau setidaknya menangkal korupsi yang kemungkinan terjadi belakangan.
“Ini menjadi sebuah pelajaran berarti bagi siapapun. Apalagi, bagi mereka yang selama ini bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan proyek di institusi pendidikan.â€
Dengan kata lain, ia berpendapat, prinsip kehati-hatian serta kemampuan mempertanggungjawabkan pengerjaan proyek, nantinya bisa menjadi pedoman bagi perguruan tinggi dalam meningkatkan kualitas moral dan mental anak didik yang merupakan generasi muda penerus bangsa.
“Karena biar bagaimanapun, proyek-proyek itu umumnya berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas belajar-mengajar.â€
Berharap Hakim Mau Munculkan Efek JeraFadli Nasution, Ketua PMHIKetua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution meminta hakim yang menangani kasus korupsi di sektor pendidikan tidak ragu-ragu menerapkan hukuman maksimal, jika terdakwa terbukti bersalah.
Upaya itu dilakukan agar para pendidik senantiasa mengedepankan sikap profesional. “Bukan malah berperilaku buruk atau menjadi pelanggar hukum,†katanya.
Dia menambahkan, pada hakikatnya, perilaku pendidik menjadi suri tauladan bagi anak didiknya. Karena itu, dia berharap besar agar pola pelaksanaan proyek di setiap institusi pendidikan diawasi ekstra ketat.
Pengawasan itu idealnya datang dari internal lembaga pendidikan. Sehingga, begitu ada temuan penyimpangan, lembaga atau institusi tidak ikut-ikutan kena getahnya.
“Jadi oknum-oknumnya saja yang dimintai pertanggungjawaban hukum. Dengan demikian, lembaga pendidikan tetap bisa optimal menjalankan fungsinya.â€
Berkaitan dengan upaya menerapkan hukuman maksimal, Fadli mengharap hal tersebut bisa menciptakan efek jera bagi pendidik agar tidak korupsi.
Dia mengatakan, korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Jadi, penerapan hukumannya tidak boleh setengah-setengah jika memang terbukti. “Jaksa dan hakim perlu didorong agar lebih terpacu dalam menyusun tuntutan dan vonis yang maksimal.â€
Sehingga, dari ancaman hukuman dan vonis yang ekstra berat itu, kejahatan yang bersifat luar biasa ini bisa ditekan. ***