Sutan Bhatoegana akhirnya diperiksa KPK, kemarin. Pada pemeriksaan perdananya sebagai tersangka, politisi Partai Demokrat ini dikorek penyidik selama sembilan jam. Seusai diperiksa, dia membantah ada anggota Komisi VII DPR yang menerima suap.
Tersangka kasus suap pemÂbahasan Anggaran PendapÂatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu, terlihat lega lantaran beÂlum ditahan KPK.
Sutan tiba di Gedung KPK pukul 9:50. MeÂngenakan batik hijau bercorak coklat, dia datang tanpa dikawal ajudan. Jalannya santai. Rambut tipisnya terlihat klimis. Tak terliÂhat kecemasan di wajahnya. MaÂlah sepanjang jaÂlan Sutan meÂneÂbar senyum.
Bekas Ketua Komisi VII DPR ini tampaknya sudah mengira peÂmeÂriksaan pertamanya itu bisa berÂujung penahanan. MaÂkaÂnya, ketika ditanya apakah sudah siap jika langsung ditaÂhan, Sutan meÂngaku sudah siap.
“Serahkan seÂmua kepada Allah saja. Apa yang terbaik menurut Allah, itu terbaik menurut saya,†kata Sutan pasrah.
Ditanya-tanya lagi, anggota DPR yang terkenal dengan koÂmenÂtar ‘ngeri-ngeri sedap’ itu meÂÂmilih bungkam. Ia hanya terÂseÂnyum sambil melambai-lamÂbaiÂkan tangannya sebagai isyaÂrat meÂnolak bicara.
Sutan diperiksa sekitar sembiÂlan jam. Sekitar pukul 7.30 mÂaÂlam, dia terlihat keluar lift dari lanÂtai tujuh. Wajahnya tampak leÂlah dan rambutnya klimisnya terÂlihat agak awut-awutan. KÂeÂceÂriaÂan tidak terlihat lagi di waÂjahÂnya. Malah Sutan terlihat geÂlaÂgaÂpan ketika diberondong peÂrÂtaÂnyaÂan wartawan.
Ditanya soal pÂeÂmeÂriksaanya, Sutan hanya sedikit berÂkomentar. “Saya diperiksa soal pemÂbaÂhaÂsan APBNP tahun 2013, diÂpeÂrikÂsa sekitar itu saja,†ucap Sutan.
Ditanya adakah anggota KoÂmiÂsi VII DPR yang menerima suap, Sutan menyatakan tidak ada peÂnyuapan. “Tidak ada itu, tidak ada,†ujarnya.
Setelah itu, Sutan tidak menjaÂwab pertanyaan. Dia bergegas maÂsuk ke mobil Toyota Alphard hiÂtam bernomor polisi B 1957 SB.
Sutan ditetapkan KPK sebagai tersangka pada pertengahan Mei lalu. Sutan kemudian meÂngunÂdurÂkan diri dari jabatannya sebÂaÂgai Ketua Komisi VII DPR. PoÂsiÂsiÂnya digantikan anggota KoÂmisi VII dari Fraksi Partai DeÂmokrat Milton Pakpahan.
“Saya kan lagi dalam ujian. SuÂdah tidak efektif. Karena saya tiÂdak efektif, saya mengajukan munÂÂdur,†ujar Sutan, Kamis (12/6).
Sebelumnya, Sutan meÂngÂaÂtaÂkan, masih membuka beberapa raÂpat komisi. “Saya datang, memÂbuka rapat. Namun, kemuÂdian diÂgantikan wakil. Saya masih teÂtap bekerja. Karena kaÂlau tidak beÂkerja, tapi masih teÂrima gaji itu korupsi namaÂnya,†katanya.
Perkara yang menjerat kader Partai Demokrat ini, merupakan pengembangan kasus suap bekas Kepala Satuan Kerja Khusus PeÂlaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MiÂgas) Rudi Rubiandini.
KPK menetapkan Sutan sebaÂgai tersangka pada 14 Mei lalu. Dalam sidang terdakwa bekas KeÂpala SKK Migas Rudi RuÂbianÂdini terungkap, Rudi memÂbeÂrikan uang 200 ribu dolar AS melalui anggota Komisi VII DPR Tri Julianto di toko buah di Jalan MT HarÂyono, Jakarta. Uang kemudiÂan diÂberikan ke Sutan sebagai tunÂjangan hari raya (THR) para angÂgota KomiÂsi VII DPR. Namun, Sutan mauÂpun Tri Julianto membantah peÂngakuan Rudi tersebut.
Sutan saat menjadi saksi pada 26 Februari 2014 mengakui perÂnah memiliki staf ahli berÂnama Irianto. Tapi, dokumen yang diÂbawa Irianto dari Kementerian ESDM diberikan ke stafnya yang lain, yaitu Iqbal. Sayangnya, IqÂbal mengalami kecelakaan.
Padahal, bekas Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi mengaku memberikan tas berisi amplop-amplop uang total 140 ribu dolar AS yang ditujukan untuk pimÂpinan, anggota dan Sekretariat Komisi VII kepada staf khusus Sutan, Irianto. Irianto bahkan menandatangani tanda terima uang tersebut.
Kemarin, KPK juga meÂmeÂriksa Kepala Sub Bagian Tata UsaÂha Sekjen Kementerian EnerÂgi Sumber Daya Mineral Asep PerÂmana sebagai saksi.
Kilas Balik
Tenaga Ahli SKK Migas Ditanya Soal Uang Untuk Anggota Komisi VII DPRPada akhir Mei lalu, KPK muÂlai memeriksa saksi-saksi kasus graÂtifikasi yang melibatkan KeÂtua Komisi VII DPR Sutan Bathoegana.
Dalam melengkapi berkas perÂkara politisi Partai Demokrat itu, KPK memeriksa saksi secara romÂÂbongan. Ada 12 saksi yang diÂperiksa, yang semuanya berasal dari lingkungan Kementerian ESDM dan SKK Migas.
Saksi yang diperiksa itu antara lain bekas Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno, KaÂsubÂbag TU Sekjen Kementerian ESDM Asep Permana, bekas KaÂbiro Keuangan Sekjen KeÂmenÂterian ESDM Didi Dwi SuÂtrisÂnoÂhadi, Kabag Kerjasama Biro Perencanaan Sekjen Kementerian ESDM Atena, dan Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama KeÂmenterian ESDM Ego Syahrial.
Dalam kasus sama, Waryono KarÂno telah ditetapkan sebagai terÂsangka. Sementara dari lingÂkuÂngan SKK Migas, KPK meÂmeÂrikÂsa pegawai SKK Migas EliÂsaÂbeth Erika, dan Tenaga Ahli BiÂdang Pengendalian Operasi SKK Migas Gerhard Marteen Rumiser.
“Semua saksi diperiksa untuk tersangka Sutan Bathoegana,†kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP.
Saksi yang pertama terlihat di GeÂdung KPK ialah Gerhard MarÂteen Rumiser. Tak ada komentar yang disampaikan Gerhard. Usai diperiksa ia bilang, pemeÂriÂksÂaÂanÂnya tak jauh berbeda dengan peÂmeriksaan-pemeriksaan sebÂeÂlumÂnya. Gerhard hanya meneÂgasÂkan, ia diperiksa sebagai saksi unÂtuk tersangka Sutan BatÂhoeÂgana.
“Pertanyaannya sama seÂbeÂtulÂnya, jadi hanya copy paste saja,†aku Gerhard.
Disinggung apakah ada perÂtaÂnyaan mengenai soal bagi-bagi uang di DPR, Gerhard tidak menÂjawab lugas. Ia malah minta hal terÂsebut ditanyakan langsung ke penyidik KPK. “Maksud saya seÂmua sama kaya sebelumnya, engÂgak ada perubahan,†tandas GerÂhard. Gerhard memang pernah beberapa kali diperiksa penyidik KPK di antaranya sebagai saksi untuk tersangka Rudi Rubiandini dan Deviardi, pelatih golf Rudi.
Dugaan adanya upeti ke KoÂmisi VII DPR pernah terungkap dalam persidangan untuk terÂdakwa Rudi Rubiandini. Gerhard yang menjadi saksi, mengaku perÂÂnah disuruh Rudi untuk menÂcariÂkan uang sekitar 500 ribu doÂlar Amerika untuk diberikan keÂpada anggota DPR sebagai pemÂbayaran utang bekas Kepala BPH Migas, R Priyono.
Gerhard menjelaskan, perintah itu datang setelah Rudi bertemu dengan anggota DPR.
Atas daÂsar itu, lanjut Gerhard, Rudi menÂgÂhuÂbungi dirinya meminta untuk menyiapkan uang yang diminta DPR. “Beliau meminta saya menÂcarikan bagaimana caranya suÂpaya bisa dapat. Beliau meÂngaÂtaÂkan tidak 1 juta, tapi 500 ribu dolar,†ujar Gerhard.
Gerhard juga menduga anggoÂta DPR yang dimaksud Rudi adalah anggota Banggar dan angÂgota Komisi VII DPR yang berÂkaitan dengan kerja SKK Migas.
Dalam sidang itu, nama Ketua Komisi VII DPR Sutan BatÂhoeÂgana kembali disebut. Gerhard menjelaskan, Sutan sempat meÂminta Rudi untuk memenangkan perusahaannya, PT Timas, dalam dalam proses lelang pengadaan konstruksi anjungan pengeboran.
Sutan pernah mengirim pesan pendek (SMS) ke Rudi. KeÂmuÂdian pesan tersebut diteruskan Rudi ke Gerhard. “Saya dikirimi SMS oleh Pak Rudi. Isinya, Pak SB meminta supaya PT Timas diÂmenangkan,†ujar Gerhard.
Gerhard menduga SB yang diÂmaksud dalam pesan pendek adaÂlah Sutan Bhatoegana. “Yang saya tahu Pak Sutan memang koÂmiÂsaris PT Timas,†ucapnya.
Lebih Baik Tersangka Beberkan Semua Yang TerlibatDesmond J Mahesa, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Desmond J Mahesa mengataÂkan, tersangka penerima hadiah atau gratifikasi dalam peÂneÂtaÂpan APBN-P 2013 KeÂmenÂteÂrian ESDM Soetan BhatoegaÂna, lebih baik membeberkan kasus ini agar semua pihak yang terliÂbat bisa ikut terjerat.
Menurutnya, selama ini SoeÂtan seperti tidak mau membuka tabir kasus yang menjeratnya, dengan tetap menolak tuduhan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa dirinya pernah meÂnerima sejumlah uang dari KeÂmenterian ESDM melalui ajuÂdannya, Irianto Muchyi yang berÂkunjung ke KeÂmenÂterian ESDM untuk mengambil dokumen.
“Sutan buka saja dugaan koÂrupsi di Komisi VII, agar duÂgaÂan kejahatan kolaborasi terÂbuka. Atau jangan-jangan dia teÂtap bertahan pada bantahan seÂbelumnya,†kata politisi ParÂtai Gerindra ini.
Selain itu, Desmond menamÂbahkan, hampir tidak mungkin jika Irianto melangkahkan kakiÂnya ke Kementerian ESDM tanÂpa sepengetahuan Soetan.
“Bisa saja itu sudah menjadi kebiasaan Irianto sesuai peÂrinÂtah majikannya, jadi tanpa diÂsuruh pun tetap akan dilakukan. Jadi, hampir tidak mungkin Sutan tidak tahu,†duganya.
Sementara proses hukum seÂdang berlangsung, menuÂrutnya, tinggal menunggu waktu saja sampai Sutan ditahan KPK. MeÂÂnurutnya, setiap orang yang suÂdah ditetapkan sebagai terÂsangka oleh KPK, cepat atau lambat akan menjadi tahanan. “Sutan tinggal menunggu naÂsib saja,†kata Desmond.
Dirinya juga berharap agar KPK tidak tebang pilih dalam menyelesaikan kasus korupsi. Alasannya, jelas Desmond, hamÂpir tidak mungkin Sutan bermain sendiri.
“Semuanya haÂrus adil agar masyarakat tahu bahwa KPK sudah berada di jaÂlur yang benar,†tuturnya.
KPK Tak Boleh Pilih Kasih...Akhiar Salmi, Pengamat HukumPengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Akhiar Salmi mengatakan, seÂtiap orang yang sudah diÂteÂtapÂkan sebagai tersangka oleh KoÂmisi Pemberantasan Korupsi (KPK), biasanya akan ditahan, terÂmasuk Sutan Bhatoegana.
Menurutnya, hal itu diÂlakuÂkan KPK berdasakan tiga prinÂsip. Yaitu tersangka diÂkhaÂwaÂtirkan melarikan diri, dikÂhaÂwaÂtirkan mengulangi keÂjaÂhaÂtanÂnya dan dikhawatirkan mengÂhiÂlangkan alat bukti.
“Kalau tiga prinsip tadi diÂrasakan KPK, maka sebaiknya harus segera ditahan agar terÂsangka kasus korupsi geraknya terbatas,†kata pengajar ilmu huÂkum pidana ini.
Namun, Akhiar menaÂmÂbahÂkan, syarat itu tergantung keÂpada para penyidik. Bahkan, meÂnurutnya, KPK tidak bisa diÂsalahkan jika nantinya terÂsangÂka korupsi tidak ditahan. AsalÂkan, KPK tidak menghenÂtikan proses penyidikan.
“Tapi kalau tidak ditahan, tentunya itu jadi hal yang baru,†ujarnya.
Namun, menurut Akhiar, KPK harus terus menÂdaÂlami dugaan keterlibatan piÂhak lain. Baik dari pihak Komisi VII yang diduga menerima graÂtiÂfikasi berupa uang sebagai tunÂÂjangan hari raya (THR), mauÂpun pihak Kementerian ESDM.
“Kalau memang ada keÂterÂliÂbatan pihak lain, maka menjadi tugas KPK untuk mengungÂkapÂnya. Tidak boleh pilih kasih. KaÂlau satu diseret, yang lain juga,†tandasnya.
Jika nanti Sutan Bhatoegana diÂtahan, menurutnya, maka leÂbih baik politisi Partai DeÂmokÂrat itu mengungkapkan peran semua pihak yang terlibat. Hal itu perlu dilakukan agar kasus ini bisa terungkap utuh, dan menÂjadi pertimbangan meÂriÂnganÂkan dalam tuntutan KPK terhadap Sutan.
“Kalau benar adanya dugaan keterlibatan anggota DPR dan elit ESDM, harusnya Pak SuÂtan bicara. Soalnya nanti yang memÂberi dan menerima suap juga ikut terjerat,†tegasnya. ***