Rencana pemerintah menaikan royalti Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara ditunda menyusul keputusan yang disampaikan pemerintah melalui Dirjen Minerba awal April 2014 lalu.
Meski ditunda, pelaku batubara masih belum mendapatkan kepastian, sebab menunda tidak berarti dibatalkan. Beberapa pengamat menilai, untuk menaikan royalti, harus memenuhi beberapa unsur.
"Setidaknya ada tiga unsur yang harus dipenuhi dalam royalti, yakni harga, kadar dan volume," demikian disampaikan Prof. Abrar Saleng, pakar hukum pertambangan dari Universitas Hasanuddin Makassar di Jakarta, Kamis (22/5).
Jika tiga unsur tersebut sudah terpenuhi, harga naik, kadar bagus dan volumne tetap, maka kenaikan royalti bukan masalah dan sesuatu yang wajar. Akan menjadi bumerang, ketika royalti dinaikan, namun dari sisi harga, misalkan, masih rendah. Karena itu, dibutuhkan keseimbangan dan kebijaksanaan dari pemerintah.
Kalau memang royalti dinaikan, itu dilakukan saat harga batu bara sedang bagus. Namun yang terjadi selama ini, berbeda. Saat harga batu bara bagus, royalti justru tidak dinaikan, namun harga sedang anjlok.
Selain keseimbangan dari tiga unsur tersebut, hal lain yang cukup penting terkait kebijakan kenaikan royalti atau kebijakan lainnya adalah soal transparansi. Pemerintah harus mengungkapkan dengan jelas, apa yang melatari kenaikan tersebut. Dengan begitu, pengusaha pun diyakini bisa memahami, sehingga kebijakan yang dikeluarkan tidak merugikan pelaku usaha.
Lebih dari itu, Abrar juga mengharapkan agar pelaku usaha harus jujur. Selama ini, ia menilai pelaku usaha cenderung diam, jika usaha yang dilakukan memberi keuntungan. Namun jika rugi, mulai berkoar-koar.
"Semua harus jujur dan transparan, sehingga bisa mencapai titik kesimbangan tersebut," sarannya.
Sementara itu, Ketua Sumber daya Alam, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Singgih Widagdo mengatakan , royalti sebenarnya merupakan ringkasan dari tiga aspek:
social cost,
enviromental cost dan e
conomic cost.
Ketika pemerintah menunda rencana kenaikan royalti, hal tersebut hanya terkait satu aspek saja, yakni
economic cost, karena harga batu bara yang sedang jatuh. Sementara dua aspek lainnya belum direken. Padahal, kegatan pertambangan, tidak bisa dilepaskan dari semua aspek tersebut, lingkungan juga sosialnya.
[wid]