Kalau saja Prabowo Subianto tahu Jokowi bakal jadi capres, tentu bakal berpikir seribu kali untuk mengajak bekas walikota Solo itu jadi calon Gubernur DKI Jakarta pada 2012 lalu.
Setelah jadi orang pertama di ibukota, popularitas Jokowi kian meroket, sehingga jadi saingan terberat Prabowo dalam Pilpres 2014 seperti hasil berbagai lembaga survei.
Namun, menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, Prabowo tidak menyesal mengajak Jokowi jadi calon Gubernur DKI Jakarta pada 2012 lalu itu.
“Waktu itu kami mendukung Jokowi karena kami nilai tepat memimpin Jakarta.
“Waktu itu kami mendukung Jokowi karena kami nilai tepat memimpin Jakarta.
Ternyata kami salah. Tapi kami tidak menyesal dengan pilihan tersebut,†ujar Fadli Zon kepada
Rakyat Merdeka yang dihubungi via telepon, Selasa (18/3).
Fadli Zon mengaku pihaknya tidak gentar dengan tingginya popularitas Jokowi sebagai capres.
“Tujuan pemilu itu untuk memperoleh kekuasaan secara damai, sesuai aturan perundang-undangan. Siapa pun lawannya memang harus dihadapi. Kami tidak ada masalah dengan itu,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:Kalau Jokowi dibiarkan di Solo, tentu tidak akan jadi pesaing Prabowo begini?Masalahnya kan waktu itu kami menilai dia sosok yang tepat memimpin Jakarta. Makanya kami dukung. Soal kemudian dia ikut maju sebagai capres, kami tidak terlalu mempermasalahkan.
Seperti saya bilang tadi, pilpres itu kan ajang kompetisi. Persaingan tidak bisa dihindari. Mau lawannya Barack Obama pun akan kami hadapi, tidak ada masalah.
Prabowo tidak menyalahkan kader Gerindra?Tidak kok. Untuk apa Pak Prabowo menyalahkan. Pak Prabowo juga tidak menyesali mendukung Jokowi saat itu kok. Yang sudah berlalu, ya sudah.
Sekarang kami fokus menghadapi persaingan.
Kenapa banyak kader Gerindra yang tidak setuju dengan pencapresan Jokowi?Pada dasarnya semua kader Gerindra tidak masalah. Sebab, itu pilihan pribadi, hak dia. Kami juga tidak merasa disaingi dengan kehadiran Jokowi. Sebab, kami tetap yakin dengan sosok Prabowo.
Masalahnya sekarang, Jokowi punya perjanjian dengan rakyat Jakarta. Maka seyogyanya menjelaskan sendiri soal pencapresannya, sekaligus meminta maaf. Itu minimal ya. Sebab, mereka yang memberikan amanat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Untuk apa meminta maaf?Karena sebagai pemimpin tidak pantas untuk membohongi rakyat. Saat dilantik dia kan disumpah untuk memimpin Jakarta selama lima tahun. Kalau sumpah jabatan saja tidak ditepati, bagaimana bisa jadi pemimpin yang benar.
Menjadi capres kan tidak berarti meninggalkan Jakarta? Menjadi capres artinya dia harus siap memimpin Indonesia, bukan hanya Jakarta.
Dia tidak bisa fokus bekerja membangun Jakarta sesuai janjinya. Bisa gawat kalau kita sampai punya presiden yang fokusnya hanya ke Jakarta. Kasihan daerah lain.
Bagaimana kalau Prabowo kalah?Ya tidak apa-apa. Namannya juga kompetisi. Ada yang menang dan ada yang kalah. Perjuangan itu kan tidak hanya berhenti di 2014. Masih ada Pemilu 2019, 2024 dan seterusnya.
Kenapa Gerindra mempersoalkan perjanjian Batu Tulis?Saya tegaskan ya, kami (Prabowo) tidak mempersoalkan pengusungan Jokowi. Mau Obama yang diusung pun kami tidak masalah, akan kami hadapi.
Masalahnya adalah karena ada pihak yang tidak menghormati perjanjian tersebut. Tidak pernah ada omongan kepada kami bahwa mereka batal melaksanakan perjanjian tersebut.
Kalau sudah ada pembicaraan secara baik-baik, Gerindra juga mungkin bisa memaklumi. Toh kami tidak takut untuk bersaing dengan siapa pun.
Kata PDIP perjanjian itu sudah gugur karena kalah di Pilpres 2009. Pendapat Anda? Poin nomor tujuh itu redaksionalnya sudah sangat jelas. Tidak bisa diinterpretasikan lain. Tolong jangan menghina intelegensi kami. Seharusnya lebih baik dikatakan dengan jujur bahwa tidak bisa melaksanakan perjanjian tersebut. Itu kan lebih ksatria. ***