Pemerintah masih mengkaji secara serius aturan mengenai sertifikasi halal. Jangan sampai usaha mikro menjadi bangkrut.
“Apa wajib semua produk mendapat sertifikasi halal. Bagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu wajib, tapi bagi pemerintah itu sukarela,’’ kata Menteri Agama, Suryadharma Ali’di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
“Kami khawatir usaha mikro bangkrut gara-gara sertifikasi halal itu. Makanya, kami harus hati-hati membuat aturannya,’’ tambah Ketua Umum PPP itu.
Yang jelas, lanjutnya, dalam RUU yang sedang digodok itu, pemerintah yang mengeluarkan sertifikasi halal, bukan ormas Islam seperti MUI atau lainnya.
“Kalau yang mengerjakan MUI, tidak adil. Ormas lain seperti Nadhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah bisa minta kewenangan mengurus sertifikasi halal juga,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:Kenapa kewenangan tidak diberikan kepada beberapa ormas Islam saja?Bila wewenang diberikan kepada beberapa ormas Islam, lalu ormas Islam yang lain bagaimana. Tetap tidak adil. Lagipula kalau dikerjakan beberapa ormas dikhawatirkan tambah menimbulkan masalah. Sebab, tidak ada kesamaan penilaian produk. Akibatnya tidak ada standard sertifikasi halal, dan produknya terancam diragukan kehalalannya. Kalau sudah begini, masyarakat juga yang dirugikan.
Pemerintah bisa menentukan standarnya?Tetap saja sulit. Sebab setiap ormas Islam berjalan bedasarkan ideologinya sendiri. Mereka sering tidak sepemahaman. Artinya, sertifikasi produk halal ini pasti ada perbedaan. Kalau sudah demikian, pemerintah sulit mengaturnya. penetapan sertifikasi oleh pemerintah justru melindungi masyarakat.
Tapi MUI meragukan kredibilitas pemerintah?Yang berhak menjalankan undang-undang adalah pemerintah, bukan MUI. Tidak ada ormas sebagai pelaksana undang-undang. Artinya pemerintah lebih berhak untuk mengeluarkan sertifikasi halal dibanding MUI.
Sebabnya, semua produk yang dinyatakan halal atau tidak, ada konsekuensi hukum di belakangnya. Baik produk dalam negeri atau pun produk dari luar negeri.
Lalu peran MUI bagaimana?Perannya bisa memberikan rekomendasi. MUI tetap ditempatkan dalam aspek syariatnya. Setelah diaudit, ada sidang penetapan halal atau tidak halal, di situ MUI bisa dilibatkan.
Berarti yang akan mengelola Kemenag?Bukan. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM bertindak sebagai lembaga pemerintah yang bertugas mengawasi obat dan makanan akan ditunjuk mengelola sertifikasi halal.
Untuk itu kami membutuhkan auditor halal. Nah, selain memberi fatwa halal, MUI juga bisa berperan dalam mengontrol para auditor produk halal.
Berapa anggaran untuk pengelolaan sertifikasi halal ini?Kami belum memprediksi pengeluaran dan penerimaan negara bila penetapan sertifikat halal ditentukan pemerintah.
Yang jelas, kalau pemerintah yang menanganinya, tentu pendapatan dari sertifikasi halal tersebut dapat masuk ke negara. Itu masuk PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).
Makanya, sekarang kami masih fokus menyelesaikan regulasinya. Sebab masih ada pasal yang diperdebatkan dalam RUU itu.
Apa saja?Soal pencatatan produk halal itu, apa wajib untuk semua produk. MUI konsepnya wajib. Pemerintah itu sukarela.
Sebab, kami khawatir kalau belum bisa dilakukan usaha mikro kecil, itu akan jadi permasalahan hukum. Bisa jadi usaha mikro berhenti aktivitas. Kalau bangkrut berarti ekonomi rugi. Jangan gara-gara aturan itu mengganggu roda ekonomi.
Pembahasan RUU ini bisa selesai sebelum jabatan Anda berakhir?Saya tidak tahu. Tapi kami usahakan secepatnya. ***