RMOL. Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengaku memang menjadi panel dalam sengketa Pilkada Banten. Tapi dirinya tidak memungut korupsi.
“Yang didakwa menerima uang itu Akil Mochtar. Sementara saya kan tidak,’’ kata Mahfud MD kepada Rakyat Merdeka, yang dihubungi via telepon, di Jakarta, Sabtu (22/2).
Seperti diketahui, bekas KeÂtua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar didakwa meneriÂma Rp7,5 miliar untuk memeÂnangÂÂkan Ratu Atut Chosiyah dalam sengketa Pilkada Banten tahun 2011.
Usai sidang di Pengadilan TipiÂkor, Jakarta, Kamis 20 Februari 2014, Akil mengaku tidak terlibat dalam sidang sengketa Pilkada Banten di MK.
“Yang Provinsi Banten itu jakÂsanya nggak fair, siapa yang meÂngadili. Itu Mahfud. Kenapa jadi saya yang mengadili. Kok ngÂgak disebut panel hakimnya. Itu yang saya bilang, omong koÂsong itu,†kata Akil.
“Pihak yang berperkara bukan saya yang mengadili. Mahfud MD yang adili. Tanya sama dia,†lanjutnya.
Mahfud MD selanjutnya meÂngaÂku dirinya bersama Maria dan Anwar menyidangkan perkara Pilkada Banten.
“Itu sudah kami lakukan seÂcara benar. Tapi Akil Mochtar meÂmungut korupsi di luar pengeÂtahuan hakim-hakim lain. KPK akan mudah membuktikannya,†papar kandidat capres 2014 itu.
Berikut kutipan selengkapnya:
Anda yakin jaksa KPK muÂdah membuktikannya?Ya. Melihat dakwaan jaksa KPK, saya yakin satu per satu kejahatan Akil dapat dibuktikan oleh jaksa.
Akil tidak ikut menyidangÂkan perkara Pilkada Banten, apa bisa memungut uang?Itu bisa saja. Mana tahu dia suÂdah tahu hasilnya. Lalu meneleÂpon yang menang itu, kan bisa begitu. Tapi kita tunggu saja pemÂbuktian KPK.
Dari pernyataan Akil itu, seakan Anda terlibat, ini bagaiÂmana?Begini ya, kan kata Akil dalam kasÂus Pilkada Banten saya yang meÂnangani.
Pertanyaannya, kok dia yang didakwa menerima uang. Sementara saya tidak. KaÂreÂna di situ lah korupsinya dia.
Apa putusan Anda itu sudah benar?
Saya telah memutus sengketa Pilkada Banten dengan benar, sehingga Ratu Atut Chosiyah dan RaÂno Karno menjadi pemimpin di Banten. Saya yang jadi panel berÂsama Bu Maria dan Pak Anwar.
Apa yang Anda lakukan terkait tudingan tersebut?Biarkan saja. Jaksa KPK dan pengadilan yang akan membukÂtikan semua yang ditudingkan Akil. Saya sudah dapat membaca alur pembuktian pengadilan pada kasus Akil itu.
Berapa ideal hukumannya?
Itu urusan pengadilan. Tapi berÂdasarkan hukum pidana jika peÂnegak hukum melakukan kejaÂhatan maka ancaman hukumanÂnya ditambah 1/3 dari ancaman hukuman maksimal. Hakim dan jaksa perlu diingatkan soal itu.
O ya, DPR sedang menggoÂdok calon hakim MK, tanggaÂpan Anda?
DPR diharapkan mencari hakim MK secara maksimal untuk pengganti Akil Mochtar, dan Harjono yang Maret nanti pensiun.
Ada anggota DPR yang menjadi calon hakim MK, ini bagaimana?Dengan dibatalkannya UnÂdang-Undang MK yang baru, beÂrarti berlaku undang-undang seÂbelumnya. Di situ diperbolehkan, anggota DPR menjadi hakim MK. Itu harus kita hormati. SeÂbab, bagaimana pun itu hak yang diatur oleh undang-undang.
MK menangani sengketa pemilu, apa hakim dari parpol itu bisa netral? Kita jangan terlalu antipati terÂhadap kalangan politisi. Selama ini hakim MK yang berasal dari politisi kinerjanya bagus kok. TiÂdak ada kasus sebelumnya. Cuma Akil saja yang bermasalah.
Ini tergantung individunya. BiÂsa atau tidak dia bersikap sebagai negarawan sesuai ketentuan MK. Tapi insyaallah tidak akan terjadi keberpihakan.
Undang-Undang MK yang baÂru dibatalkan MK, tanggaÂpan Anda?Tidak ada efek hukum apa pun mempersoakan lagi vonis MK. Sebab begitu diketokkan palu, maÂka vonis itu sah, final, dan meÂngikat. Makanya saya tidak mau mempersoalkan pembatalan itu dulu. Sebab ada hal yang lebih penting.
Suka tidak suka semua pihak harus menghormati keputusan MK, dan fokus memilih hakim pengÂganti. Sebab waktunya suÂdah sangat mepet.
Bukankah banyak aturan poÂsitif yang harus hilang gara-gara keputusan tersebut?
Memang. Di situ ada aturan-aturan bagus yang bisa diperguÂnakan untuk memperbaiki MK. Seperti adanya panel ahli untuk memilih hakim MK.
Kalau selaÂma ini kan pemiliÂhanÂnya tidak transÂparan. MasaÂlahnya bagaiÂmaÂnapun MK itu penafsir resmi konstitusi. Vonis MK harus diikuÂti sebagai perinÂtah konstitusi. SuÂka atau tak suka, itulah ketentuan konstitusi kita. ***