Komisi IX DPR tidak setuju dengan langkah pemerintah yang mencabut moratorium TKI ke Arab Saudi.
“Pemerintah boleh saja melakukan perjanjian dengan Arab Saudi. Tapi bukan berarti moratorium otomatis berakhir,†tegas Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Seperti diketahui, moratorium atau penghentian pengiriman TKI ke Arab Saudi dimulai sejak 1 Agustus 2011. Tapi moratorium itu dicabut setelah penandatanganan perjanjian bilateral dalam bentuk memorandum of understanding (MoU) tentang penempatan dan perlindungan TKI antara Indonesia dan Arab Saudi, 19 Februari 2014.
“Ini menjadi awal sejarah baru dalam penempatan dan perlindungan TKI kita di Arab Saudi. Dengan mengantongi perjanjian perlindungan yang selaras dengan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, TKI dapat bekerja kembali di Arab Saudi,†kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar.
Ribka Tjiptaning selanjutnya mengatakan, pemerintah telah melanggar kesepakatan dengan mencabut moratorium tersebut.
“Kesepakatannya kan pemerintah tidak akan mencabut moratorium sebelum undang-undang tentang Pembantu Rumah Tangga (PRT) selesai. Artinya, Menakertrans nggak boleh eeenaknya mencabut moratorium TKI ke Arab Saudi,’’papar politisi PDIP itu.
Berikut kutipan selengkapnya:Mengapa menunggu Undang-Undang PRT?Dengan adanya undang-undang tersebut pemerintah memiliki dasar hukum yang kuat. Ini bisa dijadikan bargaining apabila ada masalah menimpa TKI di luar negeri.
MoU itu sudah mengatur tentang penempatan dan perlindungan TKI, bukankah itu sudah cukup?Tidak cukup. Selama ini kan pemerintah banyak membuat MoU dengan negara lain. Tapi prakteknya kan tidak sesuai kesepakatan. Tetap saja banyak masalah yang menimpa TKI. Pemerintah belum mampu menjamin warga negaranya untuk dapat bekerja dengan baik di negeri orang. Sebab, perangkat perlindungan belum sempurna, makanya butuh undang-undang ini.
Sekarang moratorium sudah dicabut, ini bagaimana?Langkah mencabut moratorium itu sikap terburu-buru. Apalagi masih ada TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi perlu diselamatkan, termasuk Satinah yang terancam eksekusi mati, 3 April 2014 bila pemerintah Indonesia tidak membayar diyat sebesar Rp 21 miliar. Atas dasar itu pula semestinya pengiriman TKI ke Saudi ditutup total.
Kenapa Komisi IX DPR tidak mencegah moratorium dicabut?Bagaimana bisa mencegah, kami saja tidak tahu soal rencana pembuatan MoU ini. Kemenakertrans tidak mengatakan apa-apa saat melakukan pembatalan rapat kerja yang rencananya dilakukan Rabu, 19 Februari lalu. Saya mamang tahu Kemenakertrans mau ke Arab. Tapi tahunya untuk menyelesaikan kasus TKI Indonesia di sana.
Berarti Komisi IX DPR tidak tahu apa MoU itu efektif melindungi TKI?Kalau soal itu, saya yakin tidak efektif. Seperti saya bilang di awal, pemerintah belum punya regulasi yang bisa dijadikan bargaining. Hukum di negara kita sangat berbeda dengan Arab. Mereka menerapkan hukum Islam yang keras.
Dengan adanya regulasi, posisi bargaining kita masih 50:50. Kalau tidak ada, tentunya lebih lemah lagi, kecuali Presiden Indonesia mau lebih peduli terhadap perlindungan TKI.
Kalau ada kasus, Presiden turun langsung melakukan komunikasi birokrasi dengan pemerintah Arab, itu lain lagi. Bargaining kita lebih kuat. Tapi kan kenyataannya tidak begitu.
Apa yang ada tahu dari kerja sama itu?Dari yang saya dengar, poin-poin klausul MoU itu masih ada yang tidak berpihak kepada TKI. Misalnya, soal gaji PRT migran yang diserahkan kepada pasar atau tergantung pada supply dan demand. Klausul ini tentu saja sangat melemahkan posisi PRT migran Indonesia yang rentan mendapatkan upah murah.
Dengan isi kesepahaman seperti itu, belum sepenuhnya menjamin keadilan bagi PRT migran di Arab Saudi.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang PRT sudah sejauh mana?Saya juga tidak tahu. Coba ditanya kepada Ketua Pansus. Yang saya lihat sih jalan di tempat. Soalnya anggota DPR sibuk di daerah pemilihan. Sejujurnya kami kesulitan untuk mengumpulkan anggota untuk melakukan berbagai permasalahan yang ditangani Komisi IX DPR. Minggu lalu, saat pembahasan undang-undang Kesehatan Jiwa saja banyak yang absen.
Berarti tidak selesai sebelum pemilu dong?Kemungkinan tidak selesai, sehingga harus dilanjutkan setelah pemilu legislative oleh anggota DPR periode 2014-2019.
Apa yang dilakukan Komisi IX mengenai MoU tersebut?Komisi IX DPR segera mengagendakan rapat dengan Kemenakertrans dan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia). Kami perlu penjelasan dari Kemenakertrans mengenai isi MoU dan nasib moratorium TKI ke Arab.
Sebab kami khawatir MoU itu diartikan sebagai pencabutan moratorium, sehingga akan berbondong-bondong TKI pergi ke Arab Saudi.
Wakil Ketua DPR, Pramono Anung sudah menyatakan, DPR akan melayangkan surat kepada pemerintah, khususnya Kemenakertrans dan BNP2TKI, termasuk Kemlu, untuk mempertanyakan benar tidaknya pencabutan moratorium. Kita tunggu saja, apa jawaban pemerintah. ***