Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan dituding memecat Gede Pasek Suardika dari DPR karena benci.
“Entah kenapa Ketua Harian Partai Demokrat begitu membenci saya,’’ tegas Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pergerakan Indonesia ( Sekjen PPI) Gede Pasek Suardika kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Sabtu (18/1).
“Sejak Kongres Luar Biasa (KLB) Syarief Hasan terus berniat mendongkel saya. Mencopot saya dari jabatan Ketua Komisi III DPR. Kemudian menggeser saya dari Komisi III DPR,’’ papar Pasek.
Berikut kutipan selengkapnya:Kenapa Anda menuding seperti itu?Syarief Hasan sampai datang ke fraksi agar saya segera pindah. Setiap ada momentum melemahkan saya, menjadi obat kuat bagi Ketua Harian, he he he. Padahal sedikitpun tidak ada gesekan politik dengan saya secara langsung.
Syarief Hasan tidak profesional dan serampangan mengelola partai. Saya terbayang statemen nakal saya dulu soal punya SIM C kok menyetir bus malam. Itu otokritik karena Ketua Harian yang serampangan mengelola partai sebesar Demokrat, seperti manager perusahaan keluarga saja.
Mengapa Anda menyindir Syarief Hasan tidak profesional?Karena saya tidak mendapatkan pemberitahuan soal pemberhentian tersebut. Surat itu ditandatangani Syariefuddin Hasan selaku Ketua Harian, dan Edhie Baskoro Yudhoyono selaku Sekjen. Tembusannya ke Presiden, Ketua KPU, Sekjen DPR/MPR, dan Ketua Fraksi Partai Demokrat. Sementara saya sendiri yang akan diganti justru tidak diberitahu alias tidak dapat tembusan.
Mungkin lupa?Masak hal sepenting ini bisa lupa. Lagipula kasus semacam ini bukan yang pertama kali. Ingat kasus surat untuk undangan Rapimnas Partai Demokrat di Sahid Hotel yang mau didesain menjadi Kongres Luar Biasa (KLB). Yang tanda tangan Sekretaris Dewan Pembina dengan Sekjen. Sementara Ketua Umum tidak diajak. Sesama sekretaris mengundang, ketua umumnya nggak diajak. Kini dalam bentuk beda terjadi lagi.
Tahu dari mana Anda dipecat?Awalnya saya tahu dari media. Selanjutnya dalam rapat dengan fraksi, saya dikasihtahu melanggar kode etik. Saya bingung, melanggar kode etik apa.
Apa tidak disebutkan kode etik yang dilanggar?Tidak. Isi surat hanya menyatakan saya melakukan pelanggaran kode etik. Saya langsung kena Pergantian Antar Waktu (PAW). Menurut saya pelanggaran kode etik ini hanyalah alasan. Sebab, sampai sekarang saya tidak pernah dipanggil Komisi Pengawas dan Dewan Kehormatan Partai Demokrat. Justru surat itu yang melanggar etika dan AD/ART.
Kenapa?Saya memang berangkat dari Partai Demokrat. Tapi saya dipilih rakyat melalui proses pemilihan. Kalau saya dicalonkan Demokrat tapi tidak ada yang memilih, apa bisa saya duduk di DPR, kan tidak mungkin.
Kalau pelanggaran pakta integritas, bagaimana?Kalau dianggap melawan pakta integritas, saya yakin saya lebih berintegritas daripada Syarief Hasan. Bukan untuk menyombongkan diri, tapi ini fakta.
Apa buktinya?Kita cek secara sederhana saja. Pakta integritas itu larangan untuk tiga hal, yaitu tidak KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme).
Soal korupsi, sampai saat ini saya clear. Bagaimana dengan Syarief Hasan. Terlibat atau tidak kita tidak tahu. Tapi yang pasti ada kasus di Videotroon, Kemenkop UKM. Belum lagi soal diklat dan pengadaan lift di Kemenkop. Dia harus tanggung jawab dong.
Soal kolusi, saya sampai sekarang masih clear. Tapi dengan adanya dugaan kolusi bapak-anak dan ipar di Kemenkop, sudah terasa ada baunya.
Soal nepotisme, Syarief Hasan dengan istrinya yang menempati nomor urut 1 di dapil Jawa Barat. Sementara saya, istri maju ke DPRD Bali dari Denpasar, saya mengalah ke DPD, sehingga tidak ada nepotisme. Dengan fakta itu, makin jelas siapa yang melanggar pakta integritas.
Anda sakit hati?Soal jabatan saya tidak pernah mempermasalahkan. Bagi saya, dicopot ataupun dirotasi hal yang biasa. Tapi masalah hukuman tanpa proses, ini membuat nurani saya berontak. Apa harus dibiarkan demokrasi kita dibangun dengan dasar emosi, galau, dan seenaknya sendiri. Seakan parpol itu miliknya sendiri. Kita semua dianggap kost saja yang bisa diusir kapan dia mau tanpa perlu aturan. Ini berbahaya.
Belasan pengurus DPC, DPD sudah dipecat dengan gaya cowboy seperti itu. Padahal Ketua harian bukan produk kongres. Sementara Ketua DPC-DPD produk Muscab-Musda. Kasihan Demokrat kalau pola otoriter dibiarkan. Kasihan Ketua DPC-DPD hanya karena dekat Anas disikat. Padahal mereka juga memilih secara aklamasi SBY saat KLB di Bali.
Mungkin karena Anda dekat Anas Urbaningrum? Kalau soal dekat dengan Anas, itu hak pribadi saya merawat persahabatan. Masak mereka tidak cocok, saya harus dicokok hidungnya untuk ikut. Mereka musuhan kok saya diajak ikut memusuhi tanpa alasan. Mereka seakan mengklaim pemilik sah saham mayoritas, sehingga semua harus tunduk meski melanggar aturan. Ini tidak bisa dan tidak boleh dibiarkan.
Apa yang Anda lakukan?Saya sedang menimbang langkah untuk meluruskan kualitas demokrasi dalam tubuh Demokrat. Senin atau Selasa depan saya bersikap terhadap surat cinta yang isinya kegalauan hati mereka karena elektabilitas turun, lalu saya dikorbankan. ***