Wacana dihidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) terus bergulir. Apalagi yang mendukung merupakan tokoh nasional. Misalnya, bekas Presiden Megawati Soekarnoputri, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto.
Melihat hal itu, MPR terus mengkaji kemungkinan diterapkannya Garis Besar Halauan Negara (GBHN).
“Saat ini kami memiliki tim kajian yang bertugas membahas masalah tersebut. Sekarang mereka dalam tahap membahas soal amandemen ke-5 Undang–Undang Dasar 1945 dengan Forum Konstitusi,†ujar Wakil Ketua MPR Melani Leimena Suharli kepada Rakyat Merdeka, di Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, Jumat (10/1).
Menurut anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu, pihaknya sangat mendukung penerapan GBHN lagi. Sebab, negara harus memiliki sebuah master plan jangka panjang, agar kemajuan pembangunan menjadi terarah.
“Sepuluh tahun ini kan program pembangunan sudah terarah, karena Pak SBY yang memimpin selama dua periode. Tapi selanjutnya kan belum tentu bisa. Sementara setiap presiden memiliki rencananya sendiri. Makanya perlu ada GBHN untuk menjamin arah pembangunan bangsa ini,†papar Melani.
Berikut kutipan selengkapnya:Kapan amandemen UUD 45 dilakukan?Target sih Oktober 2014. Sebab masa jabatan MPR kan juga berakhir pada bulan tersebut.
Tidak bisa dipercepat?Saya kira tidak bisa. Soalnya kan sekarang anggota sedang fokus untuk menghadapi Pemilu Legislatif (Pileg). Banyak dari mereka yang mencalonkan diri lagi. Setelah selesai Pileg tim akan efektif bekerja lagi. Sebab kalau pilpres mereka tidak terlibat secara individu, tetapi sudah membawa partai. Jadi tidak terlalu sibuk.
Amandemen itu kan tidak bisa sembarangan. Kami harus melakukan kajian mendalam, agar memahami amandemen-amandemen yang sebelumnya.
Apa saja yang dikaji?Misalnya, apa perlu mengatur soal tugas MPR sebagai pembuat GBHN. Apa perlu memperkuat kewenangan DPD, dan lain sebagainya. Kita kan tidak mau asal amandemen.
Bagaimana kalau pembahasannya lewat Oktober, berarti terancam batal?Tidak dong. Kan kami masih memiliki waktu minimal sampai Oktober. Kalaupun mereka tidak terpilih lagi, saya yakin kami semua tetap akan menyelesaikan tugas sebagai anggota MPR sebaik mungkin.
Kalau tetap tidak selesai Oktober, apa anggota MPR yang baru mau melanjutkannya?Mereka wajib melanjutkan rencana ini kalau kami berhasil mengesahkannya di paripurna pada Oktober 2014. Kecuali MPR yang baru memandang rencana mengaktifan GBHN tidak tepat. Maka mereka harus mengajukan amandemen keenam.
Bukankah sekarang ini sudah berlaku sistem perencanaan pembangunan nasional, sehingga tidak perlu menunggu amandemen untuk menerapkan GBHN?Meski telah sejajar dengan lembaga tinggi negara lain, termasuk presiden, namun MPR tetap memungkinkan menyusun GBHN. Karena anggotanya adalah perwakilan rakyat dan perwakilan wilayah. Tapi, syaratnya ya harus tetap mengamandemen lagi UUD 1945 untuk mengembalikan tugas MPR menyusun GBHN. Lain soal kalau hanya ganti baju dengan mengubah nama sistem perencanaan pembangunan nasional.
Namun jika wacana pemberlakuan GBHN itu hanya dengan ‘mengganti baju’ sistem perencanaan pembangunan nasional, maka tidak perlu mengubah UUD 1945. Tetapi tidak akan ada perubahan yang berarti. Pertanyaannya, nanti yang membuat (GBHN-red) siapa. Lembaga mana. Kalau MPR yang membuat GBHN berarti ya harus mengamandemen lagi UUD 1945.
Kalau GBHN ini diterapkan, berarti kedudukan MPR dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara?Kami tidak mempermasalahkan apakah MPR akan dikembalikan menjadi lembaga tertinggi atau tetap menjadi lembaga tinggi seperti sekarang. Tujuan GBHN hanyalah agar pembangunan dapat dilaksanakan secara konsisten.
Ada kekhawatiran GBHN akan dimanfaatkan seperti era Orde Baru, ini bagaimana?Pemanfaatan GBHN dalam sistem ketatanegaraan bukan berarti mengembalikan sistem politik ke era Orde Baru. Sebab sejak reformasi 1998, sistem politik Indonesia sudah meninggalkan sistem perwakilan, yaitu MPR sebagai representasi wakil rakyat merumuskan GBHN yang harus dilaksanakan presiden sebagai mandataris MPR.
Masalahnya adalah, sejak perubahan sistem itu dan UUD 45 diamandemen sampai empat kali, telah banyak menggeser sistem ketatanegaraan dan pembangunan nasional menjadi tidak konsisten karena tanpa GBHN.
Ada anggapan MPR tidak bekerja karena hanya mensosialisasikan empat pilar, tanggapan Anda?Begini, tugas DPR itu kan sebetulnya hanya ada tiga, yaitu melantik Presiden, memberhentikan Presiden, dan mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945.
Melantik Presiden hanya terjadi lima tahun sekali. Sementara memberhentikan Presiden dan mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 belum tentu terjadi lima tahun sekali. Kalau hanya melakukan hal itu, otomatis MPR kerjanya hanya tidur. Tetapi kami tidak mau. Makanya Taufik Kiemas waktu itu mengusulkan, agar selain mensosialisasikan UUD 1945, MPR juga mensosialisasikan Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Jadi MPR berupaya mengembalikan kesadaran masyarakat terhadap empat hal tersebut.
Tapi buktinya maih banyak konflik antar agama, antar etnis, dan korupsi?Memang. Sebab masih sedikit masyarakat kita yang menjiwai betul tentang empat pilar tersebut. Orang-orang seperti mereka paling hanya takut kalau ditangkap polisi, ditangkap KPK, tidak ada kesadaran murni tentang empat pilar itu.
Kalau begitu percuma dong sosialisasi empat pilar?Tidak kok. Kalau mau diamati, sebetulnya masyarakat sekarang lebih peduli terhadap empat pilar. Kalau saya datang ke daerah-daerah untuk melakukan sosialisasi, masyarakat sangat antusias kok. Lomba gambar tingkap SMP tentang empat pilar misalnya. Pemenangnya waktu itu menggambar seekor burung garuda yang sebelah sayapnya patah. Dibawah burung garuda tersebut, ada gambar beberapa orang berkulit hitam dan berambut keriwil yang mencoba memapah sayap si garuda agar tidak jatuh. Seolah dia mau mengatakan, kalau tanah Papua jangan sampai lepas dari NKRI. Filosofis sekali kan. Itu kan contoh kalau dia sadar sekali tentang empat pilar.
Hanya saja hasil sosialisasi empat pilar memang tidak mudah dilihat hasilnya. Tidak seperti jika orang membangun jembatan yang dapat di lihat dengan mata. Makanya banyak orang yang menilai kalau MPR tidak bekerja. Tapi kalau empat pilar tidak disosialisasikan, bisa-bisa kondisi mental orang Indonesia menjadi lebih buruk. Mungkin teroris jadi tambah banyak. ***