Berita

Julian Aldrin Pasha

Wawancara

WAWANCARA

Julian Aldrin Pasha: Presiden Intervensi Harga Elpiji Karena Kecewa Naik Begitu Besar

SELASA, 07 JANUARI 2014 | 09:13 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Pertamina memang sudah menurunkan harga gas elpiji 12 kg dari Rp 117.700 per tabung menjadi Rp 82.200 per tabung.

Penurunan ini karena ada intervensi pemerintah. Sebelumnya, Pertamina mulai 1 Januari 2014 menaikkan harga gas elpiji 12 kg dari Rp 70.200 menjadi Rp 117.700 per tabung.

Kenaikan Rp 47.500 per tabung itu tentu mendapat penolakan dari masyarakat, sehingga pemerintah turun tangan.


Menurut Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, ada pihak-pihak yang  berjalan sendiri yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Dalam kacamata manajemen pemerintahan harus diakui ada yang tidak berjalan dengan baik. Ada pihak-pihak yang berjalan sendiri yang tidak berjalan sesuai peraturan Menteri ESDM,” kata Julian Aldrin Pasha kepada Rakyat Merdeka, kemarin

Berikut kutipan selengkapnya;

Apa Presiden SBY tidak mengetahui kenaikan gas elpiji mulai 1 Januari lalu?
Bapak Presiden tidak mengetahui masalah kenaikan harga tersebut. Beliau tahu dari media massa yang menimbulkan keresahan di masyarakat.

Masak sih Presiden tidak tahu?
Kenyataanya memang demikian. Presiden benar-benar tidak tahu mengenai kenaikan elpiji itu. Tahunya ketika diberitakan di media.

Apa lagi masyarakat yang menggunakan elpiji terkejut karena tiba-tiba naik 60 persen. Presiden  kaget luar biasa setelah diberitahu dari media soal kenaikan itu.

Bukankah sebelumnya ada pemberitahuan kepada Presiden?

Nggak ada kok.

Bukankah Presiden harus mengetahui mengenai kenaikan harga itu?

Mekanismenya itu kan ada Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 tahun 2009, di pasal 25 ayat 1 tentang penyediaan dan pendistribusian elpiji disebutkan, bahwa dalam menentukan atau menetapkan harga jual untuk pengguna umum ditetapkan oleh badan usaha.

Tapi berpedoman pada tiga hal yakni pada harga patokan, kemampuan daya beli konsumsi dalam negeri dan pada kontinyuitas ketersediaan serta kesediaan dan distribusi.

Namun yang terpenting adalah pada ayat 2 menyebutkan, penetapan harga yang dimaksud dalam ayat 1 adalah wajib dilaporkan kepada menteri atau wajib melaporkan. Nah wajib melaporkan ini yang terabaikan. Karena dalam pengertian itu bermakna Menteri ESDM yang semestinya berhak untuk menyetujui dan menetapkan. Apakah harga elpiji itu boleh naik atau tidak meskipun usulannya dari badan usaha, dalam hal ini Pertamina. Mekanisme ini yang tidak berjalan dengan baik.

Apa reaksi Presiden setelah mengetahui kenaikan harga gas elpiji begitu besar?
Terus terang Presiden kecewa dan marah atas kenaikan harga elpiji 12 kg ini yang begitu besar. Dalam pandangan Presiden, kebijakan tidak semata-mata berdasarkan rasio, rasa atau aspek bisnis belaka. Tapi harus ada unsur kebijaksanaan. Kalau unsur kebijaksanan sudah tidak ada, ya bukan kebijakan. Itu putusan sepihak.

Mengingat gas elpiji ini menyangkut kehidupan orang banyak, maka tidak bisa dilepaskan ke harga pasar. Makanya diintervensi agar diturunkan.  

Apa pejabat Pertamina berani menaikkan harga tanpa persetujuan pemerintah?

Pada kenyataannya Menteri ESDM tidak pernah melaporkan hal ini (kenaikan elpiji) kepada Presiden. Memang bukan menteri yang memiliki inisiatif untuk menaikkan harga elpiji.

Seharusnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 tahun 2009 tentang penyediaan dan pendistribusian elpiji itu diindahkan atau diikuti. Bila itu dilakukan, tidak akan terjadi kenaikan itu.

Bukankah ini seharusnya tanggung jawab menteri?

Memang benar Pertamina adalah badan usaha milik negara dalam bentuk Persero.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 tentang Persero atau PT, memang menginduk pada Menteri BUMN. Tapi dalam konteks penetapan harga jual gas elpiji yang nota bene menyangkut hidup orang banyak dan sangat strategis, seharusnya tidak semata menginduk kepada Menteri BUMN, tetapi kepada Menteri ESDM. Karena ini domainnya Menteri ESDM.

Tapi bila Pertamina dalam kondisi yang harus diselamatkan atas krisis keuangan, misalnya, maka itu menjadi domainnya Menteri BUMN.

Tapi kan ini mengenai kebijakan strategi penentuan harga jual, yakni harga jual dari sesuatu yang mencakup dan menentukan hidup orang banyak. Seyogyanya dikonsultasikan penuh kepada Menteri ESDM dan Menteri ESDM itu wajib melaporkan hal itu kepada Presiden, apakah itu melalui Menteri Koordinator Perekonomian atau langsung kepada Presiden, sehingga Presiden mengetahui sebelum kebijakan itu diputuskan.

Apa Menteri ESDM juga tidak tahu?

 Kementerian ESDM  tahunya dari media massa. Yang jelas Presiden tidak pernah diberitahu, makanya tidak tahu.

Ada anggapan Presiden mencari muka, ini bagaimana?
Itu mungkin pengamatan dari warung kopi di sudut jalan. Itu hak mereka. Tapi kenyataannya Presiden tidak mau kenaikan harga gas elpiji ini membuat rakyat menjerit. Masyarakat kan tahunya harga stabil. Tidak mau tahu bagaimana prosesnya.

Saya sayangkan ketika harga naik yang disalahkan selalu pemerintah dalam hal ini Presiden.

Masyarakat beranggapan bahwa sebenarnya Presiden tahu masalah kenaikan harga elpiji ini, dan dikatakan pura-pura tidak tahu. Sebenarnya ini yang membuat jadi tidak karu-karuan.

Makanya Presiden berinisiatif agar kenaikan harga elpiji ditinjau kembali. Presiden memerintahkan 1x24 jam agar benar-benar konklusif. Kalau dibiarkan nanti saling lempar tanggung jawab lagi.

Apa ada sekenario menjelekkan pemerintah?

Kalau kami tidak mendapatkan penjelasan dari pengambil keputusan atas kenaikan elpiji itu,  tentu akan timbul persepsi miring.

1 Januari 2014 Presiden menyatakan telah memberikan kado istimewa dalam bentuk BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tiba-tiba ada kenaikan harga elpiji dan dikatakan ini dari pemerintah.

Sementara pemerintah atau Presiden tidak tahu menahu.

Kalau ada yang mengatakan ini ada unsur pilitik, ya ini mungkin sekali, karena tidak jelas. Memang dijelaskan ada notulensi rapat di Pertamina bahwa ini kesepakatan bersama. Pertanyaannya, apakah itu harus 1 Januari 2014. Harus dilakukan serentak dan kenapa besarannya seperti itu. Ini tidak bisa dijelaskan. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Cetak Rekor 4 Hari Beruntun! Emas Antam Nyaris Tembus Rp2,6 Juta per Gram

Rabu, 24 Desember 2025 | 10:13

Saham AYAM dan BULL Masuk Radar UMA

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:55

Legislator PKB Apresiasi Langkah Tegas KBRI London Laporkan Bonnie Blue

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:44

Prabowo Bahas Kampung Haji dengan Sejumlah Menteri di Hambalang

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:32

Pejabat Jangan Alergi Dikritik

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:31

Saleh Daulay Dukung Prabowo Bentuk Tim Arsitektur Perkotaan

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:26

Ribuan Petugas DLH Diterjunkan Jaga Kebersihan saat Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:21

Bursa Asia Bergerak Variatif Jelang Libur Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13

Satu Hati untuk Sumatera: Gerak Cepat BNI & BUMN Peduli Pulihkan Asa Warga

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:04

Harga Minyak Naik Jelang Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 08:54

Selengkapnya