Berita

ilustrasi, Lapas Cebongan

Wawancara

WAWANCARA

Victor Manbait: Adik Saya Bukan Preman, Tapi Polisi Berpangkat Bripka

RABU, 10 APRIL 2013 | 08:52 WIB

Keluarga korban penembakan di Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, berharap siapa pun yang terlibat dalam kasus itu diproses secara hukum.

”Landasannya fakta hukum, bukan berdasarkan opini. Sebab, opini yang berkembang saat ini sungguh menyesatkan,’’ kata Victor Manbait kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut kakak kandung Johanis Juan Manbait (korban penembakan di Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta) itu, biar tuntas penanganannya, harus diungkap peristiwa Hugo’s Cafe yang menewaskan anggota Kopassus Heru Santoso. ”Apa benar adik saya dan ketiga korban lainnya terlibat,” ujarnya.


Berikut kutipan selengkapnya:

Bagaimana perasaan Anda sekarang ini?
Saya dan keluarga sangat kehilangan. Apalagi adik saya pergi dengan cara seperti itu.

Bagi seluruh keluarga kami, ini peristiwa yang menyentakkan hati. Sampai sekarang kami tidak habis pikir, di negara hukum masih ada praktik-praktik seperti itu.

Kami sekeluarga berharap, peristiwa ini benar-benar dituntaskan secara profesional, jujur, dan adil. Jangan ada yang ditutup-tutupi atau membelokkan fakta. Ungkap apa adanya.

Anda mencurigai?
 Itu harapan keluarga, ungkap secara tuntas berdasarkan fakta hukum. Soalnya, sekarang ini ada opini yang menyebutkan adik saya itu preman.
 
Padahal, adik saya  Johanis Juan Manbait (anak ke 5 dari 8 bersaudara) sampai akhir hayatnya masih di Kepolisian berpangkat Bripka.

Kemudian tiga orang  lainnya bekerja sebagai keamanan di tempat masing-masing. Makanya kami heran,  kenapa mereka disebutkan sebagai preman.

Sebagai keluarga kami merasa miris adik kami dan saudara kami dibilang preman.

Kenapa Anda minta investigasi mulai dari Hugo’s Cafe?

Kasus ini bermula dari sana. Apa yang sesungguhnya terjadi, itu harus dibuka secara transparan. Bagaimana peristiwanya dan kenapa itu bisa terjadi, kan itu belum terungkap.

Adik saya dan ketiga saudara kami menjadi korban.  Termasuk Serka Heru Santoso.

Sebab, kami sama-sama korban. Tapi malah kami sepertinya dihadapkan dengan keluarga Heru Santoso. Makanya kami minta usut tuntas kasus ini. Keadilan harus ditegakkan.

Jangan menciptakan opini-opini yang mengaburkan masalah sesungguhnya. Ini tentu merugikan masyarakat dan mencederai hukum.       

Apa yang Anda tahu mengenai kejadian di Hugo’s Cafe?
Kami kan di Kupang, NTT. Tidak tahu apa yang terjadi di sana.  Apa benar adik saya dan ketiga saudara kami sebagai pelakunya.

Kami sangat berharap aparat keamanan dan aparat hukum mengungkapnya secara baik dan utuh berdasarkan hukum. Bukan berdasarkan opini yang menyesatkan.

Opini apa yang menyesatkan itu?
Seperti yang saya bilang tadi, adik saya bukan preman. Sekarang ini ada opini bahwa 11 oknum Kopassus itu sebagai ksatria karena membunuh preman.

Padahal, yang dibunuh itu bukan preman, dan cara seperti itu tidak berkeprimanusiaan.

Bayangkan, adik saya sedang berproses hukum dan dalam perlindungan penuh oleh negara, di dalam Lapas. Itu artinya bukan lagi serbuan kepada korban, tapi serbuan pada institusi negara.

Melihat hal itu, negara gagal memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Seolah kita kembali ke zaman batu.
 
Nyawa diganti dengan nyawa. Padahal, kita menyatakan diri sebagai negara hukum dan Pancasila. Nah ini kan menunjukkan kalau kita gagal dalam bernegara dan penegakan hukum.

Apa harapannya?
Siapa pun yang ada di balik penembakan di Lapas Cebongan itu harus diproses secara hukum dengan mengedepankan kebenaran dan keadilan. Makanya, peradilannya nanti dilakukan secara terbuka, sehingga publik bisa mengikuti prosesnya.

Kemana saja keluarga korban penembakan itu mengadu?
Kami membangun keprihatinan ke institusi yang kami nilai mampu mendorong penuntasan kasus ini dengan adil.

Kami sudah buat agenda akan bertemu Komnas HAM, institusi penjaga moral seperti Muhammadiyah, PBNU, Kompolnas, DPR.
 
Bahkan jika ada kesempatan, kami mau bertemu Presiden SBY.[Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya