Berita

Mahfud MD

Wawancara

WAWANCARA

Mahfud MD: Selama Pimpin MK, Saya Tak Bisa Ditekan Pemerintah Atau LSM

JUMAT, 05 APRIL 2013 | 09:25 WIB

Mahkamah Konstitusi (MK) adalah salah satu lembaga terhormat di Indonesia yang selalu mendapat sorotan dunia internasional.

“Karena kita dipandang dunia baik, kita harus menjaga MK sebaik mungkin,” kata bekas Ketua MK Mahfud MD kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Seperti diketahui, MK Rabu lalu telah menetapkan Akil Muchtar sebagai Ketua MK yang baru. Mahfud berharap, pimpinan MK yang baru dapat menjaga dan lebih meningkatkan kualitasnya.


Berikut petikan wawancara selengkapnya:


Apa yang menarik bagi Anda selama mengabdi di MK?
Sewaktu masih menjadi Ketua MK, semua hal menarik sering kali saya temui.

Pokoknya, selama bertugas di MK menyenangkan. Malah, saya merasa sudah membangun MK dengan cukup keras.

Terutama, independensi lembaga peradilan. Bahkan, MK Indonesia itu dinilai dunia internasional sebagai lembaga yang paling independen dan efektif.
               
Berapa peringkat MK saat ini?
Dari seluruh MK di dunia, MK Indonesia termasuk 10 besar. Meski ada kekurangannya, saya cukup bangga bisa ikut membuat MK seperti sekarang ini.

Saya juga tidak merasa ada tekanan dari siapapun selama memimpin MK. Independensinya terjaga sampai sekarang.
               
Masak sih tidak ada tekanan dari pemerintah atau lainnya?
Memang tidak ada kok dari pemerintah. Kami juga tidak bisa ditekan oleh LSM maupun pers.

Maksudnya, bagaimana?
Kami mampu melawan opini lembaga sosial masyarakat (LSM) dan pers.
               
Apa dukanya selama memimpin MK?
Tak ada. Bagi saya, paling mengenai adanya tuduhan yang tidak berdasar saja.
               
Misalnya apa?
Misalnya, dulu ada isu suap di MK. Padahal, kalau orang tahu mekanisme di MK itu tidak mungkin ada celah untuk suap dalam rangka mempengaruhi putusan hakim MK.
Kalau cuma menyuap seseorang penjaga parkir atau pegawai kecilan yang kemudian mengaku-ngaku bisa mempengaruhi hakim mungkin. Karena, orang bodoh kan banyak, zaman sekarang ini masih main sogok. Di MK itu, tidak mempan.
               
Apa harapan Anda soal pimpinan MK yang baru?
Pimpinan MK harus tegas. Kalau ada isu sekecil apapun, harus diselidiki dan ditindak tegas. Misalnya, ada si A bertemu dengan si B, lalu ada si C yang memberikan sesuatu kepada si B, maka segera ditindak tegas agar kehormatan MK tetap terjaga.
               
Apa tindakan tegas itu pernah dilakukan Anda?
Oh... ya dong! Pernah ada orang dari Papua. Waktu itu, dia kirim surat kepada Ketua MK yang bunyinya bahwa dia sudah kirim sejumlah uang lewat rekening orang MK.

Lalu, apa yang dilakukan MK saat itu?
Tentu orang MK itu saya panggil dan saya suruh laporkan ke polisi, lalu diumumkan ke publik dan dinyatakan kalau ada kasus kayak begini silakan diselidiki. Itu kan segera menetralisir masalah juga.

Bukan itu saja, dalam sidang resmi,  saya tegur orang itu dan dia minta maaf. Memang ada pegawai MK yang dilaporkan menerima uang dengan harapan bisa menang perkara, tapi ternyata perkaranya kalah.

Akhirnya ketahuan bahwa orang suap-suap itu tidak bisa mempengaruhi hakim-hakim MK. Yang kayak begitu saya laporkan dan orangnya dipecat dari MK. Di masa mendatang, MK harus bertindak seperti itu. Jangan kalau ada sesuatu dilindungi.
               
Adakah kasus yang sulit ditangani selama jadi Ketua MK?
Tak ada kasus yang sulit, dalam arti posisi hukumnya sulit. Hanya saja, kalau ada perbedaan pendapat itu sering sekali dan itu malah bagus juga. Kalau ada perbedaan pendapat, tidak ada yang bisa memaksakan dan diambil voting.
               
Apa tetap ada yang kecewa?
Kalau ada yang voting-nya kalah tetap harus setuju dengan pendapat yang banyak. Cuma boleh menyatakan dissenting opinion saja. Karena itu, tidak ada yang sulit kok.

Apa saat ini sengketa Pilkada menumpuk di MK?
Ya. Memang saat ini kecenderungannya setiap Pilkada selesai selalu berperkara.

Berapa banyak yang berperkara itu?

Sepengetahuan saya, ada lebih dari 400 kasus sengketa Pilkada masuk ke MK sejak tahun 2010. Karena 2008 ditangani sebentar, menjelang Pemilu 2009, setelah itu dibuka kembali di 2010 sampai 2012. Sampai 2012 saja, sudah mencapai lebih dari 400 kasus sengketa Pilkada. Jadi sampai sekarang masih menumpuk.
               
Dalam setahun berapa kasus Pilkada yang masuk?
Saya tidak tahu itu dan setahu saya tergantung penyelenggaraan Pilkada di daerah dan itu yang tahu KPU dan Mendagri.

Diperkirakan, hampir 80 persen Pilkada yang diselenggarakan berperkara di MK.
               
Sampai Anda pensiun, apa masih banyak?
Oh... masih banyak lagi. Salah satunya Pilkada Jabar. Saat persidangan saya pegang, tapi vonisnya sesudah saya pensiun. Jadi, bukan saya lagi yang pegang.
               
Setelah Orde Baru banyak undang-undang yang digugat, apa benar?
Bukan masalah Orde Baru atau tidak. Undang-undang yang ada sejak Indonesia merdeka ada juga yang digugat seperti KUHP yang merupakan peninggalan penjajah Belanda terus berlaku.
 
Lalu Undang-Undang yang ada di Orde lama juga, Undang-Undang zaman Orde Baru. Tapi, yang lebih banyak digugat  Undang-Undang yang hadir di era Orde Reformasi.
               
Kenapa?
Karena Undang-Undang yang lahir di zaman Orde Baru banyak juga yang sudah diganti di zaman Orde Reformasi. Dan Undang-Undang yang banyak digugat adalah Undang-Undang yang lahir di zaman Reformasi ini.
               
Masih banyak gugatan Undang-Undang yang belum selesai?
Belum dan masih banyak lagi.
               
Apa benar kita saat ini belum siap kalah tapi hanya siap menang dalam berdemokrasi?
Ya... memang begitu. Sebab, kalau kalah selalu berperkara meskipun sudah tahu  tetap kalah di MK. Bahkan, ada yang berharap bisa menang di MK dengan menyuap hakim, nyatanya kan tidak ada yang bisa.
               
Dari sekian banyak Pilkada yang diperkarakan, berapa persen Pilkada yang sudah benar di mata Anda?
Dari 400 lebih perkara Pilkada yang masuk ke MK, yang dikabulkan MK dan menunjukkan adanya kecurangan hanya 11 persen. Itu berarti, 89 persen Pilkada yang diperkarakan ke MK, Pilkada-nya sudah benar. Benar dalam arti tidak terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif. Berarti orang sudah kalah berpekara, tapi tetap maju dan kalah juga.
               
Seharusnya bagaimana?
Partai harus memberikan pendidikan politik yang benar. Tapi, bukan itu saja masalahnya, undang-undangnya dievaluasi kembali agar pilkada bisa lebih efisien. Misalnya, pemilihan kepala daerah dikembalikan lagi ke DPRD.
               
Apakah gara-gara biaya politiknya tinggi?
Ya... kan mereka menggugat karena sudah keluar biaya besar dalam Pilkada. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

UPDATE

Selengkapnya