.Manuver tujuh jenderal (purn) TNI yang menyodorkan enam capres kepada Presiden SBY menimbulkan spekulasi.
Ada yang menilai, langkah itu untuk menÂcegal seseorang. Tapi ada juÂga yang menafsirkan untuk menÂdukung seseorang.
“Kami tidak dalam posisimenÂdukung atau mencegah seÂseÂorang. Makanya kami tidak meÂnyebut nama,’’ kata Jenderal (Purn) TNI Luhut Panjaitan keÂpada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Seperti diketahui, tujuh jenÂderal (purn) TNI; Luhut PanjaiÂtan, Subagyo HS, Fachrul Rozi, Agus Widjojo, Johny Josephus, SuÂÂmarÂdi, dan Suaidi MarasaÂbessy, meÂnyampaikan enam capres poÂtensial kepada Presiden SBY, Rabu (13/3).
Meski tidak menyebut nama, tapi sudah beredar di media massa enam capres itu, yakni MeÂgaÂwati Soekarnoputri, Mahfud MD, Jusuf Kalla, Joko Widodo, Prabowo Subianto, dan Aburizal Bakrie.
Luhut Panjaitan selanjutnya mengatakan, pertemuan dengan SBY sudah biasa dilakukan. Tapi tidak heboh seperti seÂkaÂrang.
Berikut kutipan selengkapnya;Apa enam nama itu seperti dimuat media massa?
Kami tidak menyebut nama. Enam orang itu hasil survei. Ini dijadikan bahan diskusi dengan Presiden, itu saja kok.
Hasil survei mana saja?
Yakni survei yang kita buat dan akumulasi dari survei-survei lainÂnya, seperti survei dari LSI Denny JA dan LSI Burhanuddin Muhtadi serta lainnya. Itu kami sampaikan sebagai capres potensial.
Kenapa tidak sebut nama saja?Kalau sebut nama, nanti kesanÂnya kami mengendors si pulan, si badu, kan tidak
fair.Apa secara khusus dibicaraÂkan capres dari purnawirawan jenderal? Dalam pertemuan itu kita tidak bicara capres militer-sipil dan caÂpres tua-muda. Yang kita bicaraÂkan adalah mengenai kriteria-kriÂteria capres ke depan saja.
Kriteria apa saja yang dibaÂhas?Kriterianya adalah pemimpin ke depan harus bisa sukses seÂperÂti SBY. Selama SBY memimÂpin, pertumbuhan ekonomi dan lainnya bagus, meski ada kekuÂrangan, seperti pemerataan belum terjadi. Kami bertujuh saat itu berÂkeÂinginan pemerataan keseÂjahÂÂteÂraan bisa berbanding seimÂbang dengan pertumbuhan ekoÂnomi.
Tanggapan Anda terhadap capres dari purnawirawan jenderal?Kami tidak dalam kapasitas menilai mereka yang muncul. KaÂlau melihat capres, tentu meÂlihat track recordnya. Misalnya 30 tahun terakhir ini bagaimana. Kalau tentara, bagaimana waktu menjadi sipil, apa sukses story-nya, bagaimana keluarganya, apaÂkah temperamental atau tidak.
Memimpin negara itu kan diÂbutuhkan seseorang yang cool. Jangan sampai kita judikan negeri ini kepada orang yang sebenarnya tidak kompeten untuk menjadi presiden. Hanya karena sering tamÂpil di media saja, terus diangÂgap popular, padahal tidak komÂpeten.
Bukankah capres yang munÂcul itu memiliki track record bagus?Coba kita lihat track record meÂreka secara jeli. Di sosial meÂdia semua bisa dilihat.
Track record seperti apa yang diinginkan 7 purnawiraÂwan jenÂderal itu?Tentunya kami ingin pemimpin ke depan memiliki kemampuan unÂtuk melakukan komunikasi inÂterÂnasional, memahami masaÂlah ekoÂnomi mikro dan makro, dan punya stabilitas emosional yang baik.
Maksudnya?Jangan pula pemimpin yang terÂpilih nanti pemarah, temperaÂmenÂtal dan tiba-tiba mengatakan; kita perang. Kalau begitu kan kita akan repot juga. Kita mesti punya peÂmimÂpin yang emosionalnya stabil. Ini bisa dilihat 30 tahun track reÂcordÂnya, punya nggak syarat atau kriÂteria yang kami maksud. Kalau tiÂdak punya, jangan dipaksakan.
Bagaimana capres dari sipil?
Hampir semua nama sipil kami sampaikan pandangannya kepada Presiden.
Siapa saja?Ah, kamu tahu semua kok hasil survei itu. Tidak perlu saya samÂpaikan ke publik.
Siapa yang paling pantas dari sipil itu?Ada. Banyak tokoh sipil pemÂbeÂrani dan tegas yang layak menÂjadi presiden. Kalau dari miÂliter tapi menjadi otoriter kan repot juÂga nantinya.
Apa yang Anda maksud itu Prabowo?Anda saja yang lihat, masak tiÂdak tahu. Jangan pancing-panÂcing saya, ha-ha-ha.
Megawati, Mahfud MD, JuÂsuf Kalla, dan Aburizal Bakrie, itu bagaimana?Kami kasih 6 nama itu mungÂkin 6 bulan lagi bisa berubah. Nanti kita lihat lagi.
Tujuh purnawirawan jendeÂral itu diundang SBY atau iniÂsiaÂtif sendiri?Oh, kalau itu saya yang telepon ke Pak Sudi Silalahi agar disiapÂkan waktu untuk bertemu dengan Pak SBY.
Apa sering bertemu seperti itu?Ya, kami memang sering berteÂmu dengan Pak Presiden. Tapi biasanya malam hari. Tapi yang Rabu (13/3) lalu itu siang hari, maÂkanya ramai. Padahal topik diskusinya tidak pernah berubah seperti itu-itu saja kok. [Harian Rakyat Merdeka]