RMOL. Komite Kebijakan Industri Petahanan (KKIP) terus mendorong revitalisasi industri pertahanan. Salah satunya agar pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) dari produk dalam negeri.
Demikian diungkapkan MenÂteri Pertahanan, Purnomo YusÂgianÂtoro, seusai sidang ketiga KKIP di kantor Kemenhan, Jakarta, Senin (27/6).
Menurut Ketua KKIP itu, siÂdang ketiga KKIP ini menetapkan empat kebijakan, yaitu kebijakan produksi, pembiayaan, penyehaÂtan korporasi BUMNIP (Badan Usaha Milik Negara Industri PerÂtahanan), serta kebijakan pengaÂdaan barang dan jasa.
KKIP, lanjut Purnomo, akan membuat
shopping list alutsista yang bisa dibuat di dalam negeri oleh tim asistensi yang sudah diÂsetujui. Langkah ini bisa dijadiÂkan upaya untuk mendorong keÂmajuan manajemen produksi industri pertahanan, sehingga Indonesia mampu mandiri dalam pengadaan alutsista.
“Kita akan memformulasikan kebijakan dalam rangka
transfer of technology dan juga
join production. Kita akan menÂdorong
research dan
deveÂlopÂment militer untuk bisa meÂmajukan inÂdustri pertahanan dalam negeri,†papar Purnomo.
Berikut kutipan selengkapnya;Bagaimana dengan pembiaÂyaan fiskal?Nanti akan dibuat
shopping list dan dari matriksnya bisa dilihat mana yang diperlukan dan diÂminÂtakan insentifikal dari otoÂritas keuangan. Setelah list diÂbuat, kita ajukan kepada PresiÂden atau MenÂko Perekonomian dan MenÂteri Keuangan untuk mendapatÂkan fiskal insentif yang kita doÂrong bisa menjadi intenÂsif pemÂbangunan alutsista dalam negeri.
Selain itu, baÂgaiÂmana ke deÂpan kita bisa melakÂsaÂnakan dan menÂdukung pemÂbiaÂyaan alutÂsista itu dengan mengÂguÂnakan multi years.
Bagaimana deÂngan dana perÂcepatan alutÂsista dalam negeri?Itu termasuk daÂÂlam belanja moÂÂdal di dalamÂnya berupa rupiah murni, pinÂjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Program perceÂpaÂÂtan alutsista itu membuÂtuhÂkan biaya Rp 150 triliun daÂlam 5 tahun.
Kenyataannya Bappenas hanya menyediakan Rp 100 triliun pada 2010. Ini berarti untuk empat tahun kurang Rp 50 triliun. Tahun 2011 sebesar Rp 11 triliun, tahun 2012 sebesar Rp 12 triliun, tahun 2013 sebesar 13 triliun, dan 2014 sebesar Rp 14 triliun.
Tahun ini, kita baru dapat Rp 2 triliun, dan kekurangannya akan kita dapatkan dalam APBN-P yang akan dibahas dalam waktu dekat ini.
Apa maksud dari kebijakan peÂnyeÂhatan korÂpoÂrasi BUMNIP?Sebenarnya ini wilayah MenÂteri BUMN, tapi KKIP memiliki kepeÂduÂlian dalam hal ini. Kita bisa memperÂbaiÂki
cash flow BUMN dengan cara mendoÂrong dan meÂminta untuk diduÂkung adaÂnya PenyerÂtaan MoÂdal Negara (PMN).
Kita juga ingin memberikan dukungan agar mereka bisa lebih efisien. Selain itu, membatasi industri kita untuk industri perÂtahanan saja, tidak termasuk di dalamnya industri strategis.
O ya, bagaimana dengan RUU Kamnas, kenapa ada paÂsal menangkap, menyadap, dan memeriksa?Masalah belum diperdebatkan. Itu versi pemerintah, belum maÂsuk ke DPR. Mereka belum memÂberikan DIM kepada kita. Nanti kita bahas untuk jadi keÂputusan politik.
Bukankah masalah itu juga dituangkan dalam RUU InteÂlijen?
Dalam RUU Kamnas itu sifatÂnya lebih luas, sedangkan di RUU Intelejen lebih khusus. Jadi ya kita lihat saja nanti, kan mengaÂjukan boleh-boleh saja. Soal nanti hasilnya lain karena dibahas di DPR, itu karena komÂpromi politik yang terjadi dalam forum DPR.
[rm]