Berita

Ruhut Sitompul

Wawancara

WAWANCARA

Ruhut Sitompul: Kader Demokrat Tersangkut Kasus, Tanggung Jawab Masing-masing

KAMIS, 16 JUNI 2011 | 07:02 WIB

RMOL. Ruhut Sitompul yang selama ini dikenal cukup vokal, terutama saat membela Partai Demokrat, tapi kini anggota Komisi III DPR itu mengkritisi pengelolaan aset negara yang bekerja sama dengan swasta.

”Misalnya saja bekas Hotel In­do­nesia, yang kemudian menjadi Hotel Indonesia Kempinski di Kompleks Grand Indonesia, Ja­kar­ta, bukan saja mengubah land­mark heritage bagunan ber­se­ja­rah Hotel Indonesia itu menjadi su­perblock komersial dengan ba­ngunan office tower, resindencial tower hingga mal kelas atas. Te­tapi dari sisi penerimaan negara, juga dipandang terlalu rendah,’’ paparnya kepada Rakyat Mer­deka, kemarin.

Menurut anggota DPR Fraksi Partai De­mokrat itu, hal yang paling me­nge­jutkan, adanya opsi per­pan­jangan kerja sama dari 30 tahun men­jadi 50 tahun. Ada pe­nam­­bahan 20 tahun sejak De­sem­ber 2010. Keputusan ini jelas me­ngan­dung unsur ketidakpatuhan dan tidak dilandasi perhitungan me­­­madai atau saling meng­un­tung­­kan.


Sebelumnya Koordinator Ja­ring­an Nasional Untuk Rene­go­isasi Aset Negara (Jarnas RAN), Reinhard Nainggolan menga­ta­kan, pengelolaan aset negara me­lalui kerja sama pemerintah de­ngan perusahaan maupun mitra negara lain, banyak mengabaikan unsur fairness, sehingga melukai rasa keadilan rakyat.

Dia mencontohkan kerja sama antara PT Hotel In­donesia Natour (HIN) dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI) dan PT Grand Indonesia (PT GI)  melalui scheme/ opsi BOT (built operate transfer) ter­sebut, berlangsung sejak 2004 untuk jangka waktu 30 tahun. Na­mun kompensasi kepada ne­gara sebagai pemilik lahan ternyata terlalu rendah.

Dalam kasus itu, Ruhut selan­jutnya menga­ta­kan, pemerintah perlu meninjau ulang kerja sama ini. Jangan sam­pai negara diru­gikan.

Berikut kutipan selengkapnya:

Langkah apa sebaiknya dila­ku­kan dalam pengelolaan seperti itu?
Terkait masalah PT HIN, saya berpikir cukup sederhana saja, kita ikuti instruksi Pak SBY, bah­wa kontrak-kontrak yang me­ru­gikan bangsa Indonesia harus dikaji ulang, tanpa terkecuali.

Seberapa besar negara diru­gi­kan?
Saya ingin tegaskan, dari pi­dato Pak SBY, beliau meng­ingin­kan agar kontrak-kontrak yang me­rugikan negara kita harus di­tin­jau ulang. Apalagi dalam kasus ini Menteri BUMN tidak me­nge­tahu dan ada LSM mela­por­kan­nya ke­pada saya terkait BOT 30 tahun di­perpanjang oleh ko­mi­sa­ris dan di­reksi, itu kan pidana. Se­telah saya cek, beberapa ko­misaris me­­nga­takan pada saya, bahwa ka­sus ini sedang mereka dalami semua.

Bagaimana dengan pembuatan kontrak tanpa persetujuan pemerintah?
Ini kan saya bilang termasuk pi­dana berat, beberapa waktu yang lalu langsung kami dalami siapa pelakunya. Saya bisa me­la­kukan penyidikan dan pe­nye­lidikan, karena selain berada di Komisi III DPR, 30 tahun saya menjadi advokat.

O ya, bagaimana kompensasi ren­dah yang diterima peme­rin­tah?
Itu yang harus kita kritisi, ba­yangkan di Kempinski tiap tamu per malam menginap berapa pendapatannya. Lalu orang-orang yang menyewa gedung. Anda bi­sa lihat berapa keuntungan yang didapatkan pihak swasta dalam hal ini, tetapi saya mendengar hanya Rp 10 miliar yang dibe­rikan kepada pemerintah.

Anda berencana melaporkan ka­sus ini kepada KPK?
Saya rasa tim yang dibentuk Ke­­menterian BUMN akan mela­por­kan kasus ini kepada KPK. Se­lain itu, saya yakin komisaris PT­ HIN yang baru juga akan me­laporkannya. Bahkan ada LSM yang datang kepada saya men­ceritakan beberapa hal terkait ka­sus ini dan sudah minta waktu untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR.

Kasus ini melibatkan kader Partai Demokrat, itu bagaimana?
Kami pada prinsipnya me­ngalir saja. Nanti bisa dilihat di mana jalan yang terjal, mana batu, mana kerikil-kerikil, kami biar­kan saja.

Berarti kalau dilaporkan ke KPK, Demokrat akan terbuka?
Silakan saja, kita akan siapkan pengacara, seperti kasus Na­za­ruddin dan Andi Nurpati. Kita meng­hormati praduga tak ber­salah, tapi kalau sudah lengkap fakta dan bukti hukum, sehingga mereka harus dipenjara, itu tanggung jawab masing-masing.

Apa yang perlu dilakukan da­lam masalah ini?
Saya kira perlunya audit in­ves­tigatif secara independen ter­ha­dap seluruh aset melalui opsi ker­ja­ sama BOT, guna mendapatkan gam­baran menyeluruh dan kom­pre­hensif.   [rm]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Slank Siuman dari Jokowi

Selasa, 30 Desember 2025 | 06:02

Setengah Juta Wisatawan Serbu Surabaya

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:30

Pilkada Mau Ditarik, Rakyat Mau Diparkir

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:19

Bukan Jokowi Jika Tak Playing Victim dalam Kasus Ijazah

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:00

Sekolah di Aceh Kembali Aktif 5 Januari

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:50

Buruh Menjerit Minta Gaji Rp6 Juta

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:07

Gegara Minta Duit Tak Diberi, Kekasih Bunuh Remaja Putri

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:01

Jokowi-Gibran Harusnya Malu Dikritik Slank

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:45

Pemprov DKI Hibahkan 14 Mobil Pemadam ke Bekasi hingga Karo

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:05

Rakyat Tak Boleh Terpecah Sikapi Pilkada Lewat DPRD

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:02

Selengkapnya