RMOL. Wa Ode Nurhayati mengaku tidak pernah menyebut Ketua DPR, Pimpinan Badan Anggaran, dan Menteri Keuangan sebagai penjahat anggaran.
“Kata-kata penjahat anggaÂran sebenarnya bukan terlontar dari diri saya, tetapi merupakan pertanyaan kesimpulan yang dilontarkan Mbak Najwa ketika saya menjadi pembicara di acara Mata Najwa,†ujar anggota BaÂdan Anggaran DPR, Wa Ode NurÂhayati, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, belum lama ini.
Untuk itu, anggota Komisi VII DPR itu siap dipanggil BK DPR terkait laporan Marzuki Alie yang merasa tersinggung dengan ucapan Nurhayati dalam program “Mata Najwa†di stasiun televisi Metro TV yang ditayangkan Rabu (25 /5).
Wa Ode merasa dirinya tidak bersalah terkait laporan tersebut dan dirinya sudah mempersiapÂkan data-data pendukung untuk memperkuat argumennya ketika BK DPR memanggil dirinya.
“Silakan saja melapor ke BK DPR. Saya sudah mempersiapÂkan datanya. Kesimpulan yang diambil daÂlam acara Mata Najwa bahwa ada penjahat yang bermain karena hiÂlangnya hak 120 daerah, kenapa saya menyebut tiga unsur. Sebab, ada faktor dan penyebabnya,†beber politisi dari PAN itu.
Nurhayati mengaku siap meÂmenuhi panggilan BK sebagai bentuk tanggung jawab yang memaparkan kebenaran yang terjadi selama ini. Pengungkapan data-data mengenai Dana PerceÂpatan Infrastruktur Daerah (DPID) bukan untuk mendiskreÂditkan DPR.
Berikut kutipan selengkapnya;
Bagaimana kronologis di acara Mata Najwa?Wawancara dari awal hingga akhir tidak terpisahkan. Artinya jangan yang diambil kalimat “penjahatnya†saja. Mbak Najwa menanyakan, di beberapa kesempatan dan media saya meÂmaparkan kecurigaan pelanggaÂran sistem dalam kasus DPID.
Ketika saya menceritakan kroÂnologis dalam kasus itu, di akhir Mbak Najwa bertanya kepada saya, mencoba mengambil keÂsimÂpulan; khusus kasus ini, siapa penjahatnya menurut mbak.
Jadi kata “penjahat†itu tidak keluar dari saya, tapi itu adalah proÂÂses wawancara terakhir Mbak Najwa menyampaikan kesimÂpulan.
Lalu Mbak Najwa menanyaÂkan lagi; penjahatnya pimpinan DPR kah, pimpinan Banggar kah atau Menteri Keuangan. Saya jawab mungkin ketiga-tiganya. Ini jelas bahwa saya tidak pernah menyebutkan mereka adalah penjahat anggaran.
Bagaimana sebenarnya sisÂtem DPID yang Anda pertanyaÂkan itu?Begini, Oktober 2010 kami meÂlaÂkukan pembahasan APBN 2011 yang memutuskan adanya dana atau pagu anggaran yang bernama DPID 2011.
Tanggal 6 sampai 11 Oktober 2010 di puncak, Panja melakukan rapat untuk menentukan sistem indikator sebuah daerah boleh mendapatkan DPID, yaitu kapaÂsitas fiskal dan kriteria daerah. Setelah itu dirapatkan antara Banggar dengan pemerintah dan didapatkan 491 daerah kabupaÂten/ kota yang memenuhi kriteria.
Anda menemukan ada peruÂbaÂhan sistem itu?Setelah disepakati, pemerintah menyerahkan simulasi untuk anggaran Rp 7,7 triliun yang mengÂakomodir 491 kabupaten/kota. Ini simulasi pemerintah. Setelah itu kita tidak rapat lagi di Banggar, tinggal menunggu PMK 25 (Peraturan Menteri Keuangan nomor 25).
Lalu 11 Februari 2011 tiba-tiba keluar PMK 25 yang ditandaÂtaÂngani dari simulasi bulan OktoÂber, tapi hanya 298 kabupaten/kota. Ini tidak sesuai dengan keÂsepakatan awal yaitu 491 daerah. Jadi ada sekitar 120 daerah yang hilang.
Dari 491 daerah itu tidak langÂsung dikurang 298. Sebab, ada daerah yang ditetapkan tidak boleh dapat karena APBD-nya besar, kapasitas fiskalnya tinggi, dan tidak tertinggal.
PMK 25 itu ditandatangani MenÂkeu dan dijadikan lembar neÂgara dan dasar hukum mengatasÂnamakan rapat Badan Anggaran DPR. Sementara rapat terakhir simulasi Banggar itu tanggal 6-11 Oktober 2010. Artinya, kalau Menkeu mengatakan ini sebagai rapat Banggar berarti ada oknum Banggar, dalam hal ini pimpinan Banggar yang berkoordinasi dengan pemerintah, dalam hal ini Menkeu.
Itu kecurigaan-kecurigaan saya, kenapa saya katakan itu. KeÂtika Mbak Najwa tanya penÂjahatnya siapa. Saya bilangnya kayaknya ketiga-tiganya. Sebab, mereka memberikan kontribusi, tapi saya tidak men-
judge meÂreka. Sebab, saya bilang kayakÂnya.
Kenapa Anda menilai seperti itu?Itu kecurigaan saya. Sebab, tiÂdak ada rapat Banggar lagi sebaÂgai patokan dikeluarkannya PMK 25 itu. Hilangnya sekitar 120 daeÂrah harus ada penjelasan daÂlam forum resmi bahwa yang dapat sekian daerah, lalu sekian daerah ini hilang karena sistemÂnya beruÂbah,
kan seharusnya begitu.
Saya mengindikasikan pimÂpiÂnan Banggar tahu dan memberiÂkan persetujuan. Sebab, jelas dalam PMK 25 pasal 2 ayat 1 meÂnyebutkan daerah provinsi, kabuÂpaten, dan kota yang menerima DPID beserta besaran alokasinya ditetapkan dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR.
Bukannya Banggar tidak ada urusan lagi ketika PMK sudah keluar?Loh sekarang sudah jelas bunyi pasal 2 PMK. Kalau sekarang ada yang mengatakan bahwa tidak ada urusan antara PMK dengan DPR karena DPR tidak terlibat. Lalu kenapa pasal 2 PMK mengaÂtasÂnamakan rapat Banggar dan saya salah satu anggotanya. ApaÂbila nanti diperiksa KPK, bisa saja semuanya kena. Padahal kita tidak tahu-menahu. Kalau terseret ke KPK, saya menggugat MenÂkeu. Kalau memang pemerintah yang bertanggung jawab kepada PMK, kenapa ada bunyi pasal 2 tersebut.
Kalau indikasi pimpinan DPR terlibat?Saya sudah berulang kali meÂnyebutkan bahwa bukan pimpiÂnan DPR secara kelembagaan, tapi ada salah satu unsur pimpiÂnan DPR yang menyurati MenÂkeu,
kan benar ada surat dari Pak Anis Matta.
Saya tidak bilang Ketua DPR. Saya bilang ada salah satu pimÂpinan DPR. Pimpinan itu kan ada lima. Satu ketua dan empat wakil ketua. Kenapa saya sebut salah satu pimpinan karena memang ada salah satu pimpinan, persisÂnya Pak Anis Matta, yang menyuÂrati Menkeu untuk segera meÂnandatangi DPID sesuai dengan lampiran yang dibuat DPR. KeÂcurigaan saya jelas
dong, berarti DPR yang merubah simulasi pemerintah.
Bagaimana dengan kabar bahwa PMK 25 itu bodong?
Awalnya saya tanyakan di raker. Sebab, mulanya PMK 25 ini beredar di senayan tanpa stemÂpel. Ini yang saya bilang ada indiÂkator calo di dalamnya, baik di pemerintah maupun di DPR. Kan aneh PMK 25 bisa keluar tanpa stempel.
Kenapa PMK 25 beredar dari tangan ke tangan, bukan dari peÂmerintah ke daerah. Kalo anggota Banggar punya data PMK 25 wajar karena kita membahasnya. Tapi kalau orang di luar Senayan punya PMK 25, apalagi tidak di stempel, ini tidak wajar. Artinya patut diduga ada praktek mafia di dalamnya.
Fraksi Anda mem-back up?Saya sudah dipanggil fraksi dan ditanya soal laporan pak Marzuki Alie. Saya sampaikan yang sebenarnya bahwa saya tidak mengatakan kata-kata itu. Kami diajarkan bahwa sejauh kita bisa bertanggung jawab terÂhadap apa yang kita kritisi, ya silakan. Tanggung jawab moral terhadap daerah dan bangsa itu adalah tanggung jawab moral pribadi kita sebagai pejabat. Tapi pada prinsipnya Fraksi PAN menÂsupport anggota fraksi yang meÂmang mempersoalkan hal-hal yang berhubungan dengan kepenÂtingan bangsa dan rakyat.
[RM]