Berita

Wa Ode Nurhayati

Wawancara

WAWANCARA

Wa Ode Nurhayati: Kalau Terseret ke KPK, Saya Gugat Menkeu

MINGGU, 05 JUNI 2011 | 00:28 WIB

RMOL. Wa Ode Nurhayati mengaku tidak pernah menyebut Ketua DPR, Pimpinan Badan Anggaran, dan Menteri Keuangan sebagai penjahat anggaran.

“Kata-kata penjahat angga­ran sebenarnya bukan terlontar dari diri saya, tetapi merupakan pertanyaan kesimpulan yang dilontarkan Mbak Najwa ketika saya menjadi pembicara di acara Mata Najwa,” ujar anggota Ba­dan Anggaran DPR, Wa Ode Nur­hayati, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, belum lama ini.

Untuk itu, anggota Komisi VII DPR itu siap dipanggil BK DPR terkait laporan Marzuki Alie yang merasa tersinggung dengan ucapan Nurhayati dalam program “Mata Najwa” di stasiun televisi Metro TV yang ditayangkan Rabu (25 /5).


Wa Ode merasa dirinya tidak bersalah terkait laporan tersebut dan dirinya sudah mempersiap­kan data-data pendukung untuk memperkuat argumennya ketika BK DPR memanggil dirinya.

“Silakan saja melapor ke BK DPR. Saya sudah mempersiap­kan datanya. Kesimpulan yang diambil da­lam acara Mata Najwa bahwa ada penjahat yang bermain karena hi­langnya hak 120 daerah, kenapa saya menyebut tiga unsur. Sebab, ada faktor dan penyebabnya,” beber politisi dari PAN itu.

Nurhayati mengaku siap me­menuhi panggilan BK sebagai bentuk tanggung jawab yang memaparkan kebenaran yang terjadi selama ini. Pengungkapan data-data mengenai Dana Perce­patan Infrastruktur Daerah (DPID) bukan untuk mendiskre­ditkan DPR.

Berikut kutipan selengkapnya;

 Bagaimana kronologis di acara Mata Najwa?
Wawancara dari awal hingga akhir tidak terpisahkan. Artinya jangan yang diambil kalimat “penjahatnya” saja. Mbak Najwa menanyakan, di beberapa kesempatan dan media saya me­maparkan kecurigaan pelangga­ran sistem dalam kasus DPID.

Ketika saya menceritakan kro­nologis dalam kasus itu, di akhir Mbak Najwa bertanya kepada saya, mencoba mengambil ke­sim­pulan; khusus kasus ini, siapa penjahatnya menurut mbak.

Jadi kata “penjahat” itu tidak keluar dari saya, tapi itu adalah pro­­ses wawancara terakhir Mbak Najwa menyampaikan kesim­pulan.

Lalu Mbak Najwa menanya­kan lagi; penjahatnya pimpinan DPR kah, pimpinan Banggar kah atau Menteri Keuangan. Saya jawab mungkin ketiga-tiganya. Ini jelas bahwa saya tidak pernah menyebutkan mereka adalah penjahat anggaran.

Bagaimana sebenarnya sis­tem DPID yang Anda pertanya­kan itu?
Begini, Oktober 2010 kami me­la­kukan pembahasan APBN 2011 yang memutuskan adanya dana atau pagu anggaran yang bernama DPID 2011.

Tanggal 6 sampai 11 Oktober 2010 di puncak, Panja melakukan rapat untuk menentukan sistem indikator sebuah daerah boleh mendapatkan DPID, yaitu kapa­sitas fiskal dan kriteria daerah. Setelah itu dirapatkan antara Banggar dengan pemerintah dan didapatkan 491 daerah kabupa­ten/ kota yang memenuhi kriteria.

Anda menemukan ada peru­ba­han sistem itu?
Setelah disepakati, pemerintah menyerahkan simulasi untuk anggaran Rp 7,7 triliun yang meng­akomodir 491 kabupaten/kota. Ini simulasi pemerintah. Setelah itu kita tidak rapat lagi di Banggar, tinggal menunggu PMK 25 (Peraturan Menteri Keuangan nomor 25).

Lalu 11 Februari 2011 tiba-tiba keluar PMK 25 yang ditanda­ta­ngani dari simulasi bulan Okto­ber, tapi hanya 298 kabupaten/kota. Ini tidak sesuai dengan ke­sepakatan awal yaitu 491 daerah. Jadi ada sekitar 120 daerah yang hilang.

Dari 491 daerah itu tidak lang­sung dikurang 298. Sebab, ada daerah yang ditetapkan tidak boleh dapat karena APBD-nya besar, kapasitas fiskalnya tinggi, dan tidak tertinggal.

PMK 25 itu ditandatangani Men­keu dan dijadikan lembar ne­gara dan dasar hukum mengatas­namakan rapat Badan Anggaran DPR. Sementara rapat terakhir simulasi Banggar itu tanggal 6-11 Oktober 2010. Artinya, kalau Menkeu mengatakan ini sebagai rapat Banggar berarti ada oknum Banggar, dalam hal ini pimpinan Banggar yang berkoordinasi dengan pemerintah, dalam hal ini Menkeu.

Itu kecurigaan-kecurigaan saya, kenapa saya katakan itu. Ke­tika Mbak Najwa tanya pen­jahatnya siapa. Saya bilangnya kayaknya ketiga-tiganya. Sebab, mereka memberikan kontribusi, tapi saya tidak men-judge me­reka. Sebab, saya bilang kayak­nya.

Kenapa Anda menilai seperti itu?
Itu kecurigaan saya. Sebab, ti­dak ada rapat Banggar lagi seba­gai patokan dikeluarkannya PMK 25 itu. Hilangnya sekitar 120 dae­rah harus ada penjelasan da­lam forum resmi bahwa yang dapat sekian daerah, lalu sekian daerah ini hilang karena sistem­nya beru­bah, kan seharusnya begitu.

Saya mengindikasikan pim­pi­nan Banggar tahu dan memberi­kan persetujuan. Sebab, jelas dalam PMK 25 pasal 2 ayat 1 me­nyebutkan daerah provinsi, kabu­paten, dan kota yang menerima DPID beserta besaran alokasinya ditetapkan dalam rapat kerja Badan Anggaran DPR.

Bukannya Banggar tidak ada urusan lagi ketika PMK sudah keluar?
Loh sekarang sudah jelas bunyi pasal 2 PMK. Kalau sekarang ada yang mengatakan bahwa tidak ada urusan antara PMK dengan DPR karena DPR tidak terlibat. Lalu kenapa pasal 2 PMK menga­tas­namakan rapat Banggar dan saya salah satu anggotanya. Apa­bila nanti diperiksa KPK, bisa saja semuanya kena. Padahal kita tidak tahu-menahu. Kalau terseret ke KPK, saya menggugat Men­keu. Kalau memang pemerintah yang bertanggung jawab kepada PMK, kenapa ada bunyi pasal 2 tersebut.

Kalau indikasi pimpinan DPR terlibat?
Saya sudah berulang kali me­nyebutkan bahwa bukan pimpi­nan DPR secara kelembagaan, tapi ada salah satu unsur pimpi­nan DPR yang menyurati Men­keu, kan benar ada surat dari Pak Anis Matta.

Saya tidak bilang Ketua DPR. Saya bilang ada salah satu pim­pinan DPR. Pimpinan itu kan ada lima. Satu ketua dan empat wakil ketua. Kenapa saya sebut salah satu pimpinan karena memang ada salah satu pimpinan, persis­nya Pak Anis Matta, yang menyu­rati Menkeu untuk segera me­nandatangi DPID sesuai dengan lampiran yang dibuat DPR. Ke­curigaan saya jelas dong, berarti DPR yang merubah simulasi pemerintah.

Bagaimana dengan kabar bahwa PMK 25 itu bodong?
Awalnya saya tanyakan di raker. Sebab, mulanya PMK 25 ini beredar di senayan tanpa stem­pel. Ini yang saya bilang ada indi­kator calo di dalamnya, baik di pemerintah maupun di DPR. Kan aneh PMK 25 bisa keluar tanpa stempel.

Kenapa PMK 25 beredar dari tangan ke tangan, bukan dari pe­merintah ke daerah. Kalo anggota Banggar punya data PMK 25 wajar karena kita membahasnya. Tapi kalau orang di luar Senayan punya PMK 25, apalagi tidak di stempel, ini tidak wajar. Artinya patut diduga ada praktek mafia di dalamnya.

Fraksi Anda mem-back up?
Saya sudah dipanggil fraksi dan ditanya soal laporan pak Marzuki Alie. Saya sampaikan yang sebenarnya bahwa saya tidak mengatakan kata-kata itu. Kami diajarkan bahwa sejauh kita bisa bertanggung jawab ter­hadap apa yang kita kritisi, ya silakan. Tanggung jawab moral terhadap daerah dan bangsa itu adalah tanggung jawab moral pribadi kita sebagai pejabat. Tapi pada prinsipnya Fraksi PAN men­support anggota fraksi yang me­mang mempersoalkan hal-hal yang berhubungan dengan kepen­tingan bangsa dan rakyat.   [RM]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Slank Siuman dari Jokowi

Selasa, 30 Desember 2025 | 06:02

Setengah Juta Wisatawan Serbu Surabaya

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:30

Pilkada Mau Ditarik, Rakyat Mau Diparkir

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:19

Bukan Jokowi Jika Tak Playing Victim dalam Kasus Ijazah

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:00

Sekolah di Aceh Kembali Aktif 5 Januari

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:50

Buruh Menjerit Minta Gaji Rp6 Juta

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:07

Gegara Minta Duit Tak Diberi, Kekasih Bunuh Remaja Putri

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:01

Jokowi-Gibran Harusnya Malu Dikritik Slank

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:45

Pemprov DKI Hibahkan 14 Mobil Pemadam ke Bekasi hingga Karo

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:05

Rakyat Tak Boleh Terpecah Sikapi Pilkada Lewat DPRD

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:02

Selengkapnya