RMOL. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta seluruh pihak mendukung kebijakan pembatasan operasional truk bermuatan berat yang telah menjadi keputusan bersama.
Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo menegaskan, pihaknya tidak akan merubah keputusan uji coba pembatasan truk bermuatan berat di ruas tol dalam kota samÂpai dengan agenda yang ditetapÂkan 10 Juni 2011.
“Kita akan melanjutkan dan konsisten melaksanakan uji coba ini dan kajiannya sampai dengan 10 Juni. Ini kesepakatan kita bersama,†ujar Fauzi Bowo seuÂsai sholat Jumat, di Balai Kota DKI Jakarta, kemarin.
Seperti diketahui, keputusan sementara rapat koordinasi yang dihadiri Menteri Perhubungan Freddy Numberi, Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar, Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, serta pejabat Kementerian Pekerjaan Umum, Pemprov DKI Jakarta, Polda Metro Jaya, petinggi PT Pelindo, dan Organisasi Angkutan Darat (Organda) menyepakati, pemeÂrintah membuka kembali Jalur Tol Dalam Kota (JTDK) Jakarta untuk truk mulai Jumat (27/5).
Dalam kesepakatan tersebut dinyatakan, truk dan kendaraan berat dilarang melintas pukul 05.00-10.00, dan pukul 16.00-22.00. Padahal sebelumnya diÂlarang dari pukul 05.00 – 22.000.
Melanjutkan keterangannya, Foke sapaan akrab Fauzi Bowo menjelaskan,–penerapan kebiÂjakan pembatasan truk bermuaÂtan, dibuat bukan sekadar keputuÂsan bersama antara Pemprov DKI Jakarta, Ditlantas Polda Metro Jaya, Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) dan PT Jasa Bina Marga. Keputusan tersebut, dibuat demi memikirkan kepentingan warga Jakarta, tidak terkecuali para pengusaha pemilik kendaraan bermuatan berat yang tergabung dalam Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda).
“Saya menghargai komitmen dari masing-masing stakeholder, apapun itu, tetapi pertama kita akan melanjutkan dan konsisten melaksanakan uji coba ini dan kajiannya sampai tanggal 10 Juni,†tegas Fauzi Bowo yang akrab disapa Foke ini.
Menurut Foke, kebijakan terÂsebut ditetapkan atas keputusan bersama dan untuk kepentingan bersama. Ia menilai, dalam peÂlaksanaannya, kebijakan ini tidak mengacuhkan kepentingan pihak manapun.
“Gubernur DKI Jakarta ini dipilih oleh warga Jakarta, dan dia punya komitmen untuk menÂsejahterakan seluruh warga Jakarta, Jakarta untuk semua, terÂmasuk Organda,†tegas Foke.
Sementara Kepala Dinas PerÂhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono menegaskan, uji coba pembatasan waktu operasional dan pengalihan rute lalu lintas di Jalan Tol Dalam Kota akan diterapkan hingga 10 Juni 2011.
Berikut kutipan wawancara Rakyat Merdeka dengan Udar Pristono, di Jakarta, kemarin:Kenapa Pemprov DKI berÂsikeras melanjutkan uji coba kebijakan pembatasan jam operasional angkutan berat di jalan tol dalam kota?Apa yang salah dengan keÂbijakan itu. Kebijakan itu berhasil mengurai kemacetan dan banyak pihak diuntungkan. Jadi, kenapa tidak diperpanjang.
Pengusaha truk merasa diÂrugikan?Mereka kan tetap bisa melinÂtasi tol dalam kota. Cuma pola pengangkutan dan waktu distriÂbusi barangnya saja yang diubah. Tadinya, mereka mengirim baÂrang pagi dan siang hari, lantaran ruas jalannya tak memadai kami ubah menjadi malam hari. Kalau mereka mau mengirim siang hari pun masih bisa, tapi tidak boleh melintasi tol dalam kota.
Anda bilang kebijakan ini menguntungkan banyak pihak, apa saja?Sedikitnya, ada lima manfaat besar sejak awal diberlakukannya pembatasan jam operasional angkutan berat di jalan tol dalam kota.
Pertama, pengaturan terÂsebut berdampak positif bagi langit di Jakarta. Kadar CO2 dan NOx lebih rendah dari bulan-bulan sebelumnya. Hasil peneÂlelitian mengenai hal itu akan kami publikasikan bulan depan.
Kedua, kecepatan kendaraan yang melintas meningkat. SeÂmula kecepatan kendaraan yang melintas hanya 19,24 km/jam, kini menjadi 34,53 km/jam. Kami malakukan pengukuran volume kendaraan, pada pukul 22.00 WIB sampai 23.00 WIB. Jumlah kendaraan mencapai 1.736 per jam, dua arah. Artinya, pola pengaÂturan waktu itu sudah terÂbentuk dan lagi berkembang saat ini.
Ketiga, jumlah penumpang angkutan umum meningkat tajam. Setelah diberlakukannya peraturan tersebut, penumpang bus trans Jakarta koridor IX dan X meningkat tajam. Di koridor IX, penumpang bus mencapai 43 sampai 44 ribu orang per hari. Sementara di koridor X jumlah penumpang mencapai 11 sampai 12 ribu per hari. Penumpang bus lain pun kian bertambah, karena menggunakan angkutan umum semakin nyaman.
Keempat, penggunaan bahan bakar berkurang. Dengan macet yang terurai konsumsi bahan bakar juga akan berkurang. SeÂlain berdampak positif terhadap penurunan emisi, berkurangnya penggunaan bahan bakar juga berdampak besar terhadap pengÂhematan subsidi BBM.
Kelima, kebijakan tersebut berÂdampak besar pada produktiÂfitas kerja. Para pegawai yang tinggal di dalam maupun di luar kota Jakarta dapat melakukan mobilitas lebih baik dan bekerja lebih efekÂtif. Karena tol lancar, jalan alteri lancar, headway juga lancar.
Kebijakan itu akan diÂpatenÂkan?Hal itu belum kami putuskan. Nanti kita lihat hasil evaluasinya.
Mengenai dasar hukum, apa landasan Pemprov DKI dalam menjalankan kebijakan terseÂbut?Ada tiga dasar hukum yang diÂjadikan Pemprov dalam mengeÂluarkan kebijakan tersebut.
PeÂrtama, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 162 berbunyi, kendaraan bermoÂtor yang mengangkut barang khusus wajib beroperasi pada waktu yang tak mengganggu keamanan, keselamatan, dan ketertiban lalu lintas di jalan raya.
Kedua, Keputusan Dirjen PerÂhubungan Darat AJ Nomor 306/1/5 Tahun 1992, Pasal 17 tentang Lalu Lintas Angkutan Peti Kemas di Jalan. Ketiga, aturan lalu lintas tentang kecepatan lalu lintas miniÂmal 60 kilometer per jam saat melaju di jalan tol. Pasalnya, pantauan di lapangan mayoritas kendaraan berat melaju di bawah batas aturan. Dengan fakta itu Dishub berhak menindak kenÂdaraan tersebut, karena membuat kemacetan di jalan tol.
Kalau wilayah lain yang mengikuti kebijakan ini karena tidak ingin terkena dampak keÂmacetan, bagaimana?Kalau daerah lain ingin berÂlakukan juga, itu hak mereka, mau ikut atau tidak. Yang jelas uji coba perlu adanya diskusi-disÂkusi. Solusi terbaik agar kebijaÂkan dirasakan manfaatnya adalah truk-truk itu melakukan penyeÂsuaian dengan pola yang kita terapkan. Kalau memang tidak mau kawasan di sekitar menjadi macet, angkutan itu harus meÂmiÂlih malam hari.
[RM]