Achmad Basarah
Achmad Basarah
RMOL.KBRI Den Haag menggelar pertemuan dengan delegasi DPR/MPR dengan masyarakat Indonesia di Belanda, di Wisma Duta, Wassenaar, Kamis (14/5).
Di sela-sela pertemuan terÂsebut, Rakyat Merdeka berkeÂsemÂpatan bincang-bincang deÂngan salah satu delegasi DPR/MPR, Achmad Basarah. Politisi PDIP itu berbicara soal kunjuÂngan ke Strasbourg (Sidang ParÂlemen Uni Eropa) dan parlemen Belanda (Eerste Kamer).
Achmad Basarah menceritaÂkan, kunjungan mereka ke Belanda disambut Van der Liden, Ketua Senat Belanda. Selain itu, Liden didampingi oleh Wakil Ketua Senat, Klaas de Vries, para senator Tiny Kox (Ketua Fraksi SP/Partai Sosialis), Frank van Kappen (VVD) dan Roel Kuiper (ChrisÂtenUnie). Di Strasbourg, romÂbongan MPR/ DPR bertemu secara khusus kita berdialog deÂngan Ketua Parlemen Uni Eropa yang membidangi Asia Tenggara.
Menurut anggota Komisi III DPR itu, Indonesia tetap diÂanggap sebagai negara yang berÂpengaruh di kawasan Asean mauÂpun Asia. Sebab, memiliki posisi tawar yang cukup kuat di kedua kawasan itu, terlebih setelah Indonesia menjadi Ketua Asean.
“Pihak Belanda, seperti diÂsamÂpaikan Presiden Eerste Kamer (senat Belanda), mengÂanggap IndoÂnesia sebagai negara yang penting dalam percaturan dunia,†ungkapnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Kenapa delegasi DPR/MPR tetap berkunjung ke luar negeri di tengah kritikan masyarakat?
Begini ya. Beberapa tahun yang lalu, Presiden Senat BeÂlanda dan parlemen Uni Eropa berkunjung ke DPR/MPR untuk membangun hubungan antar parlemen dengan Indonesia, serta menyampaikan undangan kepada MPR untuk berkunjung pada masing-masing parlemen terseÂbut. Sebetulnya kunjungan balaÂsan dijadwalkan sejak tahun 2010 yang lalu, tetapi karena yang diundang Bapak Taufik Kiemas sebagai Ketua MPR, maka seÂharusnya beliau yang datang. Namun karena kesehatan beliau sangat tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan jauh, maka Pak Taufik Kiemas memutuskan tidak jadi berangÂkat dan mengutus Pak Lukman Hakim Saifuddin. Kami yang mewakili beliau.
Apa yang ingin dicapai daÂlam kunjungan ini?
Kita ingin hubungan bilateral antara Indonesia-Belanda bisa kita tingkatkan, karena secara historis kita memiliki keterikatan yang sangat kuat. Dulu Belanda menjajah Indonesia. Sedangkan sekarang kedua negara berdaulat. Kita ingin tetap membina hubuÂngan baik menjadikan bekal huÂbungan di masa lalu itu sebagai modal untuk membangun hubuÂngan ke depan yang lebih baik.
Bagaimana dengan kebeÂraÂdaan masyarakat Indonesia di Belanda?
Terkait dengan ini ada dua hal yang dibicarakan.
Pertama, menyangkut tentang masyarakat Indonesia yang ada di Belanda dan juga masyarakat Belanda yang masih punya hubuÂngan sejarah dengan Indonesia.
Kedua, kita juga mendapatkan informasi, bahwa bantuan beaÂsiswa bagi pelajar-pelajar IndoneÂsia ke Belanda mengalami penuÂruÂnan. Itu pun kami tanyakan kejeÂlasannya seperti apa dan seÂbab musababnya. Hasilnya, PreÂsiÂden Senat Belanda menyatakan koÂmitmennya untuk menanyakan kepada pemerintah Belanda dan mendesak untuk meningkatkan bantuan-bantuan beasiswa keÂpada pelajar/mahasiswa IndoÂnesia.
Bagaimana dengan isu pemÂbatalan kunjungan SBY tahun 2010, apa dibahas?
Jelas, kita meminta kepada peÂmerintah Belanda melalui Senat untuk tidak membiarkan siapaÂpun yang mengganggu hubungan baik antara Indonesia dan Belanda. Kita menyadari, pemerintah BeÂlanda tidak bisa mencampuri uruÂsan yudikatif Indonesia. Tetapi ada hal-hal yang sebetulÂnya secara politis bisa mereka lakukan untuk tidak membuat kunjungan Presiden RI mengaÂlami hal-hal yang dapat merugiÂkan citra dan kewibawaan IndoÂnesia sebagai sebuah negara yang berdaulat.
Apa isu Negara Islam IndoÂnesia (NII) juga dibicarakan?
Baik di Belanda maupun di Strasbourg, mereka menanyakan mengenai maraknya isu NII dan isu kekerasan berbasis agama. Kita teÂgaskan soal posisi ideoÂloÂgis bangÂsa kita yang disosiaÂlisasikan deÂngan istilah empat pilar. Pertama, Pancasila sebagai ideologi bangsa. Kedua, UUD 1945 sebagai konsÂtitusi kita. Ketiga, NKRI sebagai bentuk negara. Keempat, Bhineka TungÂgal Ika sebagai sistem budaya kita. Kita katakan bahwa aksi-aksi kekerasan yang menunjukÂkan seoÂlah-olah ada persoalan islam deÂngan negara. Itu sebetulÂnya seÂcara substansi tidak perlu dibesar-beÂsarkan. Sebab, negara tidak berÂmaÂsalah dengan islam. NII itu hanya disuarakan segelinÂtir umat islam.
Bagaimana dengan kepentiÂngan pemodal asing di IndoÂneÂsia?
Semenjak Soekarno dijatuhÂkan, blueprint ekonomi kita diarahÂkan kepada penanaman modal asing sebesar-besarnya di Indonesia. Ini membuktikan ramalan Bung Karno, akan terjadi sebuah penjaÂjahan dalam bentuk baru atau yang diistilahkan neo-imperiaÂlisme. Blueprint Orde Baru sampai era reformasi ini masih merupakan blueprint-nya kapitalisme, oleh Bung Karno sudah diramalkan jauh-jauh hari. Bahasa gaulnya neolib (neoliberalisme), yang maÂsuk melalui kebijakan-kebijakan ekonomi, kebijakan perundang-undangan di bidang ekonomi dan akhirnya sistem ekonomi kita berÂpihak pada kepentingan kapitaÂlisme global.
Loh, tapi pengiriman TKI teÂrus terjadi?
Itu menandakan, ketersediaan lapangan kerja di Indonesia seÂmakin sulit karena cengkraman pemodal asing. Contohnya, kekaÂyaan alam Indonesia yang ada di laut dan di darat, tidak bisa diolah sendiri untuk kemakmuran rakÂyat, sehingga diekspolitasi oleh asing. Di sisi lain, pemerintah Indonesia tidak berdaya terhadap situasi semacam ini. Akhirnya tuntutan untuk mengekspor TKI ke luar negeri. Ini dilakukan seÂcara sistemik melalui KemenaÂkertrans. Kalau sekarang melalui Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), mengÂekspor TKI tanpa skill. Akhirnya tenaga-tenaga kerja kita menjadi kuli dan budak di negara lain. Kita sering mendengar nasib mereka terancam, baik keselaÂmaÂtan, maupun hak-hak dasarnya sebagai manusia. [RM]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Selasa, 30 Desember 2025 | 16:08
Selasa, 30 Desember 2025 | 16:02
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:58
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:47
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:45
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:37
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:32
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:27
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:10
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:04