Berita

marsinah/ist

Publika

MENYAMBUT HARI MARSINAH

Perempuan yang Menggentarkan Rezim, Marsinah Pahlawan Kaum Buruh

SABTU, 07 MEI 2011 | 18:44 WIB

TERSEBUTLAH seorang perempuan yang bernama Marsinah, berasal dari desa Nglundo, Sukomoro, lahir pada tanggal 10 April 1969, ia berasal dari kalangan buruh tani yang kemudian dipaksa mencari pekerjaan di kota akibat lahan pertanian yang semakin sempit dan kemiskinan masyrakat pedesaan. Ia kemudian memperoleh pekerjaan sebagai buruh di sebuah pabrik arloji, PT Catur Putra Surya, Porong, Sidoarjo, Surabaya. Sosoknya yang selalu dikenang oleh kaum buruh dan aktivis karena kematiannya yang tragis disaat menjalankan protes terhadap perusahaan tempatnya bekerja.

Setelah menghilang selama 3 hari, tubuhnya ditemukan tak bernyawa di hutan di dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, pada tanggal 8 Mei 1993 (yang kemudian dikenal sebagai Hari Marsinah). Hingga hari ini kasusnya masih belum menemukan kejelasan tentang siapa yang sebenarnya bertanggung jawab.

Ia Dibunuh, Tulang Panggul dan Lehernya Hancur
Mereka Takut Pada Marsinah, Mereka Takut Pada Kaum Buruh!
   

   
Peristiwa tersebut paling tidak menunjukkan bagaimana negara, pengusaha dan militer berkongkalikong untuk merampas kesejahteraan rakyat kecil dan juga bagaimana rentannya posisi perempuan dalam perjuangan pembebasan rakyat dari penindasan. Kasus Marsinah yang mengandung indikasi campur tangan militer dalam usaha penghancuran gerakan buruh di era Soeharto berusaha dikaburkan lewat alibi bahwa pembunuhan itu adalah kasus pemerkosaan, meski bukti hanya menunjukkan bahwa ia mengalami penganiayaan berat dan bukan diperkosa.

Hal ini juga adalah tendensi patriarkis rezim ORBA yang masih bertahan hingga hari ini, kematian Marsinah yang berlatar belakang politik pengekangan gerakan buruh berusaha dikaburkan menjadi sebuah kasus pemerkosaan. Di dalam kacamata patriarkis, pemerkosaan adalah sebuah kasus kriminal biasa yang tidak bernilai politis seperti isu penghancuran gerakan buruh atau penghalangan perjuangan buruh, sehingga menjadikan kasus Marsinah sebagai kasus pemerkosaan akan meredam efek politis dari kematianya.
   
Rezim berhasil menghilangkan jasad dan nyawa Marsinah dari muka bumi, tapi mereka tidak akan pernah berhasil menghapuskan sosok dan semangat Marsinah dari para buruh dan kaum gerakan Indonesia. Marsinah yang kondisinya sama dengan buruh-buruh berupah rendah lainnya menjadi prasasti pengingat bahwa untuk mendapatkan kesejahteraan yang memang haknya, kaum buruh akan berhadapan langsung dengan rezim; pemilik modal, pemerintah dan militer. Di masyarakat luas pun sosok Marsinah dikenang sebagai sebuah satire negara demokrasi.
   
Bertahun setelah kematiannya, Marsinah menjadi sosok yang subversif bagi rezim. Beberapa karya seni yang mengangkat kisah Marsinah dihalang-halangi oleh pemerintah, seperti film Marsinah karya Slamet Rahardjo yang oleh Menakertrans Jacob Nuwa Wea sempat diminta untuk ditunda rilisnya dan pementasan drama monolog Marsinah menggugat oleh Ratna Sarumpaet dilarang oleh kepolisian Malang meski pun sebelumnya sudah sukses diadakan di tujuh kota lainnya.

Pementasan drama tidak termasuk dalam hal yang membutuhkan ijin dari pihak kepolisian, cukup hanya memberikan surat pemberitahuan pelaksanaan. Namun bila pementasan yang bertajuk “Marsinah Menggugat” sampai dilarang oleh pihak keamanan, maka bisa disimpulkan ada hal terlarang dari pementasan tersebut. Apa hal terlarang tersebut? Marsinah, ya, Marsinah adalah kata subversif dalam kemapanan rejim selama ini.

Kondisi Buruh Hari Ini
Labor Market Flexibility (Sistem Pasar Kerja yang Lentur) yang diterapkan oleh rezim Neolib menurunkan sistem kerja kontrak dan outsourcing yang semakin melemahkan posisi buruh di dalam pekerjaannya, belum lagi perekonomian yang masih berorientasi pada penanaman modal asing mengakibatkan upah rendah masih menjadi sebuah opsi utama.
   
Kepentingan untuk menarik para penanam modal dan pelancaran sistem yang kapitalistik meminggirkan tugas negara yang sudah diamanatkan dalam naskah-naskah kemerdekaan dan perundangan dasar, yaitu mensejahterakan rakyat, seluruh rakyat tanpa pembedaan, sejahtera yang sesejahtera-sejahteranya!

Meski pun ada hukum yang dianggap mampu melindungi hak-hak buruh, namun dengan lemahnya posisi buruh dalam peradilan negara, maka hukum ini pun gagal menjalankan fungsinya. Lebih tepatnya, hukum di Indonesia memang tidak disusun untuk benar-benar berpihak kepada kaum buruh dan rakyat kecil. Sudah umum diketahui, kasus-kasus perburuhan yang sampai di meja peradilan hampir seluruhnya dimenangkan oleh pihak pengusaha.

Masih banyak sekali perusahaan yang menolak untuk merundingkan dan menandatangai Perjanjian Kerja Bersama antara pengusaha dan buruhnya, karena hal itu akan memberikan kesadaran akan posisi yang lebih tinggi pada buruh. Begitu juga sistem jaminan sosial menjadi semacam lagu nina bobo rakyat kecil pada umumnya dan kaum buruh pada khususnya, memberikan ilusi kesejahteraan dan perlindungan negara.

Kapitalisme, dalam bentuk Neoliberalisme tidak mempertimbangkan buruh dalam posisi yang setara dengan para pemilik modal, buruh hanya dijadikan bagian dari mesin-mesin produksi dan direbut harga kemanusiaannya dan negara telah membantu para pemiliki modal untuk melemahkan kesadaran juang kaum buruh lewat iming-iming permainan kata di lembar-lembar perundangan dan ilusi jaminan sosial.

Jelaslah bahwa selama sistem yang dipakai adalah sistem Neoliberalisme, selama itu pula lah kesejahteraan hanya akan menjadi milik segelintir orang, sementara rakyat kecil tidak akan pernah sejahtera.

Menanti Kebangkitan Massa Marsinah, Menanti Buruh Bertindak!
Jovanka Edwina
Anggota Kolektif Perempuan Pekerja Yogyakarta
jovanka.edwina@gmail.com

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya