RMOL. Setelah konflik internal selama bertahun-tahun, akhirnya Fatah dan Hamas berdamai, Rabu (4/5). Mesir, sebagai mediator, menyatakan perjanjian rekonsiliasi antara dua partai di Palestina itu berhasil disepakati di markas intelijen Mesir di Kairo. Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan, kesepakatan itu dilakukan guna kepentingan rakyat Palestina.
“Tidak ada lagi perbedan antara Hamas dan Fatah. Semuanya demi Palestina bersama,†kata Abbas yang juga memastikan, pakta ini juga mengatur pembenÂtukan pemerintah sementara berÂsama jelang pemilihan umum nasional tahun depan.
Di Indonesia, DPR menyambut positif perdamaian Hamas dan Fatah. Wakil Ketua Komisi I DPR Agus Gumiwang KartaÂsasÂmita mengaku terharu, sukacita tapi khawatir. Kenapa demikian? Berikut wawancara Rakyat MerÂdeka dengan ketua DPP Partai Golkar itu di Jakarta, kemarin.
Kenapa Anda menyambut perÂdamaian Fatah dan Hamas dengan terharu, sukacita plus khawatir?Sebetulnya saya sudah menÂdengar lama tentang perdamaian Hamas dan Fatah, tapi begitu saya dengar dari CNN, kemudian saya double check ke Al Jazira, saya terharu, lega. Karena dua keÂkuatan di Palestina yang seÂlama ini bersebeÂraÂngan bisa duduk berÂÂsama dan sudah meÂnanÂdatangani satu kesepakatan. Saya nggak berpikir proÂsesÂnya secepat ini. Ini sangat cepat.
Kenapa harus khaÂwatir?
Perdamaian ini meÂrupakan satu tanÂtangan yang lebih besar lagi. Saya khaÂwatir kalau kemuÂdian di tengah jalan mereka pecah kemÂbali. Ini akan menjadi sulit. Jadi, selain sukacita dan lega, di satu sisi ada rasa kekhawatiran kalau upaya kembali memecah belah kedua belah pihak ini berÂhasil. Karena kalau kedua keÂkuatan ini pecah kembali, maka akan lebih sulit untuk menÂduÂdukkan meÂreka kembali.
Memangnya Anda melihat bakal ada upaya pihak-pihak lain yang akan terus memecah belah Hamas dan Fatah?Perdamaian Hamas dan Fatah adalah sejarah yang luar biasa besar. Perdamaian ini harus diÂkawal dan dijaga, karena saya kira, banyak juga beberapa pihak yang berkepentingan agar rekonÂsiliasi ini tidak terjadi. Seperti Israel, yang secara terbuka meÂngaÂtakan, apabila Hamas dan Fatah rekonsiliasi, maka perunÂdingan Palestina dan Israel tidak akan terjadi. Itu kan satu pernyaÂtaan dangkal. Israel itu betul-betul subjektif, hanya memenÂtingkan kepentingan dia sendiri tanpa berpikir terciptanya perdaÂmaian di seluruh kawasan. MeÂreka nggak pernah berpikir kalau kawasan ini damai, mereka bisa ikut damai dan hidup tentram.
Selain Israel, apa ada kelomÂpok lain yang bisa mengganggu rekonsiliasi?Alhamdulilah, Hamas dan Fatah termasuk faksi terbesar di Palestina, tapi ada faksi-faksi keÂcil yang bisa mengganggu. Faksi-faksi kecil ini berjuangnya deÂngan kekeÂraÂsan, militan dan eksÂtrem. Ini yang harus dijaga juga. SebeÂtulnya, asal negara-negara lain Timur Tengah tidak berupaya menggagalkan upaya rekonsiliasi ini, saya yakin pemeÂrintah seÂmenÂtara Mesir bisa mengantarÂkan dan memfasilitasi perdaÂmaian Hamas dan Fatah yang seÂbenar-benarnya. Apalagi, moÂmenÂtumnya banyak sekali. KaÂrena sekarang ini, negara-negara di Timur Tengah yang selama ini cenÂderung dikontrol Amerika Seri-kat dan cenderung berkeÂpentingan agar Hamas dan Fatah tidak menjadi satu, sedang mengÂhadapi persoalan internal sendiri yang lebih penting.
Menurut Anda, apa yang menÂdorong terÂjadinya rekonÂsiÂÂliasi Hamas dan Fatah?Saya melihat, reÂvolusi yang terÂjadi di Timur Tengah pada giliÂrannya membawa hikmah yang luar biasa akan perÂjuaÂngan sauÂdara-sauÂdara kita di PaÂlesÂtina. Demo besar-besaran di Tunisia, Mesir, kemuÂdian di daerah lain di Timur Tengah, juga terjadi demo besar-besaran di Palestina. Demo yang dilakukan masyarakat PalesÂtina tuntutannya satu agar dua keÂlomÂpok (Hamas dan Fatah) berÂsatu, rekonsiliasi.
Mesir paling berperan dalam upaya rekonsiliasi ini...Rekonsiliasi ini harus ada yang fasilitasi, pertemuan antara kedua pimpinan Palestina tidak akan mungkin pernah terjadi di tengah rezim yang mempunyai tendensi di bawah kendali Amerika Serikat dan sekutunya. Kita bangga kaÂrena Mesir telah membuka jalan rekonsiliasi dengan mengundang kedua pimpinan Hamas dan Fatah untuk bertemu di Kairo. Selain harus berterima kasih ke Mesir, rakyat Palestina harus bertemia kasih ke Tunisia dan mereka-mereka yang telah memÂperjuangkan perdamaian ini. Ini sebuah tren terjadinya demokrasi di Timur Tengah.
Dengan difasilitasi Mesir, apaÂkah punya dampak politik secara internasional?
Mesir itu
icon, dia bisa kita jadikan sebuah barometer dari keberadaan negara-negara lain di middle east. Dia punya market yang kuat, populasi yang cukup besar, militer kuat, juga punya pengaruh politik yang kuat, buÂkan karena Mubarok-nya, tapi memang Mesir sebagai negara juga kuat.
Apakah rekonsiliasi ini akan berdampak bagi kemerdekaan Palestina?Rekonsiliasi Fatah dan Hamas saya percaya bisa membawa keÂmerdekaan yang sesungguhnya bagi Palestina. Cita-cita kemerÂdekaan Palestina yang seÂsungÂguhÂnya tak bisa dihalang-halangi. Nggak bisa ditahan-tahan lagi.
Yang Anda ketahui, apa yang sedang dilakukan pemerintah Palestina untuk mewujudkan keÂmerdekaannya ini?Palestina sekarang sudah mengÂubah strategi berjuanganÂnya secara internasional. Saya kira strategi itu sangat baik, kaÂrena yang mereka lakukan eksÂpansip, lebih agresif, langsung melobi negara-negara yang ada di PBB agar pengakuan kemerdeÂkaan Palestina itu bisa cepat. Konsep kemerdekaannya sendiri atas konsep sendiri, bukan konÂsep atas dasar kesekapatan antara Palestina dan Israel.
Strategi yang diambil Palestina itu bisa lebih berhasil apabila dua kekuatan (Hamas dan Fatah) itu bisa bersatu. Sehingga tidak akan ada lagi pandangan yang terpecah bagi negara-negara yang mengÂinginkan kemerdekaan Palestina. Seperti Indonesia, dari awal selalu konsisten. Dengan mereka bersatu, kita sekarang enak, kita bisa lakukan upaya bantuan dan asistensi untuk rakyat Palestina dengan satu pintu.
Apa yang harus dilakukan pemerintah RI?
Waktu kita (Komisi I DPR) ke Palestina, saya ketemu dua belah pihak, dengan Hamas saya keÂtemu Ismail Haniah, dengan Fatah ketemu ketua DPR-nya. Kita samÂpaikan ke mereka, kita punya satu
political will untuk memÂbantu, kita ulurkan tangan, bahkan kita bisa menjadi fasilitaÂtor untuk duduk saja, tidak bicara substance, silaturahmi. Tapi itu tak perlu terÂjadi di Indonesia, karena sudah dilakukan Mesir. Saat ini, kita bisa beri asistensi terhadap konsep reÂkonsiliasi, kita beri asistensi bukan berati kita ingin jadi pahlawan keÂsiangan. Kita harus hormati peran Mesir. Mesir punya kepuÂtuÂsan politik yang tepat untuk menÂduÂdukkan kedua kelompok ini.
Lalu dengan apa?Kita menjaganya dengan cara lain, kita beri masukan ke pemeÂrintah Mesir bagaimana caranya memenetrasi dua kekuatan yang selama ini berbeda pandangan, bagaimana merumuskan satu keÂsepakatan-kesepakatan perÂdaÂmaian. Kita punya banyak peace negosiator, kita bisa bantu pemeÂrintah Mesir untuk melakuÂkan itu.
[RM]