RMOL. Kalangan petinggi Partai Keadilan Sejahtera sedikit serba salah menghadapi manuver politik Yusuf Supendi, salah seorang pendiri partai berlambang dua bulan sabit dan padi-kapas berwarna kuning emas itu.
Di satu sisi, kalangan petinggi PKS memiliki bukti bahwa tuduhan Yusuf Supendi yang digembar-gemborkannya dalam beberapa pekan terakhir ini tidak berdasar dan tidak benar sama sekali. Mereka juga menangkap kesan ada kelompok dan kekuatan lain yang berusaha memanfaatkan konflik internal di tubuh partai terbesar keempat di Indonesia ini.
Namun di sisi lain, kalangan petinggi PKS khawatir serangan balasan yang mereka lancarkan hanya akan memperpanas suasana dan memperlebar wilayah konflik. Mereka juga khawatir konflik yang semakin panas di tubuh PKS akan semakin membuat senang saingan dan pihak-pihak lain yang terganggu dengan prestasi politik PKS selama ini.
Kemarin (Senin, 2/5), Yusuf Supendi menggugat sepuluh petinggi PKS ke PN Jakarta Selatan. Menurut Yusuf, pemecatan dirinya tidak sesuai dengan aturan main yang belaku di partai. Dia mengaku tidak mendapatkan kesempatan untuk membela diri dan menjawab sebuah tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya.
Selama ini tidak begitu jelas apa saja persoalan yang terjadi antara Yusuf Supendi dan PKS.
Baru-baru ini seorang tokoh PKS menyampaikan bahwa Yusuf Supendi pernah melakukan tindakan yang amat tercela, yakni menggelapkan dana santunan untuk anak yatim dan fakir miskin sebesar Rp 800 juta. Dana itu dikumpulkan partai itu dari berbagai kalangan, mulai dari anggota dan kader, sampai simpatisan. Uang tersebut digunakan Yusuf Supendi untuk membuka dua bengkel tanpa sepengetahuan pimpinan partai yang lain.
Partai telah mengambil alih masalah ini dan mengganti kerugiaan yang diciptakan Yusuf.
Kasus itu terjadi menjelang Pemilu 2004. Dan ketika terbongkar, Yusuf Supendi telah terpilih sebagai anggota DPR RI. Karena tidak ingin prestasi politik PKS terganggu, pimpinan PKS ketika itu memilih untuk tidak memperbesar kasus itu. Kasus ini disebutkan terjadi tak lama sebelum Pemilu 2004. [guh]