Anggito Abimanyu
Anggito Abimanyu
RMOL.Pemerintah tidak perlu melakukan renegosiasi perdagangan dengan China. Tapi ajukan subsidi bunga dan hentikan penyelundupan.
Demikian diungkapkan bekas Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Anggito Abimanyu, terkait rencana pemerintah melakukan renegosiasi.
Ekonom dari UGM itu meÂnyaÂrankan agar pemerintah melaÂkuÂkan tiga langkah efektif terkait perdagangan Indonesia-China.
Pertama, harus melihat dari konÂteks multilateral. Kedua, apaÂbila ada injuri seperti PHK besar-besaran, pakailah instrumen penÂceÂgahan, baik bea masuk atau stanÂdar instrumen yang lain. KeÂtiga, lakukan pembicaraan agar China meningkatkan impornya dari Indonesia.
â€Apabila ada kecurangan daÂlam ACFTA, pemerintah IndoÂneÂsia wajib melindungi elemen yang ada dalam perdagangan terÂsebut. Intervensi ini merupakan upaya meminimalisir kerugian,†paÂparnya.
Berikut kutipan selengkapnya;
Kok Anda tidak setuju dengan renegosiasi ACFTA?
Sebaiknya Indonesia tidak meÂliÂhat persoalan perdagangan dari sisi bilateral dengan China, tetapi secara multilateral, investasi langÂsung dan dampak pada sektor industri dalam negeri. Untuk saat ini bila pemerintah melakukan langÂkah tersebut, prosesnya saÂngat panjang, karena ini bukan hanya kebijakan antara Indonesia dengan China saja, tetapi semua negara Asean.
Memangnya proses tersebut sulit?
Prosesnya cukup panjang bila mau renegosiasi. Kita harus meÂngÂajukan notifikasi kepada SekÂjen Asean, bukan ke China. SeÂtelah itu dilakukan kajian meÂngaÂpa harus dilakukan renegosiasi dan apakah benar ada injuri. Lalu baru dilakukan renegosiasi deÂngan adanya kompensasi. Namun namÂpaknya negara-negara Asean sulit menerima usulan tersebut. SeÂbab, beberapa negara Asean menÂdapatkan keuntungan dari ACFTA.
Tapi usaha mikro Indonesia melemah karena dampak ACFTA?
Saya rasa tidak ada huÂbungÂannya usaha mikro menurun deÂngan penerapan ACFTA. GloÂbaliÂsasi bukan tanpa safeguard, tetapi harus ada pengamanan dari negara dalam hal ini.
Lalu apa yang mesti dilakukan kalau bukan renegosiasi?
Jika kerugian Indonesia dalam ACFTA terjadi karena injuri dan keÂcurangan, maka instrumen seÂperti Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), Bea Masuk Anti DumÂping Sementarta (BMADS), bea masuk imbalan, bea masuk perÂlindungan, menjadi jalan peÂnyelesaian yang tepat.
Sebenarnya yang efektif, kita mengÂÂÂgunakan BMAD atau BMADS?
BMADS akan lebih baik diÂaktifkan dan dimanfaatkan, sebab kalau kita menggunakan BMAD membutuhkan waktu yang lama. Pada waktu dimanfaatkan sudah keburu gulung tikar duluan. Jadi, saya menyarankan untuk tinÂdakÂan-tindakan pencegahan. Semua instrumen yang ada seperti tarif antara lain anti dumping, bea maÂsuk imbalan, bea masuk proteksi dan safeguard. Selain itu ada pengaÂmanan yang sah seperti SNI (Standar Nasional IndoÂneÂsia), itu kan sah. Bisa dimanÂfaatÂkan untuk melakukan penÂceÂgahan.
Apa BMADS bisa digunakan?
Saya kira kita punya instrumen naÂmanya BMADS yang berarti pengenaan tanpa harus menungÂgu penyelesaian terhadap peneÂliÂtian, apakah ada dumping atau tidak.
Nah instrumen itu diperÂkeÂnanÂkan, dipakai dulu sehingga bisa mencegah terjadinya kerusakan atau injuri pada industri kita.
Dalam BMADS, birokrat tidak beÂrani karena mekanisme peÂngemÂÂbalian yang sulit, itu bagaiÂmana?
Pakai mekanisme dong. Dulu saya tidak terpikir karena saya hanya mengalami dua kali. Saya pikir ini harus ada mekanisme penganggaran yang benar supaya para pejabat berani mengambil keputusan dan tindakan bahwa meÂlakukan BMADS itu seÂmenÂtara. Kemudian pembayaran dilakukan oleh kas negara melaÂlui insitusi yang tepat.
Perdagangan dengan China kita defisit, bukannya itu berarti devisa kita berkurang?
Berarti kita banyak mengimpor barang dari China adalah barang modal, lalu kita menggunakan baÂrang itu untuk ekspor tujuan lain. Selama totalnya meningkat, maka surplusnya meningkat. SaÂya kira tidak perlu ada hal yang diÂkhaÂwatirkan. Kecuali strukturÂnya tidak sehat. Misalnya kita mengÂimpor barang-barang konÂsumÂsi, kemudian banyak menimÂbulÂkan masalah PHK di IndoÂneÂsia, baru kita menggunakan langÂkah-langkah tadi. Apakah langÂkah pengamanan atau langÂkah koreksi, kemudian kita melaÂkuÂkan pembicaraan bilateral supaya China meningkatkan impor dari Indonesia.
Apakah perlu badan untuk meningkatkan daya saing InÂdonesia?
Itu PR (pekerjaan rumah) kita. Itu kan meningkatkan daya saing. Tetapi dalam konteks meningÂkatÂkan kinerja perdagangan dan industri, kita harus efisien serta meÂnurunkan suku bunga bank dan menurunkan biaya-biaya yang tidak perlu. Itu tetap PR kita, ada atau tidak ada ACFTA harus kita lakukan peningÂkatan daya saing. [RM]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Selasa, 30 Desember 2025 | 16:08
Selasa, 30 Desember 2025 | 16:02
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:58
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:47
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:45
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:37
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:32
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:27
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:10
Selasa, 30 Desember 2025 | 15:04