RMOL. Kelompok 78 yang bersikeras ingin mencalonkan George Toisutta dan Arifin Panigoro menjadi Ketua Umum PSSI bisa menimbulkan penilaian negatif.
“FIFA kan sudah menolak penÂcalonan keduanya. Jadi, penduÂkungnya tidak perlu lagi bersiÂkeras. Ini bisa dianggap ambisius. Padahal belum tentu mereka berdua ambisius, gitu kan,†papar bekas Menpora, Adhyaksa Dault, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Senin (25/4).
Adhyaksa mengaku tidak pernah mencalonkan diri menjadi ketua umum PSSI, tapi bila diberi amanah tersebut, dirinya mengÂaku siap. Untuk itu, sudah memÂpersiapkan beberapa program untuk kemajuan PSSI.
“Tapi kalau dalam proses ini menggunakan politik uang, lebih baik saya mundur,†ujarnya.
Berikut kutipan selengkapnya;Anda pernah menjadi MenÂpora, kenapa sekarang kepiÂngin memimpin PSSI?Pertama, saya menerima penÂcalonan itu karena dasarnya meÂnurut saya
spirit on the nation depends on sports. Semangat kebangsaan itu bergantung pada olahraga, terutama sepak bola.
Kedua, ingin memperbaiki sistem yang ada, melanjutkan sistem yang baik dan memperbaiki yang belum sempurna.
Sudah bertemu dengan klub yang mencalonkan Anda?Saya belum pernah bertemu muka dengan klub-klub yang mencalonkan saya. Pembicaraan masih melalui telepon. Misalnya PSP Padang, mereka menelpon saya dan mengatakan bahwa mereka ingin mencalonkan saya karena dianggap bisa menyatuÂkan konflik yang ada saat ini. Lalu ada juga dari Purworejo. KeÂmudian saya persilakan saja mereka mencalonkan saya. KeÂmudian saya mengucapkan teÂrima kasih atas kepercayaan yang mereka berikan.
Anda ingin menjadikan seÂpak bola sebagai pemersatu bangÂsa, apa itu bisa?Itu antara lain alasan saya berÂsedia menjadi calon ketum PSSI. Sepakbola bisa menjadi wadah pemersatu bangsa. Apalagi PSSI carut marut begitu. Makanya saya berani mencalonkan diri.
Bagaimana caranya agar PSSI tidak dipolitisir?Dipolitisir itu maksudnya diÂbawa kepada kepentingan-kepenÂtingan kelompok. Selama orang partai tidak melakukan itu, ya nggak masalah dong. Tapi pengeÂlolaannya transparan.
Maksudnya?Rekruitmen pemain nasional mesti transparan. Pola rekruitmen pelatih mesti transparan, wasit harus di
up grade, sehingga mereka benar-benar bisa menjadi wasit yang baik. Seseorang menÂjadi wasit bukan karena dia gagal jadi pemain. Wasit itu harus jadi profesi. Lalu bagaimana mencari dana di luar dari APBN dan dikelola secara profesional, buÂkan secara tradisonal. Itu harapan saya.
Anda mempersiapkan tim sukses?Saya tidak membuat tim sukÂses. Sebab, tidak pernah mencari jabatan, terutama menjadi ketua umum PSSI. Tetapi kalau saya diberi amanah, saya tidak akan lari dari tanggung jawab yang sudah diberikan kepada saya. Itu saja komitmen saya ke depan.
Bagaimana strategi memperÂbaiki PSSI?Kita lihat saja nanti di lapaÂngan. Sebab, yang saya jual adaÂlah program, bukan uang. Kalau sudah main uang, saya tidak mau. Ini berarti saya mundur saja. Saya akan memaparkan proÂgram, kaÂlau mau pilih silaÂkan, kalau tidak ga masalah,
nothing to loss saja.
Apa program Andalannya?Yang penting adalah pemÂbinaan usia muda. Sang juara tidak muncul secara tiba-tiba, tapi muncul sejak pembinaan usia belia. Dan dibalik sang jaura pasti ada pembina atau pelatih yang ikhlas bekerja untuk bangsa dan negara serta olah raga.
Anda sudah punya pengalaÂman dalam pembinaan usia dini?Saya pernah membina klub dari Menpora Cup. Lalu kita ambil anak-anak yang potensial, umur 13 tahun. Kemudian kita didik tiga tahun. Pulang dari proÂses pendidikan itu, kita jadi juara 1 se-Asia. Hasilnya sekaÂrang semÂbilan orang dibawa ke UruÂguay bersama PSSI. Itu kan hasil dari binaan Menpora .
Bagaimana peluang Anda?Peluang saya terserah pemilih. Saya tidak mau meminta orang untuk memilih saya, apalagi dengan memberikan uang. Tidak ada dalam konsep saya seperti itu. Tapi saya akan menjelaskan konÂsep saya mengenai PSSI kepada para pemilik suara.
[RM]