RMOL. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), M Nuh mengakui, ada kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tingkat SMA.
“Memberikan layanan dan mengawasi 2,4 juta anak SMA, kan tidak mudah. Masa murid sebanyak itu nggak ada curang, kan nggak semuanya jujur,pasti ada yang curang. Kadang ada satu atau dua orang yang tidak jujur,†ujar M Nuh kepada Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Namun, Nuh tak mau mengÂungÂkapkan di mana bentuk keÂcurangan itu. Yang pasti, kalau mereka melakukan kecurangan akan ada sanksi yang memberi efek jera.
“Tahun ini, kecurangannya miÂnim. Karena, kami telah berusaha maksimal untuk memperbaiki kelemahan sistem pelaksanaan UN,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Apa saja yang sudah diperÂbaiki?
Menurut saya, sistem pelaksaÂnaan UN tahun ini sudah lebih baik. Sebab, dapat mengantisiÂpasi berbagai kecurangan. MisalÂnya, dalam setiap kelas yang berisi 20 orang anak ada 5 tipe soal berbeda, dan mereka akan mendapat tipe soal yang berbeda setiap harinya. Jadi, kalau hari ini mereka mendapat tipe soal A. Pada hari selanjutnya tidak akan mendapat tipe soal yang sama. Dengan metode seperti itu, tentu mereka akan sangat sulit untuk melakukan kecurangan.
Bagaimana dengan isu boÂcorÂÂnya soal UN?Informasi tentang ada soal bocor dan sebagainya, ya kami tindaklanjuti. Namun, setelah kami telusuri informasi tersebut ternyata tidak benar. Saya sudah mempelajari dan mengevaluasi jalur perjalanan soal UN dari hulu hingga hilir. Jadi, berbagai keÂmungkinan tentang pencurian dan kebocoran sudah kami antisiÂpasi. Itu kan orang-orang saja yang sering menyebut isu bocor. Jadi, nggak perlu diÂtanggapi terlalu serius. Namanya juga isu.
Mengenai isu beredarnya kunÂci jawaban melalui SMS?Loh kalau pun SMS kunci jawaban itu benar-benar beredar, bagaimana membukanya. Kan saat melakukan ujian, para siswa tidak diperbolehkan membawa hand phone dan perangkat elekÂtronik lainnya. Mereka mau menghapal kunci jawaban itu. Kan informasinya juga belum tentu benar.
Apa yang dilakukan KemenÂdikÂnas menghadapi isu terseÂbut? Ke depan, yang harus kita baÂngun adalah analogi yang menÂcerÂdaskan siswa. Misalnya, mengaÂnalogikan bocoran-bocoÂran soal dan kecurangan dalam UN seperti narkoba. Saat menÂdengar kata narkoba, jangankan membelinya, dikasih saja kita tidak mau. Sebab, yakin kalau itu tidak benar. MenÂtalitas itu yang ingin kami bangun kepada adik-adik kita, dalam sistem pendidiÂkan kita. Dengan demikian, hasil UN akan menÂcerminkan kemamÂpuan, kejujuÂran, dan sportifitas siswa.
Bagaimana dengan tingkat stres para siswa, apakah hal itu diÂantisipasi?
Kalau ada pendapat yang mengaÂtakan, ujian dapat menyeÂbabkan orang stres, ya wajar. Kita dan presiden sekalipun kalau diuji bisa stres. Jadi, para siswa harus berlatih mengelola potensi psikologisnya supaya dapat mengelola tekanan yang sedang dihadapi.
Mengatasi stres bukan sekadar trik, tapi experience. Sebab, mengatasi stres bukan ilmu teori, tapi ilmu praktek. Ibarat orang belajar renang, nggak bisa terus-menerus kita berikan teori bereÂnang yang baik, tapi kita nyebur ke kolam renang. Ini juga begitu. Nggak mungkin kita cuma meÂngatakan, sudahlah tenang saja, nggak usah stres.
Makanya sebelum ujian meÂreka dimotivasi. Salah satu obat stres adalah motivasi. Orang yang memiliki motivasi tinggi akan mudah menghadapi tekanan, seberat apapun persoalannya. Kalau motivasinya lebih tinggi, mereka pasti dapat menyeÂlesaiÂkan persoalan tersebut.
Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 580 miliar untuk UN, kenapa begitu besar? Ya, karena jumlah yang ikut ujian juga banyak. Hendaknya, semua pihak tidak hanya melihat jumlah nominal tersebut. Sebab, jika dibagi dengan 10,7 juta siswa yang mengikuti UN, biaya setiap siswa hanya sekitar Rp 50 ribu. Biaya Rp 50 ribu per siswa tadi digunakan, antara lain untuk menÂcetak soal, pengawasan, dan koreksi.
Insya Allah besarnya anggaran itu bisa dipertanggungjawabkan. Sebab, sebelum anggaran itu keluar, kami telah mendiskusikan hal itu dengan kawan-kawan di Panitia Anggaran dan Komisi X DPR. Itu sudah ada hitung-hitungannya.
[RM]