RMOL. Pemerintah dinilai kurang serius memberantas korupsi. Pemerintah dituding akan melemahkan KPK dalam penanganan kasus-kasus korupsi dengan cara membonsai hak penuntutan. Karena kak tersebut bakal diserahkan ke kejaksaan.
Wacana ini termuat dalam revisi UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang naskahnya masih di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Menanggapi hal itu, Wakil Jaksa Agung Darmono mengaÂtakan, pihaknya belum saatnya berkomentar. Sebab, soal unÂdang-undang bukan keweÂnanganan institusinya.
“Kami belum bisa berkomentar soal itu ya. Sebab, masalah itu masih dalam pembahasan kok. Penggodokannya di pemerintah belum selesai. Kemudian nanti digodok lagi di DPR. Jadi, kita tunggu saja,’’ ujar Darmono kepada Rakyat MerÂdeka, kemarin.
“Kami belum bisa berkomentar soal itu ya. Sebab, masalah itu masih dalam pembahasan kok. Penggodokannya di pemerintah belum selesai. Kemudian nanti digodok lagi di DPR. Jadi, kita tunggu saja,’’ ujar Darmono kepada
Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK, Haryono Umar mengataÂkan, sebenarnya UU Tipikor suÂdah bagus dengan memberikan hak penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan bagi KPK.
“Kalau yang sudah bagus mestinya tidak perlu diubah lagi, di dalam istilah bola
don’t change the winning team,†ujar
Seharusnya, kata Umar, revisi UU perlu dilakukan erhadap aturan yang belum sempurna. Misalnya saja, masalah gratifikasi yang belum begitu jelas dalam UU Tipikor.
“Ada beberapa hal yang kruÂsial. Misalnya, mengenai keruÂgian negara di bawah Rp 25 juta tidak dianggap korupsi, dan berÂkaitan dengan penuntutan akan diserahkan kepada kejaksaan,’’ katanya.’’
Aturan seperti ini, lanjutnya, saÂngat berbahaya. Sebab, pelaÂyanan publik di seluruh Indonesia masih sangat buruk dan pelaÂyanan publik masih banyak suap serta menekan masyarakat. Ini menyebabkan pelayanan publik di Indonesia semakin lama seÂmakin buruk. Indeks korupsi Indonesia makin jelek, tentunya Indonesia tetap menjadi negara yang korup selamanya.
Darmono selanjutnya mengaÂtaÂkan, sebelum pembahasannya selesai, pihaknya tidak mau berÂkomentar. Sebab, pihaknya hanya menjalankan aturan yang dibuat tersebut.
Selain soal KPK, Darmono juga bicara soal pergantian Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JampidÂsus) Amari. Menurut Darmono, mutasil itu merupakan penyegaran biasa. Tidak ada kaitan dengan kasus dugaan korupsi Sistem AdmiÂnistrasi Badan Hukum (SisminÂbakum).
“Mutasi dalam sebuah orgaÂnisasi merupakan hal lumrah. Ini demi kepentingan organisasi. Jadi, jangan dikait-kaitkan deÂngan kasus deh,’’ katanya.
Seperti diketahui, Jaksa Agung Basrief Arief secara resmi meÂnguÂmumkan pergantian JampidÂsus Amari, dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kamal SofÂyan, di Kejaksaan Agung, Jumat (15/4). Pergantian keduaÂnya, dilakukan berdasarkan KeputuÂsan Presiden (Keppres) Nomor 66/M Tahun 2011 tanggal 11 April 2011.
Amari digantikan Andi NirÂwanto yang kini menjabat sebagai Sekretaris Jampidsus. Sedangkan Amari menduduki posisi barunya menjadi staf ahli Jaksa Agung.
Pergantian Amari yang belum genap satu tahun menjabat seÂbagai Jampidsus tentu saja meÂnimÂbulkan tanda tanya. Namun, Darmono menepis berbagai spekulasi mengenai penggantian tersebut.
“Kejaksaan memiliki sistem tentang penempatan dan peminÂdahan para pegawai. Selain berÂkaitan dengan penyegaran. MuÂtasi juga bertujuan untuk peningÂkatan kinerja dan promosi terÂhadap yang bersangkutan,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:Apakah ada batas waktu meÂlakukan mutasi?Tentu ada. Kalau ditugaskan keluar institusi, misalnya tugasÂkan ke KPK, mutasi biasanya berkaitan dengan kepentingan karier yang bersangkutan. Jadi, tidak boleh lebih dari empat tahun. Kalau lebih, kasihan dong. Dia kan perlu peningkatan karier.
Bagaimana mutasi yang tiÂdak ditugaskan keluar instiÂtusi?Itupun tetap dibatasi. Tidak boleh ada jabatan dipegang seÂseorang lebih dari dua tahun. Yang di atas dua tahun akan dimutasi.
Tapi Amari belum genap seÂtahun menjabat Jampidsus, makaÂnya menimbulkan spekuÂlasi, ini terkait dengan penaÂngaÂnan kasus, apa benar begitu?Tidak ada kaitannya dengan penanganan kasus. Ini murni penyegaran. Mutasi Amari dilaÂkuÂkan dengan pertimbangan yang matang para pimpinan. Itu dilakukan untuk kepentingan organisasi.
Apa pertimbangannya?
Selain berkaitan dengan karier, mutasi dilakukan melalui sejumÂlah pertimbangan. Di antaranya, kesesuaian kompetensi dan inÂtegritas seseorang dengan jabatan atau posisi tertentu. Kami beruÂsaha menempatkan orang-orang yang tepat untuk memaksimalkan kinerja.
Apakah mekanisme mutasi di kejaksaan sama dengan lemÂbaga lain?Ya nggak bisa disamakan. Sebab, masing-masing organisasi kan kebutuhannya berbeda-beda. Jadi, tuntutan dan ukurannya juga berbeda-beda.
Bukankah mutasi itu bisa diÂmafaatkan pejabat tertentu unÂtuk meraup keuntungan? Saya kira tidak begitu. Mutasi itu suatu kebutuhan organisasi. Kan ada yang pensiun, meÂningÂgal, diberhentikan dan sebaÂgaiÂnya. Sehingga, mutasi menjadi tunÂtutan dan kebutuhan organiÂsasi, itu pasti, dan tidak bisa dihindari. Mutasi dilakukan untuk kepentingan organisasi agar tugas dan kewajibannya berjalan lebih baik
Apa mutasi dilakukan kaÂrena pemberian sanksi?Itu bisa saja, tapi itu namanya bukan mutasi. Pemberian sanksi atas sebuah kesalahan adalah demosi. Misalnya, jabatanya sebagai Kajari diturunkan menÂjadi Kasi, itu namanya demosi. Tapi, kalau yang bersangkutan dipindahkan dengan struktur dan eselon yang sama, itu hanya penyegaran bisa.
Jadi, mutasi belum lama ini dilakukan tidak ada kaitannya dengan sanksi.
Bagaimana honor pejabat yang dimutasi?Ya, sesuai dengan standar yang ada di kejaksaan. Misalnya, penaÂrikan Direktur Penuntutan KPK, Ferry Wibisono, ke Kejaksaan. Maka dia akan kembali mempeÂroleh gaji sesuai standar keÂjaksaan.
Kalau di KPK gajinya banyak, kemudian ditarik lagi, gajinya sesuai dengan posisinya di kejakÂsan. Tapi ini tidak ada masalah. Itu kan bagian dari tanggungÂjawab pekerjaan.
Meski demikian, kami berhaÂrap, gaji di Kejaksaan juga meÂngaÂlami peÂningÂkatan. Jadi, tidak terlalu jomplang dengan insÂtitusi lain. Karena, kami juga memiliki resiko keselamatan, beban tugas, dan ‘godaan-goÂdaan’ yang sama.
Jabatan-jabatan tertentu di Kejaksaan, seperti Jampidsus, memiliki peran strategis terhaÂdap penanganan perkara, apa daÂpat menjaga kerahasiaan data?Kami menjamin, tidak akan ada kebocoran data karena mutasi di internal. Kami sudah memiliki system, sehingga penggantinya dapat menyelesaikan tugas-tugas yang belum seÂlesai.
[RM]