RMOL. Petinggi Partai Demokrat tidak melakukan ‘rayuan’ terhadap kader partai lain agar bergabung dengan partai berlambang mercy itu.
“Kami tidak membujuk-bujuk. Itu keinginan mereka. Jadi, kami menerimanya. Kan nggak mungÂkin juga dilarang,’’ ujar pendiri Partai Demokrat, Vence RumangÂkang, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurut anggota Dewan PemÂbina Partai Demokrat itu, sebagai partai yang berkuasa, tentu wajar bila banyak kader lain merasa terÂtarik untuk bergabung. Ibaratnya bagaikan gadis canÂtiklah.
“Nggak ada yang salah kan. Saya kira mereka bukan seperti Malin Kundang. Sebab, hak meÂreka untuk memilih parpol sebaÂgai aspirasi politiknya. Tapi henÂdaknya perpindahan ini tidak diÂpolitisasi, apalagi sampai meÂnyuÂÂdutkan parpol yang diÂtingÂgalÂkanÂnya. Itu kan tidak etis,’’ katanya.
Sebelumnya diberitakan, seÂjumÂlah politisi loncat ke Partai Demokrat, ini terkait dengan PilÂkada. Misalnya saja, Dede Yusuf dari Partai Amanat Nasional. Dede yang kini Wakil Gubernur Jawa Barat, berniat running di Pilkada Jabar. Tapi dia rupanya kurang pede menggunakan kendaraan PAN.
Langkah ini tampaknya akan diikuti Dada Rosada, Walikota Bandung. Langkah Dada ini, jika jadi loncat, bakal mirip dengan Wahidin Halim. Walikota TangeÂrang itu dikukuhkan menjadi KeÂtua DPD Demokrat Tangerang.
Selain itu, Gubernur NTB MuÂhammad Zainul Majdi yang sebeÂlumnya kader PBB, kini menjadi kader Partai Demokrat. Bahkan terpilih menjadi Ketua DPD DeÂmokrat NTB.
Sebelumnya Gubernur Sulut Sinyo Harry Sarundajang, kader PDIP yang kini sudah bergabung di Partai Demokrat. Juga, WaliÂkota Makassar Ilham Arif SiraÂjuddin.
Vence Rumangkang selanjutÂnya mengatakan, dari sekian nama yang disebutkan itu, tidak seÂluruhnya benar bila dikatakan sebagai loncat pagar. Misalnya saja, Sinyo Harry Sarundajang, dari awal sudah bergabung deÂngan Partai Demokrat. Tapi memang waktu itu tidak memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) karena aktif sebagai PNS.
“Pak Sinyo itu berperan besar terhadap pendirian Partai DemoÂkrat. Saat beliau menjabat Irjen Depdagri, banyak memberikan saran dan masukan atas pendirian Partai Demokrat. Jadi, tidak tepat kalau dibilang beliau loncat paÂgar,’’ paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Bukankah Sinyo Harry SaÂrunÂdajang pernah menjadi kaÂder PDIP?Sepengetahuan saya beliau itu tidak memiliki KTA parpol lain karena beliau PNS. Kecuali saat Orde Baru, tentu bergabung dengan Golkar. Tapi saat Partai Demokrat didirikan, Pak Sinyo berperan besar. Ada kontribuÂsinya.
Selain memberikan saran seÂcara langsung tentang pendirian parpol, mengingat ketika itu urusan parpol masih berurusan dengan Depdagri. Pak Sinyo juga mengirimkan dua orang stafnya untuk menyampaikan saran-saran soal pembentukan parpol. DeÂngan saran dan masukan tentang pendirian parpol itu, tentu memuÂdahkan kami melengkapi segala sesuatunya untuk pendirian Partai Demokrat.
Dengan berbuat seperti itu, tidak otomatis sebagai kader Partai Demokrat kan? Saya kan tadi sudah bilang bahÂwa Pak Sinyo itu sebagai PNS, sehingga tidak mungkin saat itu menjadi kader Partai Demokrat. Tapi beliau tertarik sama partai ini, sehingga berbuat banyak daÂlam pendiriannya. Makanya, nama Sinyo juga tercantum daÂlam buku Sejarah Pendirian Partai Demokrat.
Melihat itu, saya kira tidak tepat kalau dibilang loncat pagar. Yang benar adalah kembali aktif di Partai Demokrat. Inipun bukan sekarang, tapi tahun 2010 lalu saat beliau dilantik menjadi anggoÂta Dewan Pembina Partai Demokrat. Intinya, beliau bukan orang baru di Partai Demokrat.
Apakah Sinyo bakal diplot menÂjadi Ketua DPD Partai Demokrat Sulut?Pak SBY selaku Ketua Dewan Pembina mengharapkan seperti itu. Sebab, beliau memang pantas memimpin partai ini di Sulut, mengingat kariernya yang begitu cemerlang.
Misalnya, pernah menjadi Sekwilda Kabupaten Minahasa selama dua periode, Pjs Walikota Bitung, dan selanjutnya menjadi Walikota Bitung dua periode. Mengingat prestasinya begitu bagus, lalu ditarik menjadi Staf Khusus Depdagri, kemudian menÂjadi Irjen Depdagri. Saat itu beliau juga merangkap Pjs GuÂberÂnur Maluku, dan Pjs Gubernur Maluku Utara. Dan sekarang ini dua periode menjadi Gubernur Sulut.
O ya, ada kekhawatiran dari petinggi parpol lain dengan feÂnomena perpindahan kader ke Partai Demokrat, bagaiÂmana komentar Anda?Saya kira tidak perlu khawatir ya. Itu kan hak seseorang untuk memilih menyalurkan aspirasi poliÂtiknya. Itu wajar saja kan. Tapi tentunya, jangan dipolitisasi, terutama terhadap parpol yang ditinggalkannya. Ini tidak elok, apalagi sesama parpol koalisi pendukung pemerintah.
Maksud Anda Dede Yusuf yang meninggalkan PAN ya?Ya, itu salah satunya. Tapi juga kader-kader lain yang pindah ke Partai Demokrat. Maksud saya, perpindahan itu jangan dipolitisir. Kami selalu menganggap PAN itu sebagai saudara. Sebab, sudah teruji secara bersama-sama Partai Demokrat mengawal pemerintah SBY. Jadi, istilah kekeÂluargaanÂnya, PAN adalah saudara kami. Jadi, nggak mungkin kita sakiti. Perpindahan Dede Yusuf itu buÂkan gara-gara bujuk rayu kami, itu hak politiknya Dede.
Kenapa nggak ditolak saja? Nggak bisa begitu. Itu kan hak individu, kita harus menghormati hak politik seseorang.
Partai Demokrat ini kan partai terbuka, nasionalis, dan religius, sehingga terbuka peluang siapa saaj bergabung di partai ini. Kami tidak bisa menolaknya.
[RM]