Berita

ilustrasi/ist

Berita Tentang Wajah Buruk Indonesia Di Media Asing Sudah Jadi Hal Yang Biasa

RABU, 06 APRIL 2011 | 08:13 WIB | LAPORAN: TEGUH SANTOSA

RMOL. Di komunitas internasional pembicaraan mengenai situasi Indonesia yang semakin buruk dalam beberapa tahun terakhir di bawah pemerintahan SBY bukan barang baru lagi. Ini menggoyahkan segala catatan indah mengenai prestasi Indonesia yang dipandang sebagai salah satu contoh dan model negara yang relatif mampu mempertahankan stabilitas politik dan ekonomi di saat bersamaan.

Dua pemilihan umum dan pemilihan presiden di tahun 2004 dan 2009 dipuji banyak kalangan internasional sebagai pemilihan yang paling demokratis pasca Soeharto. Begitu juga dengan nasib baik Indonesia selamat dari krisis ekonomi 2008. Indonesia pun diberi kehormatan duduk di kelompok G-20 dan kini menjadi ketua Asean.

Namun belakangan, cerita-cerita berbau negatif mengenai kondisi Indonesia di bawah pemerintahan SBY, yang berkaitan dengan situasi politik dan demokrasi maupun ekonomi dan hukum, mulai diberitakan oleh berbagai media massa asing apa adanya. Seakan berita yang memperlihatkan sisi buruk wajah Indonesia ini sudah tidak menjadi tabu lagi. Dalam tiga pekan terakhir setidaknya ada empat pemberitaan media massa asing yang dengan sangat tajam menyoroti kondisi Indonesia di bawah SBY.

Dimulai dari pemberitaan mengenai dokumen nota diplomatik Kedubes Amerika Serikat yang dibocorkan WikiLeaks di The Age dan Sydney Morning Herald yang terbit di Australia. Artikel yang ditulis Philip Doring yang terbit di kedua koran itu menyoroti berbagai kasus, mulai dari korupsi sampai tekanan politik, yang melibatkan Presiden SBY dan sejumlah orang terdekatnya. Terlepas dari sifat informasi yang dikirimkan Kedubes AS di Jakarta ke Washington DC yang belum bisa dinyatakan bersifat final, namun pemberitaan seperti itu tentu membuat masyarakat internasional mulai menduga-duga apakah benar ada yang salah di Indonesia.

Selanjutnya, Al Jazeera yang bermarkas di Qatar menurunkan pemberitaan mengenai "ketidaktegasan pemerintah Indonesia dalam menghadapi agresivitas sekelompok masyarakat terhadap kelompok yang memiliki pandangan dan keyakinan yang berbeda". Al Jazeera juga menurunkan pemberitaan mengenai "rencana sejumlah purnawirawan jenderal TNI melakukan kudeta".

Wall Street Journal edisi Asia menjelang tutup bulan Maret lalu seperti tak mau kalah. Sebuah artikel yang ditulis peneliti Kelley Currie menohok ketidaktegasan SBY dalam menghadapi persoalan di Indonesia. Ketidaktegasan ini membuat seolah Indonesia mengidap penyakit gatal selama tujuh tahun terakhir.

Terakhir, dua hari setelah Wall Street Journal, jurnalis Reuters Neil Chatterjee dalam artikel analitik “Risiko Kunci Politik yang Harus Diperhatikan di Indonesia” yang juga diterbitkan sejumlah media massa asing seperti Los Angeles Times, mengatakan, setelah terpilih kembali sebagai presiden di tahun 2009 masyarakat berharap agar SBY dapat menggunakan periode kedua ini untuk memperlihatkan legasinya sebagai tokoh reformasi yang progresif. Namun sejauh ini harapan itu belum terwujud.

Ini bukan baru pertama kali Chatterjee menyatakan hal itu. Analisa ini telah disampaikannya beberapa bulan lalu dan juga pernah dimuat media massa berbahasa Inggris yang terbit di Indonesia.

Chatterjee pun mengkritisi semangat besar yang kerap dikumandangkan pemerintahan SBY untuk menekan dan memberantas korupsi. Faktanya, dalam Indeks Persepsi Korupsi edisi terakhir yang dikeluarkan Transparency International tahun 2009 disebutkan bahwa Indonesia mengantongi poin 2,8 dari 10. Menurut Chatterjee, ini adalah sinyal kuat bahwa sama sekali tidak ada kemajuan dalam hal pemberantasan korupsi di era SBY.

“Hukuman penjara selama tujuh tahun untuk Gayus Tambunan, pejabat kecil di Dirjen Pajak Kementerian Keuangan yang mengagetkan masyarakat karena menyuap petugas untuk dapat keluar dari tahanan, sangat mengecewakan,” ujarnya.

Seperti kebanyakan analisa dan pemerhati dari kalangan luar negeri, Chatterjee juga menyoroti ketidaktegasan pemerintahan SBY dalam menghadapi tekanan kelompok fundamental yang tidak segan-segan menyerang kelompok minoritas dan penganut paham kepercayaan yang berbeda. [guh]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pramono Pertahankan UMP Rp5,7 Juta Meski Ada Demo Buruh

Rabu, 31 Desember 2025 | 02:05

Bea Cukai Kawal Ketat Target Penerimaan APBN Rp301,6 Triliun

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:27

Penemuan Cadangan Migas Baru di Blok Mahakam Bisa Kurangi Impor

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:15

Masyarakat Diajak Berdonasi saat Perayaan Tahun Baru

Rabu, 31 Desember 2025 | 01:02

Kapolri: Jangan Baperan Sikapi No Viral No Justice

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:28

Pramono Tebus 6.050 Ijazah Tertunggak di Sekolah

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:17

Bareskrim Klaim Penyelesaian Kasus Kejahatan Capai 76 Persen

Rabu, 31 Desember 2025 | 00:05

Bea Cukai Pecat 27 Pegawai Buntut Skandal Fraud

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:22

Disiapkan Life Jacket di Pelabuhan Penumpang pada Masa Nataru

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:19

Jakarta Sudah On The Track Menuju Kota Global

Selasa, 30 Desember 2025 | 23:03

Selengkapnya