RMOL. Pimpinan KPK menolak rencana DPR merevisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2011.
“Undang-undang tentang KPK masih cukup efektif. BuktiÂnya, capaian KPK mencapai 100 persen conviction rate,†kata WaÂkil Ketua KPK Bidang PenceÂgahan, M Jasin kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman menyataÂkan, revisi Undang-undang KPK bertujuan untuk memperkuat institusi pemberantasan korupsi tersebut. Menurut dia, tugas utama KPK bukan memasukkan sebanyak-banyaknya koruptor ke dalam penjara, namun mencegah kerugian negara lebih besar.
“Semakin banyak pejabat yang dimasukkan ke dalam bui, itu inÂdiÂkator kegagalan KPK, bukan keÂsuksesan. Artinya, negara gagal memberantas korupsi,†kata politisi Partai Demokrat ini.
Berbeda dengan Benny, Jasin menegaskan, UU KPK belum perlu diamandemen. Menurut dia, undang-undang yang ada saat ini, sudah cukup efektif dalam memberantas korupsi.
Berikut kutipan selengkapnya:Anda bilang UU KPK yang ada saat ini masih cukup efektif daÂlam memberantas korupsi, apa indikasinya?
Efektifitas sebuah undang-undang dapat kita lihat dari hasil capaiannnya. Dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, capaian KPK sudah optimal yakni 100 persen convicÂtion. Padahal, tidak ada satu lemÂbaga pun di dunia ini yang berÂhasil mencapai 100 persen conÂviction rate, kecuali KPK.
Maksudnya?Artinya, perkara korupsi yang ditangani dan dituntut KPK ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), tidak satu pun yang lolos. Jadi, undang-undang tersebut belum saatnya direvisi.
Memang, beÂrapa banyak perÂkara yang sudah ditangani KPK? Sejauh ini, perÂkara besar yang ditangani KPK melibatkan 42 anggota DPR, 8 MenÂteri, 7 GuÂberÂÂnur, 23 BuÂpati mauÂpun WaliÂkota, 1 Gubernur Bank Indonesia (BI), dan 4 DeÂputi Senior BI. SeÂlain para peÂjabat puÂsat dan daeÂÂrah, KPK juga perÂnah meÂnangani perkara korupsi 3 Duta Besar, satu di antaranya mantan Kapolri, 4 konsul jenÂderal, dan 6 orang komisioner yang berasal dari Komisi PeÂmilihan Umum (KPU), Komisi Yudisial (KY) dan Komisi Pengawas PerÂsaiÂngan Usaha (KPPU).
Selain itu?KPK juga pernah menangani 2 Hakim, 2 jaksa, dan seorang penyidik KPK. Kami juga benyak menciduk pejabat eselon 1,2, dan 3, serta banyak CEO swasta mauÂpun BUMN. Karena itu, masyaÂrakat harusnya bertanya dengan capaian ini, kenapa DPR justru ingin mengerdilkan KPK?
Kalau revisi tersebut akan mengerdilkan peran KPK, jadi apa yang harus dilakukan DPR?Bila mau melakukan evaluasi dan pembenahan undang-undang tentang pemberantasan korupsi, DPR mestinya memprioritaskan revisi Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang PenyeÂlenggara Negara bebas dari prakÂtek Korupsi Kolusi dan NepoÂtisme (KKN). Soalnya, pasal 10 sampai 19 tentang tata cara peÂmeriksaan Laporan Harta KekaÂyaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dicabut, setelah dibuÂbarkannya Komisi Penyelidik Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Dengan demikian, undang-undang tersebut kehiÂlangan substansi pokoknya.
Solusi lain?DPR juga dapat berinisiatif untuk membuat undang-undang yang mengatur tentang gratifiÂkasi. Sebab, pengaturan tentang gratifikasi dalam pasal 12 B Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi masih belum maksimal. Masih banyak hal-hal yang belum diatur, misalÂnya batas minimal gratifikasi yang boleh diterima, dan seÂbagainya.
Jika DPR tetap merevisi UnÂdang-undang KPK, bagaiÂmana?
Kalau DPR tetap membahas Undang-undang tentang KPK, hendaknya justru memperkuat, bukan untuk memangkas keweÂnangan yang ada sekarang.
Kabarnya, salah satu poin yang akan direvisi adalah keÂwenangan tentang penyadapan yang dimiliki KPK saat ini?Saya belum dapat menanggapi hal itu. Kita lihat dulu perkemÂbanganÂnya, jangan-jangan itu hanya isu.
[RM]