Berita

Yusril Ihza Mahendra

Wawancara

Yusril Ihza Mahendra: Saat Jabatan Saya Dicopot Situasinya Hampir Sama

MINGGU, 06 MARET 2011 | 00:21 WIB

RMOL.Bekas Menteri Sekretaris Negara, Yusril Ihza Mahendra, memprediksi isu reshuffle kabinet yang digembar-gemborkan beberapa pekan terakhir akan benar-benar terjadi.

“Kalau dilihat situasinya saat saya diganti, hampir sama dengan sekarang, yakni desakan berbagai pihak. Jadi, reshuffle kabinet itu pasti terjadi,” ujarnya kepada Rak­yat Merdeka, di Jakarta, Jumat (4/3).

“Kalau ditanya kapan waktu­nya, saya tidak bisa meramalkan. Tapi, sebagai seorang akademisi dan orang belajar politik, saya me­lihat desakan untuk dilakukan­nya reshuffle cukup besar dan Pre­siden menyadari hal tersebut,” tambah bekas Menkumham itu.

Dijelaskannya, reshuffle ka­bi­net merupakan bagian dari upaya Presiden menolong citra dirinya yang terus menurun, dan krisis kepercayaan rakyat ter­hadap pemerintahan.

“Jika kita melihat kondisi saat ini, dua hal tersebut telah terpe­nuhi. Jadi, untuk  memperbaiki ki­nerja sekaligus citranya, Presi­den akan melakukan reshuffle kabinet,” paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa soal kalkulasi politik dan kinerja menteri saja sebagai ala­san dilakukan reshuffle kabi­net?

Keduanya memang saling ber­kaitan satu sama lain. Tapi, ma­­sa­lah kinerja harusnya tidak men­jadi bagian dalam masalah poli­tik. Sebab, pemerintah tidak akan dapat bertahan lama kalau  tidak mampu meningkatkan kinerja­nya.

Sayangnya, dalam KIB II Pre­siden terlalu banyak melakukan negosisasi politik dan kurang mampu mengukur kinerja. Se­bab, yang ada dipikirannya hanya menjaga stabilitas pemerintahan saat berhadapan dengan DPR, sehingga menerima koalisi yang begitu luas. Namun,  kurang me­mikirkan faktor kinerja dari per­sonel yang duduk di dalamnya.

Apa Presiden lebih memen­ting­kan stabilitas politik?

Kita lihat saja langkah-langkah yang diambilnya sampai pem­ben­tukan koalisi pemerintahan. Itu Sekretariat Gabungan Koalisi yang tidak lazim terjadi dalam sistem pemerintahan presiden­sial, tapi Presiden tetap melaku­kannya.

Padahal, Setgab sama sekali tidak ada kaitannya dengan kinerja.

Kemudian, kalau kita ban­ding­kan dengan KIB I, kinerja peme­rintah saat itu jauh lebih sigap karena lebih banyak diisi orang-orang profesional di bidangnya.

Apakah dalam reshuffle se­belumnya, Presiden juga lebih mengedepankan pertimbangan politik?

Presiden SBY itu, cenderung melakukan penataan bila ada teka­nan, baik dari DPR maupun pihak lainnya. Jadi, dia kurang memperhatikan aspek kemam­puan dari para personel yang ditempatkannya.

Reshuffle KIB I pertama meru­pakan bukti otentik, SBY lebih mengutamakan faktor politik dibanding kinerja. Saat itu, Alwi Shihab diganti sebagai Menko Kesra, karena sedang terjadi ki­sruh di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Alwi dikeluarkan kemudian Menko Kesra diganti Aburizal Bakrie. Sri Mulyani ke­mudian menjadi Menteri Ke­uang­an dan kader Golkar ditam­bah sebagai Kepala Bappenas.

Secara fair, saya akui, saat itu memang masih ada pertim­ba­ngan faktor kemampuan, namun per­tim­bangan politiknya masih lebih besar. Dalam reshuffle se­­lanjut­nya, saya melihat SBY juga selalu mengedepankan faktor politik dibanding kemam­puan. Secara umum, seperti itu yang dilakukan SBY selama ini terhadap kabi­netnya.

Apa dampaknya jika pola se­perti ini terus dipertahankan?

Jika mau belajar dari peristiwa yang lalu, SBY mestinya meng­am­bil langkah yang dalam. Harus mempertimbangkan fak­tor hu­bungan politik juga ke­mampuan­nya. Kalau dia me­rom­bak kabinet semata-mata untuk memperkuat koalisinya, dia akan kembali me­masukkan orang-orang yang tidak mem­punyai ki­nerja. Pada akhir­nya, SBY akan ke­sulitan mendong­krak kinerja pemerin­tahan­nya dan memenuhi janji-janjinya ke­pada rakyat saat kam­panye dulu.

Apa yang membuat SBY sulit memilih langkah tersebut?

Ini persoalan kultur dan sis­tem. Dari segi kultur harus dia­kui, kita belum bisa menerapkan arti dari suatu pemerintahan. Yakni, ada partai yang meme­rintah dan ada partai oposisi. Kalau kita amati, praktek terse­but terjadi sejak zaman Orde Baru sampai saat ini. Padahal, di Tahun 1945 sampai 1948, tradisi parlementer itu da­pat berjalan, yang oposisi-opo­sisi, yang pe­me­rintah-peme­rintah.

Tapi, sejak zaman Orde Baru hingga saat ini, kita tidak lagi mampu membangun hal tersebut karena prilaku politiknya sudah berubah. Bahkan, partai-partai yang telah menyatakan berkoalisi pun tidak mampu beraksi saat menghadapi kasus Bank Century dan angket mafia pajak. Jadi, saat ini kita akan kian sulit untuk membedakan mana partai oposisi dan mana yang koalisi.

Kalau dari segi sistem?

Dalam sistem presidensial, kita sebenarnya tidak menganut sis­tem koalisi dalam pemerintahan. Sebab, presiden dipilih langsung oleh rakyat. Jadi, baik kultur mau­pun sistem­nya tidak men­du­­kung. [RM]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kades Diminta Tetap Tenang Sikapi Penyesuaian Dana Desa

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10

Demokrat Bongkar Operasi Fitnah SBY Tentang Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08

KPK Dalami Dugaan Pemerasan dan Penyalahgunaan Anggaran Mantan Kajari HSU

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01

INDEF: MBG sebuah Revolusi Haluan Ekonomi dari Infrastruktur ke Manusia

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48

Pesan Tahun Baru Kanselir Friedrich Merz: Jerman Siap Bangkit Hadapi Perang dan Krisis Global

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40

Prabowo Dijadwalkan Kunjungi Aceh Tamiang 1 Januari 2026

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38

Emas Antam Mandek di Akhir Tahun, Termurah Rp1,3 Juta

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26

Harga Minyak Datar saat Tensi Timteng Naik

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21

Keuangan Solid, Rukun Raharja (RAJA) Putuskan Bagi Dividen Rp105,68 Miliar

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16

Wacana Pilkada Lewat DPRD Salah Sasaran dan Ancam Hak Rakyat

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02

Selengkapnya