RMOL. Aparat hukum diminta bisa membedakan mana penjahat dan mana yang dikorbankan dalam kasus Bank Century. Dengan demikian terwujudlah keadilan.
Begitu disampaikan kuasa hukum Arga Tirta Kirana, HumÂphrey R Djemat, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
“Banyak penjahat di kasus Bank Century, makanya klien kami dikorbankan. Jabatannya hanya Kepala Bagian Hukum Bank Century, tapi diberi kuasa dan paksaan dari direksi untuk meÂloloskan kredit-kredit,†ujarÂnya.
Menurut Humphrey, sangat tidak adil kliennya mendapat tuntutan yang jauh lebih tinggi dari atasannya sendiri yakni Robert Tantular maupun HerÂmanus. Dari awal kasus ini meÂmang sudah ada permainan mafia hukum. Seharusnya sudah jelas terlihat yang memainkan peranan penting adalah Robert Tantular. Tapi sekelas Arga yang hanya seorang bawahan bisa dituntut hingga 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
“Sangat tidak adil direksi diÂtunÂtut lebih rendah dari bawahanÂnya. Kesalahan kredit fiktif itu bukan di Ibu Arga. Dia hanya menjalankan perintah,†ujarnya.
Seperti diketahui, bekas DiÂrekÂtur Utama PT Bank Century Tbk, Hermanus Hasan Muslim, diÂtuntut hukuman enam tahun penjara oleh jaksa. Hakim lalu memvonisnya 3 tahun. Jaksa tidak puas lalu berupaya hukum hingga tingkat MA. MA lalu menambahi hukuÂman Hermanus dengan 6 tahun dan denda Rp 50 miliar.
Sedangkan bekas pemilik sebagian saham PT Bank Century Tbk, Robert Tantular, dituntut 8 tahun penjara. Hakim memvonisÂnya 4 tahun penjara dan denda Rp 50 miliar/subsider lima bulan penjara. Jaksa melakukan upaya hukum lagi, sehingga MA memÂperberat hukumannya menjadi 9 tahun dan denda Rp 100 miliar subsider kurungan 8 bulan.
“Makanya kami sangat yakin akan memenangkan kasus ini. Sebab, klien kami hanya dikorÂbankan,’’ ucap Humphrey.
Berikut kutipan selengkapnya:
Kok Anda yakin?Ya, harus yakin dong bahwa klien saya tidak bersalah.
Bagaimana kalau nanti keÂpuÂtusannya dinyatakan berÂsalah?
Begini, saya sih nggak mau berandai-andai. BagaiÂmanapun ini adalah perjuangan. Dan perÂjuangan tidak akan berhenti sampai ada kepuÂtusan hakim di Pengadilan Negeri.
Memang sudah sejauh mana penanganan kasusnya?Kalau dari proses pengadilanÂnya, Kamis (17/2) itu sidang untuk mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum terhadap pembelaan kita. Minggu depan duplik dari kita, setelah itu baru keputusan Majelis Hakimnya. Itu status yang pertama.
Kemudian status kedua yang sudah P21. Hari Senin yang lalu kasus Aida (agunan yang diambil alih) intinya adalah ada agunan dari seseorang yang masuk ke Bank Century. Itu kan hasil dariÂpada merger.
Jadi masuk dalam pembukuan Bank Century itu sebagai agunan di Bank Century. Kalau sudah maÂsuk pembukuan, berarti kalau tidak ada kelancaran pembayaran diambil sebagai aset Bank CenÂtury. Kemudian akan dilelang.
Apa sih yang menjadi masaÂlahÂnya?Pada memo yang dikeluarkan oleh Ibu Arga. Padahal yang kita tahu Ibu Arga ini adalah Kepala Divisi Corporate Legal. KemuÂdian Direksi meminta dia untuk membuat memo supaya mengeÂluarkan agunan tersebut. Jadi, ada 42 sertifikat di Kelapa Gading.
Di Memo itu, Ibu Arga meÂnyeÂbutkan bahwa sertifikat-sertifikat yang menjadi agunan itu dikeÂluarkan oleh notaris. Kemudian pengagunan dari sertifikat diseÂrahÂkan kepada notaris. Di situ disinyalir ada permainan oleh Direksi Bank Century yang diÂalihkan lagi ke perusahaan lain.
Kenapa kasus ini muncul lagi?Ini gara-gara Pansus Century kemarin, setelah itu ada pengaÂwas Pansus di DPR. Balik lagi, berkas baru timbul. Yang jadi korban dia-dia terus. Makanya daÂlam statement saya, harus bedakan antara penjahat dengan non penjahat. Kalau Robert Tantular memang penjahat. PanÂsus kan sudah membuat terang benderang.
Bahkan Jusuf Kalla sudah biÂlang ‘saya suruh tangkap, karena orang itu penjahat’. Nggak mungÂkin dong, Jusuf Kalla bicara semÂbarangan. Arga ini nggak bisa dibedakan antara penjahat deÂngan non penjahat. Ibu Arga ini betul-betul korban.
Memang dia (Ibu Arga) Kepala Divisi Coorporate Legal, tapi kita harus lihat kasus empat debitur yang bermasalah ini yang di pengÂadilan sekarang ini. Dia tidak pernah memeriksa dokuÂmen-dokumen untuk pemberian kredit tersebut. Ada pihak lain yang mendapat tugas untuk itu. Jadi memang by pas, walaupun dia Kepala Divisi.
Bagaimana Ibu Arga bisa terlibat?Dia sebagai Kepala Divisi daÂpat pelepasan dari Dirut HerÂmaÂnus Muslim untuk menandaÂtangi perjanjian kredit. Jadi atas dasar penandatangan (perjanjian kreÂdit) itu dia kena. Bukan kaÂrena dia periksa dokumen-dokuÂmen itu. Yang memeriksa dokuÂmen itu ada orang lain yang mereka perÂcaya.
Makanya kita bilang, bahwa Ibu Arga itu tidak tahu apa-apa. KeÂcuali kalau dia ikut periksa semua dokumen. Ternyata dia juga mendalami analisa PW leÂgalnya. Kita bilang, dia ketiban sial. SiaÂpapun kita di situ pasti kena. Bawahan nggak tahu apa-apa.
O ya, bagaimana citra advoÂkat sekarang ini?
Officium nobile, bisa dibilang saat ini justru tengah terpuruk. Sebab, berbagai kasus mafia huÂkum yang terjadi, mulai dari kaÂsus Gayus Tambunan hingga joki napi, hampir seluruhnya melibatÂkan advokat, kondisi inilah yang membuat citra advokat menjadi negatif di mata masyarakat
Bukankah seharusnya advoÂkat itu memiliki jiwa pejuang?Betul. Ini bisa dilihat dari perÂjuangan Harjono Tjitrosoebeno, Nani Rajak dan lainnya, mereka tetap berani berada di depan memÂbela para tahanan tapol dan napol yang dituduh terlibat PKI, melawan penguasa Orde Baru yang saat itu sangat berkuasa sekali.
Tapi para advokat itu tetap berÂjuang demi menegakkan keadiÂlan. Yang jelas, selama AAI beraÂda di bawah kepemimpinannya, saya bertekad untuk membawa biduk AAI menjadi organisasi yang mewadahi para advokat peÂjuang. Sudah saatnya ada organiÂsasi advokat yang tetap mengamÂbil ruh sebagai advokat pejuang itu.
Apa harapan Anda kepada advokat?
Sudah saatnya, advokat IndoÂnesia kini bangkit kembali. AAI bertekad mewujudkan kembali advokat pejuang dan memberanÂtas mafia hukum. Di era kemerÂdekaan dulu, advokat nyata-nyata berada di garda terdepan dalam perÂjuangan Indonesia.
Yakni, perjuangan Muhammad Roem, Ali Sastroamidjojo dan advokat lainnya dalam perunÂdiÂngan Roem-Royen dan Konfrensi Meja Bundar, justru berhasil membuat negara Indonesia meÂnang dalam meja perundingan.
Kini sudah saatnya jiwa advoÂkat pejuang yang ditanamkan oleh kalangan advokat generasi pertama itu diwujudkan lagi oleh kalangan advokat sekarang.
Bisa disebutkan bagaimana bentuknya?
Ya, bermacam-macam. Sejak saya terpilih sebagai Ketua Umum AAI dalam Munas ke IV, saya langsung membuat gebraÂkan dengan melakukan pembeÂrian bantuan hukum cuma-cuma kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bermasalah di luar negeri.
Contohnya, kasus Sumiati dan Kikim Komalasari, dua TKI yang bermasalah di Arab Saudi, menÂjadi salah satu pembelaan AAI. Sudah saatnya AAI menunjukkan kembali kebangkitan advokat Indonesia.
[RM]