RMOL. Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal meningkatkan pengawasan agar kasus pemerasan yang dilakukan jaksa tidak terjadi lagi.
“Kami sungguh prihatin atas ditangkapnya jaksa Dwi Seno Widjanarko (DSW). Apalagi, dia bukan jaksa pertama yang terÂtangkap tangan KPK,’’ ujar Wakil Jaksa Agung Darmono kepada Rakyat Merdeka, Senin (14/2).
Sebelumnya, KPK pernah meÂnangkap Jaksa Urip Tri Gunawan karena menerima suap dari ArÂtalyta Suryani alias Ayin. SemenÂtara DSW tertangkap tangan di daerah Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (11/2) lalu. Uang yang disita KPK seÂbeÂsar Rp 50 juta. Dia diduga meÂmeras Agus Suharto, pegawai BRI Cabang Juanda, Ciputat.
“Kami sungguh prihatin, jaksa ditangkap lagi. Pertanyaannya adalah kenapa masih terjadi hal-hal seperti ini. Masih saja ada jaksa yang belum berkomitmen untuk menegakkan hukum,†papar Darmono.
Berikut kutipan selengkapnya:Apa yang akan dilakukan KeÂÂjaksaan Agung atas penangÂkapan ini?Hingga saat ini, Senin (14/2), kami belum memperoleh inforÂmasi tertulis mengenai perkara tersebut. Setelah ada pemberitaÂhuan, kami baru akan melakuÂkan langkah-langkah selanjutnya. Kalau dia sudah dinyatakan berÂsalah, kami tidak akan mentoleÂransi perbuatannya. Kami tidak segan-segan memberi sanksi pemecatan.
Apakah Kejaksaan Agung merasa kecolongan lagi?Istilahnya bukan kecolongan, tapi kecewa. Sebab, kami telah melakukan berbagai upaya untuk menegakkan hukum dan memÂÂbina semua jajaran kejakÂsaan agar tetap berpegang teguh dalam menjaga komitmen, menÂjaga kredibilitas dan integritas. Kalau ada peristiwa seperti ini, berarti kami harus lebih giat lagi dalam melakukan pengaÂwasan untuk menuju kejaksaan yang lebih baik.
Kenapa persoalan seperti ini bisa terulang?Kita harus mengurai persoaÂlan dari akarnya dan dilakukan seÂcara komprehensif. Jadi, perÂÂsoaÂlan terÂsebut dapat diseÂlesaiÂkan hingga tuntas. Meski tidak dapat menÂtoleransinya, namun kita harus berÂpikir seÂcara jernih daÂlam meÂnangani persoalan ini.
Jadi, apa penyebab utamaÂnya?Untuk menuntaskan berbagai persoalan di kejaksaan, minimal ada dua hal utama yang harus diÂperbaiki.
Pertama, masalah anggaÂran penanganan perkara. Itu menjadi kendala utama, karena tahun 2010 bagian pidana umum meÂnangani lebih dari 160 ribu perÂkara. Namun, alokasi anggaÂran yang diberikan pemeÂrinÂtah melaÂlui APBN hanya Rp 20 ribu per perkara. Ini kan sangat memÂpriÂhatinkan. Dengan kondisi seÂperti ini berarti kami menyelesaikan banyak perkara dengan cara kerja bakti.
Kedua, kondisi kesejahteraan juga masih sangat memprihatinÂkan. Makanya, kami berharap KeÂmenterian Keuangan dan DPR tidak menutup mata atas perÂsoalan ini.
Apakah ada jaminan kalau penanganan biaya perkara diÂtingkatkan, tidak ada lagi peÂnyeÂlewengan?Tidak bisa dijamin seperti itu. Namun, saya optimistis jika peÂmeÂrintah dan DPR memberikan peÂnambahan anggaran, kinerja keÂjakÂsaan akan menjadi lebih baik. Sebab, di dunia ini hanya ada dua jenis manusia dalam meÂlakukan penyelewengan, yaitu karena keÂbutuhan atau keseraÂkahan.
Sejauh ini, menurut pengaÂmaÂtan saya sejumlah oknum keÂjakÂsaan melakukan hal itu karena keadaan. Meski kita tidak dapat membenarkan hal tersebut, naÂmun kita harus tetap menganÂtisipasinya. Sebab, banyak anak buah kami yang kehidupannya masih sangat memprihatinkan, seperti tidak punya rumah, keÂsulitan membiayai anak sekolah, berobat, dan sebagainya. DeÂngan adanya renumerasi, miniÂmal dia tidak akan terlalu ngoyo.
O ya, apa ada jaksa lain yang terÂÂlibat dalam kasus ini?Sejauh ini belum. Bahkan, kami belum tahu persis tentang kaitan utama kasus tersebut. NaÂmun, kami pasti akan menyeÂleÂsaikan kasus ini secara tuntas.
Siapa saja yang akan dipeÂriksa?Kalau mengenai keterlibatan jaksa lain, pihak Jamwas tidak akan melakukan penelusuran atau pemeriksaan untuk mencari tahu keterlibatan jaksa lain, karena suÂdah ditangani KPK. Kecuali terÂkait dengan pelaksanaan waskat (pengawasan melekat). Terkait waskat, pihak kejaksaan akan memeriksa atasannya langsung, seperti Kasi Pidum dan Kasubsi Penuntutan, dan Kajari TangeÂrang.
[RM]