Berita

Wawancara

WAWANCARA

Adhie: Jangan Tertipu Pencitraan Mafia!

SELASA, 08 FEBRUARI 2011 | 12:45 WIB | LAPORAN:

Di mata seorang Adhie Massardi, tidak ada yang serius yang dikerjakan oleh pemerintahan SBY dalam urusan penegakan hukum. Presiden sudah membentuk satuan tugas pemberantasan mafia hukum, tapi tak ada mafia yang sungguh-sungguh bisa dijerat. Adhie menyebut nama Syahril Djohan, orang yang ditunjuk Komjen Susno Duadji sebagai mafia hukum, yang hanya divonis 1,5 tahun. Kejaksaan tidak banding atas putusan itu. Padahal petunjuk bahwa dia benar-benar seorang mafia hukum terihat sangat jelas. “Ini gila,” katanya.

Koordiantor Gerakan Indonesia Bersih (GIB) itu juga melihat, mafia sulit dikenali karena sepintas mereka tampak seperti orang baik-baik. “Mungkin karena terpengaruh nafsu pencitraan yang dilakukan Presiden.”ujarnya. Berikut kutipan wawancara dengan Adhie Massardi.

Bagaimaan Anda melihat modus para mafia hukum itu?

Mereka bermain keroyokan: pejabat, politisi, birokrat, pengacara, polisi, jaksa, hakim, dan swasta. Gilanya lagi, di Indonesia, mereka sudah berlaku curang sejak awal menyusun prosedur. Jadi, aturan yang dulunya tidak akan pernah tercipta di negeri ini karena dinilai sangat mudah diselewengkan kini malah disahkan jadi aturan legal. Makanya, para Mafioso itu bisa aman secara hukum.

Mereka bermain keroyokan: pejabat, politisi, birokrat, pengacara, polisi, jaksa, hakim, dan swasta. Gilanya lagi, di Indonesia, mereka sudah berlaku curang sejak awal menyusun prosedur. Jadi, aturan yang dulunya tidak akan pernah tercipta di negeri ini karena dinilai sangat mudah diselewengkan kini malah disahkan jadi aturan legal. Makanya, para Mafioso itu bisa aman secara hukum.

Contohnya?

Lihat skandal rekayasa bailout Bank Century.  Gubernur BI malah mengubah peraturan demi memuluskan bailout Bank Century yang ternyata menjadi megaskandal. Aturan pajak juga diubah sekitar tahun 2002 demi memuluskan IPO Bank Mandiri. Ini menurut hasil investigasi Pak Sasmito Hadinegero, Sekjen Asosiasi Pembayar Pajak. Akibatnya, negara dirampok hingga Rp 2,3 triliun. Pun aturan penjualan saham BUMN. Semuanya diakali supayamereka leluasa melakukan pencurian besar-besaran.

Lalu?

Kadang kita tidak bisa menalar dengan akal sehat. Bayangkan, pegawai sekelas Gayus saja, di dalam penjara bisa melakukan hal luar biasa. Bisa jalan-jalan. Akibatnya, terjadi demoralisasi dan anomali di segala bidang. Tapi, presiden malah terkesan tidak berbuat sesuatu.

Apa yang seharusnya dilakukan pemerintah?

Pemberantasan korupsi dan mafia hukum itu berbanding terbalik dengan penciptaan kesejahteraan. Kalau penciptaan kesejahteraan, harus dimulai dari bawah. Rakyat kecil dulu yang merasakan, baru para penggede. Tapi pemberantasan korupsi dan mafia hukum harusn dimulai dari atas. Kepala-kepalanya dulu yang dihukum berat. Bos-bosnya yang disikat, baru ke bawah. Sekarang semaunya terbalik. Orang kecil kena hukuman kejam, tapi orang gede dapat bagian kesejahteraan paling awal dan paling banyak.

Apa dampak lain dari persoalan ini?

Kita jadi tak punya suri teladan. Generasi muda kita akhirnya melihat, para penggede itu ternyata busuk semua. Sukanya mengakali hukum. Nantinya, anak-anak muda bisa seperti itu semua. Saya kasih contoh, kurang lebih sepekan kemarin, di sebuah harian Ibukota, pengusaha Sandiaga Uno menjawab pertanyaan pembaca koran itu yang menanyakan soal kabar bahwa dirinya dicekal. Sandiaga menjawab, dirinya tidak dicekal. Ini jelas pembohongan publik.  Sebab faktanya Sandiaga memang pernah dicekal. Buktinya lagi,pengacara Sandiaga mengirim surat ke Kejaksaan,  minta perlindungan mengenai  pencekalan itu. Menurut si pengacara, pencekalan terhadap Sandiaga, kliennya itu, tidak berdasar. Kendati diprotes, tapi pencekalan itu kan memang ada.  Jadi jangan dibantah, dong!

Apa tanggapan Anda soal kasus Sandiaga ini?

Saya prihatin. Sandiaga seharusnya bisa menjadi contoh bagi generasi muda.  Ia masih muda, kaya, perlente, dan ganteng.  Ternyata ia tersangkut kasus hukum dan penggelapan sertfikat tanah. Tapi, kasus ini memberikan kita pelajaran: jangan tertipu oleh penampilan luar.  Jangan tertipu oleh pencitraan mafia. Teman saya di Mabes Polri bilang Sandiaga sudah diperiksa sebagai saksi untuk kasus ini. Pengcaranya Amir Syamsuddin, tokoh Partai Demokrat. Sebelumnya, Sandiaga sempat dua kali tidak memenuhi panggilan Mabes Polri, belum lagi panggilan dari Kejaksaan dan Polda Metro Jaya.

Kenapa Anda begitu perhatian pada kasus ini? Bukankah ini sengketa bisnis biasa?

Tidak begitu. Pertama, itu tadi, karena keprihatinan atas terlibatnya Sandiaga yang kadung dianggap sebagai model bagi anak muda. Jangan sampai generasi muda kita terpukau hanya oleh penampilan saja. Kedua, modus operandinya mirip-mirip mafia itu. Melibatkan penguasa, aparat hukum, dan birokrasi. Jadi termasuk yang bakal sulit ditembus oleh instrumen hukum biasa. Kejaksaan kabarnya sudah menemukan indikasi korupsi gaya mafia itu. Kalau urusannya korupsi, mafia pula, itu jadi urusan kita semua.

Korupsi bagaimana?

Kasus ini menunjukkan cara mengambil uang dari Pertamina dengan dasar proyek kerjasama Pertamina di masa lalu, yang tidak berjalan. Jadi, setelah kerja sama gagal, Pertamina mengganti rugi kepada mitranya. Sampai di situ, masih wajar. Tapi ketika dasar ganti rugi berupa sertfikat tanah calon lokasi proyek itu ternyata abal-abal, itu jadi masalah. Pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) terlibat. Selain itu, nilai ganti ruginya juga kegedean. Bayangkan, untuk kasus ini, tanah yang dijadikan dasar gantiu rugi itu hanya seluas 20 hektare. Nilainya paling Rp 30 M. Masa Pertamina memberi ganti sampai Rp 120 M? Ini pasti ada kerjasama dengan penguasa Pertamina. Jadi ini sudah merupakan jaringan mafia. Tapi bagusnya, Kejaksaan katanya sudah memeriksa Ary Soemarno, bekas Dirut Pertamina. Cuma anehnya, pemeriksaan itu dilakukan di Gedung Pertamina. Ini maksudnya apa?

Menurut Anda?

Buat saya, ini hanya menjelaskan kepada kita, mafia itu memang sungguh-sungguh ada. Bermula dari mafia ekonomi, begitu tercium pelanggaran hukumnya, lahirlah mafia hukum. Begitu kronologinya. [did]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kades Diminta Tetap Tenang Sikapi Penyesuaian Dana Desa

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10

Demokrat Bongkar Operasi Fitnah SBY Tentang Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08

KPK Dalami Dugaan Pemerasan dan Penyalahgunaan Anggaran Mantan Kajari HSU

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01

INDEF: MBG sebuah Revolusi Haluan Ekonomi dari Infrastruktur ke Manusia

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48

Pesan Tahun Baru Kanselir Friedrich Merz: Jerman Siap Bangkit Hadapi Perang dan Krisis Global

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40

Prabowo Dijadwalkan Kunjungi Aceh Tamiang 1 Januari 2026

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38

Emas Antam Mandek di Akhir Tahun, Termurah Rp1,3 Juta

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26

Harga Minyak Datar saat Tensi Timteng Naik

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21

Keuangan Solid, Rukun Raharja (RAJA) Putuskan Bagi Dividen Rp105,68 Miliar

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16

Wacana Pilkada Lewat DPRD Salah Sasaran dan Ancam Hak Rakyat

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02

Selengkapnya