Azis Syamsuddin
Azis Syamsuddin
RMOL.DPR merasa tidak perlu membalas surat KPK terkait pengusiran Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah saat rapat di Komisi III DPR, Senin (31/1) lalu.
“Kan tidak harus membalasnya. Kalau minta penjelasan nanti saja dijelaskan saat rapat,’’ tegas Wakil Ketua Komisi III DPR, Azis Syamsuddin, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Jumat (3/2).Sebelumnya, Kahumas KPK Johan Budi SP mengatakan, seÂlama surat tersebut belum dibalas, pimpinan KPK akan tetap tampil full team jika diundang DPR.
KPK telah mengirimkan surat untuk minta penjelasan kepada komisi III DPR terkait pengusiran dua pimpinannya, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
“Sampai saat ini belum ada surat balasan. Selama belum ada balasan terkait penjelasan penoÂlakan tersebut, pimpinan akan tetap berlima ke sana,†ujar Johan.
Menurutnya, penjelasan dari Komisi III DPR terkait penolakan Bibit dan Chandra tersebut sangat penting. Sebab, KPK melihat tidak ada dasar hukum bagi Komisi III untuk menolak kehaÂdiran dua pimpinannya itu.
“Itu kan kewenangannya Jaksa Agung. Dan Jaksa Agung sudah mengatakan dengan deponeering, status tersangka itu terhapus,†ujar Johan.
Azis Syamsuddin selanjutnya mengatakan, pihaknya sudah meÂmutuskan dalam rapat pleno. KaÂlau tetap datang bersama Bibit-Chandra, ya diundur lagi rapatÂnya.
“Pleno yang sudah memuÂtusÂkan seperti itu. Mekanisme yang diikuti adalah tata tertib DPR,’’ ujarnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Selama surat tersebut belum dibalas, pimpinan KPK akan teÂtap tampil full team jika diunÂdang DPR...?
Silakan aja, kalau sifatnya begitu. Sebab, Komisi III DPR sudah melakukan pleno yang suÂdah memutuskan seperti itu. Mekanisme yang diikuti adalah tata tertib DPR.
Bagaimana tindakan komisi III, kalau akhirnya KPK tetap bersikukuh akan hadir berlima seperti hasil rapim KPK?
Ya, tunda lagi rapatnya. KonÂsekusiennya seperti itu.
Kenapa harus ditunda, KPK tidak melihat ada dasar hukum bagi Komisi III untuk menolak kehadiran dua pimpinannya itu?
Ya, baca dulu deh Undang-unÂdangnya. Kan sama-sama Sarjana Hukum, bisa baca Undang-undang. Kalau mau dijelasin, nanti dalam rapat. Karena sudah keputusan pleno. Jadi keputusan pleno hanya bisa dibatalkan di tingkat paripurna. Hanya itu, tidak ada pihak lain yang bisa membatalkan keputusan pleno, kecuali forum paripurna.
Jika Bibit dan Chandra ditoÂlak, lima pimpinan lainnya akan ikut mundur dari forum terseÂbut, kan kolektif kolegial, kan itu sudah diputuskan dalam rapim?
Betul, dalam kolektif kolegial berarti tiga orang kan bisa hadir.
Adakah niat Komisi III untuk mengadukan ke KPK pasal 35 ayat C ke UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan mengeÂnai hak Jaksa Agung mengeÂsamÂpingkan perkara demi keÂpentingan umum?
Untuk apa mengajukan itu. Kita kan putuskan dalam rapat pleno soal kasus Bibit-Chandra itu, buat apalagi kita ajukan ke pihak lain.
Mengapa sih status Bibit-Chandra masih dipermasalahÂkan, kan sudah dikeluarkan deÂpoÂneering?
Saya tidak usah berkomentar lagi. Karena sudah menjadi keÂsimpulan dan kesepakatan kepuÂtusan dari pleno Komisi III. Jadi, kalau saya berkomentar apapun percuma.
O ya, bagaimana soal surat Komisi III kepada pimpinan DPR itu, apakah ada desakan agar dipercepat?
Saya nggak tahu itu. Sebab, saya nggak ikut tanda tangan.
Siapa yang tanda tangan?
Justru itu saya nggak tahu, maÂlah Anda yang tahu. Saya malah bertanya-tanya. Kok malah orang luar yang tahu, saya yang orang dalam nggak tahu, ha-ha-ha.
O ya, apakah anggota Komisi III DPR memahami UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang KejakÂsaan, pasal 35 ayat C soal Jaksa Agung mempunyai tugas dan weÂÂwenang mengesampingkan perÂÂÂkara demi kepentingan umum?
Ya, paham dong. Yang bilang nggak paham siapa.
Sejumlah pemerhati hukum dan kalangan jaksa sudah meÂngatakan bahwa dengan depoÂneering itu Bibit-Chandra suÂdah tidak sebagai tersangka lagi, kenapa DPR terus memÂpersoalkannya?
Kalau deponeering itu mengeÂnyampingkan perkara. Tapi status tersangkanya tetap ada. Cuma dikesampingkan.
Kalau Anda masih memperÂmasalahkan itu, mengapa tidak mengadukan pasal itu ke MK?
Untuk apa diadu. Kita sudah paham. Tapi yang diÂperÂmasalahÂkan adalah kasus itu tidak mati hanya penuntutannya dikeÂsamÂpingkan. Jadi, tersangÂkanya tetap ada. Nanti kalau Jaksa Agung diganti bisa saja itu dibuka lagi.
Jadi, deponeering itu nggak sah begitu?
Deponeering secara hukum sah, karena kewenangan Jaksa Agung, tapi DPR juga punya keÂwenangan. Jadi, masing-masing punya kewenangan. Tidak ada yang menyangkal itu. Tapi status tersangkanya tidak lepas. Nah, secara kode etik DPR memang tidak diÂatur. Ini hanya keÂputuÂsan Komisi III DPR seperÂti yang saya biÂlang tadi. [RM]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10
Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08
Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16
Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02