RMOL. Peta di lapangan berubah drastis. Tahrir Square di pusat kota dan banyak tempat di kota Kairo yang dalam sepekan terakhir dikuasai kelompok anti Husni Mubarak sejak kemarin siang (Rabu, 2/2) hingga dinihari tadi (Kamis, 3/2) diambil alih kelompok pendukung presiden Mesir yang berkuasa sejak 1981 silam.
Kerusuhan merebak di banyak titik. Suara tembakan terdengar dimana-mana. Di beberapa tempat, dua kelompok massa beradu pukul dan saling melempar batu.
Di dalam kerusuhan itulah, kabarnya seorang staf PBB di Kairo bernama Imanda Amalia tewas dalam ambulans yang ditumpanginya. Kabarnya lagi, sebelum tewas, pada pukul 21.45 waktu setempat Imanda sempat mengirimkan pesan via BlackBerry Messanger kepada temannya sesama anggota grup Science of Universe di Facebook.
Sejumlah laporan menyebutkan setidaknya empat atau lima orang tewas dalam kerusuhan tadi malam.
Siapakah kelompok pendukung Husni Mubarak ini?
Kelompok pro Husni Mubarak muncul secara tiba-tiba menyusul pengumuman yang disampaikan Husni Mubarak pada Rabu pagi. Dalam pengumuman itu, Husni Mubarak menegaskan bahwa dirinya tidak akan mengundurkan diri. Ia meminta agar parlemen Mesir mengawal proses transisi kekuasaan dengan damai. Husni Mubarak juga mengatakan dirinya tidak akan mencalonkan diri lagi dalam pemilihan umum yang akan digelar bulan September mendatang.
Pernyataan ini menegaskan bahwa Husni tak gentar menghadapi gerakan yang digalang kelompok Islamis yang dimotori Ikhwanul Muslim dan kelompok kelas menengah sekular yang dipimpin, antara lain, Mohamad Mustafa ElBaradei. Yang terakhir ini adalah mantan Direktur Jenderal International Atomic Energy Agency (IAEA), sebuah badan di PBB yang bertugas mengawasi energi atom dunia. Tahun 2005 lalu, mewakili organisasi yang dipimpinnya, ElBaradei menerima Nobel perdamaian.
Penegasan yang disampaikan Husni Mubarak itu juga memperlihatkan bahwa ia tak gentar menghadapi tekanan dari sejumlah pemimpin dunia Barat, seperti Presiden AS Barack Obama.
Atau, bisa jadi karena ia tahu bahwa keberadaannya di Mesir dan Timur Tengah pada umumnya masih dibutuhkan dunia Barat, yang sampai saat ini menganggap kekuatan (ekstremis) Islam sebagai salah satu musuh besar. Husni Mubarak, seperti banyak pemimpin di Timur Tengah lainnya, menggunakan kaum fundamentalis Islam sebagai alat tawar menawar dengan dunia Barat. Kepada dunia Barat, ia berjanji akan mengendalikan gerakan kelompok fundamentalis Islam, dengan catatan ia diberikan kesempatan berkuasa penuh di negeri Ratu Balqis itu.
Sejumlah kalangan mencurigai, kelompok pendukung Husni Mubarak adalah tentara partikelir bayaran.
CNN melaporkan, beberapa dari mereka yang tertangkap oleh massa penentang Husni Mubarak, mengakui hal itu. Beberapa dari mereka memperlihatkan kartu anggota, yang sepintas tampak seperti kartu anggota pasukan keamanan.
Kepada
CNN, analis dari Brooking Institution, Shadi Hamid, mengatakan, bahwa menyewa orang-orang bertotot untuk memecah konsentrasi massa penentang pemerintah adalah teknik yang lazim digunakan oleh penguasa.
Adapun Direktur Timur Tengah dan Afrika Amnesti Internasional, Hassiba Hadj Sahraoui, menilai kekerasan yang terjadi sepanjang hari hingga tengah malam tadi diorkestrasi oleh pihak keamanan Mesir yang masih menginginkan Husni Mubarak berkuasa di negeri itu. Bagaimanapun juga, kelompok militer di Mesir ingin mempertahankan kekuasaan mereka. Dan menurutnya, hal itu hanya bisa dilakukan bila Husni Mubarak bertahan di tempatnya.
[guh]