Hanya Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Nasdem yang tidak hadir dalam acara ini. Keduanya juga belum terlibat aktif dalam pembentukan koalisi besar. Nasdem mungkin saja memang tidak mau terlibat karena sudah punya koalisi bersama dengan PKS dan Demokrat. Sementara PDIP tampak masih menjaga marwah sebagai partai yang satu-satunya punya tiket emas untuk mengajukan calon presiden sendiri tanpa koalisi.
Praktis koalisi besar akan dihuni Golkar, Gerindra, PKB, PAN, dan PPP, plus restu dari Presiden Joko Widodo. Pertanyaan besar turut menyertai rencana pembentukan koalisi tersebut. Apa yang sebenarnya terjadi sehingga KIB dan KKIR perlu disatukan?
Menjaga Program Jokowi
Presiden Joko Widodo tentu sedang berhadap besar agar penggantinya nanti bisa melanjutkan program-program yang sudah dirintis. Termasuk, program mercusuar yang belum selesai, seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan pemindahan ibukota ke Kalimantan.
Proyek kereta cepat berjalan lambat. Groundbreaking proyek kerjasama dengan China ini telah dilakukan pada 21 Januari 2016. Kala itu ditarget akan selesai pada tahun 2019. Namun hingga kini belum juga bisa dinikmati masyarakat Indonesia. Bahkan kabar terbaru menyebut terjadi pembengkakan biaya besar dan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan gagal negosiasi bunga pinjaman proyek.
Sementara ibukota negara (IKN) baru juga terbilang berjalan seperti siput. Tidak sedikit investor yang mundur teratur dari proyek ini. Sedang ucapan Jokowi bahwa akan banyak gedung swasta terlihat di awal Januari tidak terbukti. Hingga kini, Jokowi juga masih berkemah di tenda jika berkunjung ke IKN.
Setidaknya Jokowi tidak ingin dua program bernilai ratusan triliun itu mangkrak. Apalagi, pendukungnya kerap menyinggung proyek Hambalang yang mangkrak. Padahal, nilainya hanya 2,5 triliun, jauh dibanding proyek-proyek mercusuar Jokowi.
Anies Jadi Ganjalan
Selama memimpin negeri, Jokowi hanya meninggalkan dua partai di luar koalisi, yaitu Partai Demokrat dan PKS. Keduanya kemudian membangun koalisi bersama satu partai dari dalam pemerintahan, yaitu Partai Nasdem. Nama mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diusung sebagai calon presiden oleh koalisi yang bernama Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) itu.
Gerakan KPP dan pencapresan Anies sepertinya telah membuat risau Jokowi. Terlebih sambutan warga selalu ramai setiap Anies berkunjung ke daerah. Keraguan untuk menang di Pilpres 2024 muncul jika KIB dan KKIR tidak disatukan.
Konco-konco lantas dikumpulkan untuk bersatu membangun koalisi yang lebih besar. Setidaknya, jika tidak bisa mencari figur sehebat Anies, Jokowi dan
poro konco bisa melakukan pengeroyokan untuk menang.
Jokowi tentu tidak ingin KPP yang berseberangan dengannya menang, sehingga proyek-proyek impian mangkrak. Sementara para konco juga tidak ingin kursi empuk yang diduduki saat ini hilang 2 tahun lagi.
Lalu bagaimana dengan PDIP? Tampaknya masih bimbang dan menimbang. Apakah predikat partai besar bisa kembali diraih tanpa restu Jokowi, atau tetap menjaga marwah dan berjalan sendiri secara tegak sebagai pemenang tanpa ketergantungan pada Jokowi.
BERITA TERKAIT: