Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tahun Baru Tanpa PPKM, Bahagia atau Bencana?

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-5'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
OLEH: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Senin, 02 Januari 2023, 15:16 WIB
Tahun Baru Tanpa PPKM, Bahagia atau Bencana?
Presiden Joko Widodo di Pasar Tanah Abang/Net
KADO spesial diberikan Presiden Joko Widodo kepada rakyat Indonesia di penghujung tahun 2022, yaitu pencabutan Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada Jumat (30/12). Kata Jokowi, keputusan besar ini tidak dilakukan secara dadakan dan serampangan. Ada pemantauan terhadap sebaran Covid-19 di Indonesia selama 10 bulan terakhir yang melatari keputusan tersebut.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Jadi, pertimbangan yang dilakukan sudah berdasarkan angka-angka, kata Jokowi. Angka yang dimaksud menunjukkan tren jumlah kasus Covid-19 yang semakin menurun dan tingkat kekebalan masyarakat terhadap Covid-19 sudah tinggi. Singkatnya, kita tidak perlu ragu lagi dengan apa yang telah diputuskan oleh pemerintah, karena tidak mungkin keputusan itu hanya didasarkan untuk gagah-gagahan, juga tidak mungkin pemerintah ingin mencelakai rakyatnya sendiri.

Walaupun di balik ketegasan tersebut, Presiden Joko Widodo tetap meminta masyarakat untuk waspada dan tidak mengendorkan kesadaran menjaga kesehatan. Salah satunya dengan tetap mengenakan masker.

Bahagia atau Bencana?


Rasa bahagia tentu menyelimuti rakyat Indonesia, yang pada 2 Maret 2020 lalu mengumumkan kasus pertama Covid-19. Terhitung per tanggal tersebut, dua badai terus menghantui negeri ini secara bersama-sama. Badai kesehatan dan badai ekonomi.

Total sebanyak 160 ribu lebih rakyat Indonesia meninggal dunia akibat terpaan virus yang kali pertama muncul di China tersebut. Termasuk di dalam angka tersebut ratusan dokter dan tenaga kesehatan yang berjuang menjadi garda pertama dalam penanganan Covid-19.

Ekonomi Indonesia yang diimpikan Presiden Joko Widodo akan meroket ke angka 7 persen juga tinggal kenangan. Sebaliknya, terpaan Covid-19 membuat ekonomi nyungsep bahkan hingga menyentuh angka minus (-) 5,32 persen (yoy) pada kuartal II 2020. Pertumbuhan ekonomi yang seret membuat daya beli masyarakat lemah, dan utang negara semakin menumpuk. Utang Indonesia tercatat sudah tembus Rp 7.554 triliun atau 38,65 persen Produk Domestik Bruto (PDB).

Tentu dengan pencabutan PPKM ini, kedua badai diharapkan juga bisa diakhiri. Secara kesehatan, korban meninggal akibat Covid-19 bisa ditekan dan tidak ada lagi cerita tentang kekurangan fasilitas dalam penanganan Covid-19. Sementara secara ekonomi, masyarakat bisa memulai lagi usaha dan memperbaiki daya beli. Begitu juga pemerintah, diharapkan bisa mengurangi utang yang terus bertumpuk selama pandemi.

Namun demikian, kita tidak boleh menggunakan kacamata kuda dalam melihat sebaran Covid-19. Bisa saja di dalam negeri sudah kondusif, tapi bagaimana dengan situasi di luar negeri. Perlu diingat bahwa virus ini menyebar melalui media manusia. Artinya, perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain menjadi penyebab utama virus muncul.

Tentu kita masih ingat bagaimana saat corona kali pertama muncul di Wuhan, China. Hampir seluruh rakyat Indonesia tidak yakin virus akan menyebar ke tanah air dan membesar. Bahkan sejumlah pejabat negara sempat melempar jokes untuk menyatakan bahwa virus tidak mungkin masuk Indonesia. Seperti guyonan tentang corona tidak akan masuk Indonesia karena perizinannya sulit, rakyat kebal dengan corona lantaran setiap hari makan nasi kucing, dan sebagainya.

Tapi guyonan itu menjadi tidak lucu lagi setelah corona benar masuk dan melumpuhkan sendi kesehatan serta ekonomi tanah air. Presiden Joko Widodo bahkan berulang kali meminta para menteri untuk memiliki sense of crisis dalam bekerja selama pandemi.

Kini kondisi mirip seperti awal 2020. Ledakan kasus Covid-19 diduga kembali terjadi di China. Disebut diduga karena China terkesan menutup data resmi soal sebaran Covid-19 yang terjadi. Setidaknya dugaan ini telah membuat banyak negara menyalakan alarm kewaspadaan terkait potensi penyebaran lebih lanjut virus tersebut, yang dikhawatirkan bermutasi menjadi semakin mematikan.

Pintu masuk sejumlah negara mulai diperketat bagi para pelancong yang berasal dari China. Mulai dari wajib tes Covid-19 hingga karantina.

Bahkan pemerintah Maroko tercatat mengambil langkah yang lebih kuat, dengan melarang masuk semua pelancong dari China, terlepas dari apapun kewarganegaraannya.

Setidaknya sudah ada 12 negara yang telah mengumumkan aturan pembatasan pelancong dari China. Seperti, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Australia, India, Jepang, Italia, Korea Selatan, Spanyol, Malaysia, Kanada, dan Taiwan.

Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia masih dalam euphoria keberhasilan menangani pandemi. Bahkan terbaru Presiden Joko Widodo ke Pasar Tanahabang dengan tidak menggunakan masker, yang seolah menjadi pertanda bahwa Covid-19 benar-benar sudah sirna dari bumi nusantara.

Sementara tentang aturan pelancong dari China masuk tanah air juga belum mengalami pengetatan sebagaimana 12 negara lain. Bahkan beberapa waktu lalu ratusan turis China bisa dengan mudah masuk ke Bali.

Yang menjadi pertanyaan kini adalah apakah kita memang benar-benar sudah menang melawan pandemi, atau kita kembali teledor dan jatuh lagi pada jurang yang menyeramkan? rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA