Mantan Ketua PPI Turki: Sangat Mungkin Penangkapan Mahasiswa Di Turki Karena Salah Paham

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-1'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Selasa, 14 Juni 2016, 03:20 WIB
Mantan Ketua PPI Turki: Sangat Mungkin Penangkapan Mahasiswa Di Turki Karena Salah Paham
ilustrasi/net
rmol news logo . Untuk mengetahui penangkapan mahasiswa RI di Turki harus memahami konteks Turki, khususnya kondisi politik di Turki.

Diketahui, pada Maret 2016 ada 35 korban jiwa akibat bom di Ankara dan 5 korban jiwa di Istanbul. Sementara pada Februari 2016 ada 28 korban jiwa di Ankara, dan pada Januari 2016 ada 12 wisman Jerman korban jiwa di Istanbul. Sementara itu, pada Oktober 2015 ada lebih 100 korban jiwa di Ankara.

"Jadi pemerintah Turki sangat sensitif dengan instabilitas politik dan keamanan. Jadi WNI kita ditangkap dalam konteks situasi itu dan masih pendalaman, belum  terbukti ia adalah bagian dari ancaman," kata mantan Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Turki, Arya Sandiyudha Ph.D, dalam keterangan beberapa waktu lalu (Senin, 13/6).

Pernyataan Arya ini terkait dengan Handika Lintang Saputra, mahasiswa Indonesia yang ditangkap otoritas hukum Turki karena diduga terlibat kegiatan politik terlarang. Handikamerupakan mahasiswa dari sebuah perguruan tinggi di Kota Gianzep.

Hal kedua kedua untuk mengetahui penangkapan ini, sambung Arya, harus juga dipahami bahwa stabilitas dalam situasi politik khusus di Turki ini menempatkan beberapa kelompok kritis sebagai oposisi, termasuk gerakan yang disebut diikuti oleh mahasiswa Indonesia. Gerakan ini punya dua aspek menonjol, yaitu kajian Islam Sufi tradisionalis dan kegiatan pendidikan sosial, dan aspek aktivitas para elitnya.

Konflik di Turki antara mereka dengan pemerintah, jelas Arya, sebenarnya ada di wilayah isu politiknya yang melibatkan elit dan aktivis utama gerakan ini di Turki. Sepemahaman Arya,  sangat mungkin mahasiswa Indonesia tersebut hanya terlibat di satu atau dua aspek pertamanya.

"Nyaris semua mahasiswa kita tidak mau terlibat isu politik Turki yang keras. Saya kenal mereka, tahun 2014 Saya Ketua mereka (PPI Turki. Mereka sudah terlalu sibuk memikirkan belajar dan membangun diplomasi lewat jalur PPI. Isu politik Turki tidak pernah dibaca dengan baper oleh mahasiswa kita," jelas Arya.

KBRI sendiri, sambung Arya, sejak awal langsung melakukan ragam upaya untuk mengadvokasi dan melindungi mahasiswa, mulai dari menghubungi pihak kepolisian, mendengarkan keterangan jaksa, juga meminta Kementrian Kehakiman membuka akses kekonsuleran, hingga mengunjungi penjara membawakan baju ganti dan ragam perlengkapan. Sekarang upaya hukumnya adalah mengadvokasi mahasiswa tersebut sesuai dengan keterangan, bahwa mereka sangat mungkin ditangkap karena salah paham.

"Kita tahu ada situasi politik khusus di Turki yang ini membuat WNI kita terseret. Jadi masih pendalaman. KBRI sendiri secara di luar penghormatan terhadap proses hukum yakin dia tidak terlibat tema politik seperti dugaan awal," demikian Arya.  [ysa]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA